Jayapura, Jubi – Petisi Rakyat Papua atau PRP mengharapkan polisi mengawal aksi nasional demonstrasi penolakan pemekaran Papua dan Otonomi Khusus Papua pada Jumat (3/6/2022), agar demonstrasi itu bisa berjalan dengan lancar dan aman. Juru Bicara PRP, Jefry Wenda meminta polisi tidak bertindak represif dan membubarkan massa, sebagaimana yang terjadi dalam unjuk rasa menolak pemekaran Papua sebelumnya.
Jefry Wenda menyatakan aksi nasional serta demonstrasi penolakan pemekaran Papua dan Otonomi Khusus (Otsus) Papua akan dilakukan secara damai. Wenda menyatakan pihaknya bertanggung jawab atas semua demonstrasi yang terjadi pada Jumat nanti.
“Petisi Rakyat Papua bertanggung jawab dengan semua rangkaian aksi. Itu sudah tercantum dalam surat imbauan aksi,” kata Wenda kepada Jubi, Senin (30/5/2022).
Wenda menyatakan pihaknya akan memasukan surat pemberitahuan rencana demonstrasi itu ke Kepolisian Daerah (Polda) Papua pada Selasa (31/5/2022). Ia berharap dengan pemberitahuan itu polisi dapat mengawal jalanya aksi nasional Petisi Rakyat Papua dengan tertib, aman dan damai. “[Kami] mendesak bawahan untuk tidak merespon aksi demonstrasi tersebut secara membabi-buta,” ujarnya.
Wenda menyatakan aksi Petisi Rakyat Papua pada Jumat akan berlangsung di Sorong, Kota Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kaimana. Demonstrasi menolak pemekaran Papua dan Otsus Papua juga akan digelar di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Jember, Bali dan Makassar.
Secara terpisah, Koordinator Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch Syufi menjelaskan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum) menyatakan penyelenggara demonstrasi tidak membutuhkan izin dari polisi untuk berdemonstrasi. Menurutnya, UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum hanya mengatur penyelenggara unjuk rasa untuk membuat pemberitahuan rencana unjuk rasa mereka.
Syufi mengatakan tidak ada dasar hukum bagi polisi untuk bisa melarang unjuk rasa atau aksi pawai melalui jalan raya atau jalan umum, sepanjang unjuk rasa itu berjalan aman dan tertib. Ia menegaskan bahwa UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum justru mengatur kewajiban polisi untuk memberi surat tanda terima segera setelah mendapat surat pemberitahuan rencana demonstrasi.
UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum juga mewajibkan polisi untuk berkoordinasi dengan penanggung jawab aksi, berkoordinasi dengan pimpinan instansi atau lembaga yang akan menjadi tujuan aksi. Polisi juga wajib mempersiapkan pengamanan, lokasi, dan rute yang akan ditempuh massa aksi.
“Saya tidak tahu apakah langkah itu sudah ditempuh oleh polisi di seluruh daerah di Papua atau tidak. Tidak ada larangan tempat unjuk rasa, kecuali yang tertuang dalam Pasal 9 ayat (2) UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum, yaitu di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan objek vital nasional,” kata Syufi kepada Jubi melalui layanan pesan Whatsapp pada Senin. (*)
Discussion about this post