Jayapura, Jubi – Uskup Jayapura Mgr Yanuarius Theofilus Matopai You memberikan empat catatan penting pada saat menyampaikan khotbah pada acara Ibadah Syukur Hari Peringatan Injil ke-169 tahun di Gedung GOR Cenderawasih, Kota Jayapura, Senin (5/2/2024).
Pada acara yang dihadiri seluruh denominasi gereja di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura itu, Uskup mengungkapkan ada empat akar atau penyebab munculnya konflik yang berkepanjangan di Papua. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan LIPI atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Akaf konflik pertama, kata Uskup, adalah sejarah integrasi Papua yang berdampak pada konflik krusial. Kedua, kekerasan dari pihak militer terhadap orang Papua yang masih berlangsung hingga kini. Ketiga, diskriminasi terhadap orang Papua dengan segala bentuk penindasan harkat dan martabat manusia. Dan keempat, ketidakmerataan pembangunan di seluruh Tanah Papua.
“Kita perlu secara jujur mengakui bahwa dari keempat hal yang menjadi penyebab itu, sebenarnya ada yang sudah dan sedang dalam perbaikan. Ada yang dalam perubahan, ada yang dalam solusi,” katanya.
Sehingga, tambah Uskup Mgr Yanuarius Theofilus Matopai You, ada upaya-upaya yang baik. Ada pembangunan yang nyata di seluruh Papua dan pemerintah sudah secara konsekuen membangun Papua dengan dana Otsus. Kemudian membagi wilayah ototnomi baru di Papua untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Ketika kedamaian terusik di Papua bagi orang Papua, dan non-Papua juga merasakan hal yang sama, dan selalu terjadi konflik horizontal, entah kapan akan berakhir? Kita tidak tahu,” ujarnya.
Kenyataan saat ini, kata Uskup, orang Papua menjadi pengungsi di atas tanah leluhurnya. Lebih sadis lagi banyak orang Papua dibunuh seperti binatang.
“Tapi saya juga mengakui bahwa orang non-Papua juga dibunuh seperti binatang. Rupanya manusia tidak ada harganya, seperti binatang yang selalu dibunuh, padahal manusia itu punya martabat yang tinggi, karena manusia adalah ciptaan Allah yang mulia,” katanya.
Bila mana kita hidup dalam damai, lanjut Uskup, kita harus saling mengasihi satu sama lain. Mengasihi kepada siapapun tanpa mengenal muka, tanpa mengenal tempat tinggal, tanpa mengenal tempat asal.
“Siapa pun, kapan pun , di mana pun, mengasihi. Titik. Kita stop dengan kekerasan, kekerasan tidak menyelesaikan masalah, kapan pun, di mana pun, stop kekerasan. Di dalam keluarga stop kekerasan atas pribadi, stop kekerasan atas kelompok, stop kekerasan atas suku, stop kekerasan atas agama, stop kekerasan antara orang Papua dan kelompok Nusantara, stop kekerasan antara TNI dan TPNPB, stop dengan semua itu,” ujarnya.
Uskup juga menegaskan kita perlu berhenti dengan korupsi, kolusi, nepotisme. Berhenti dengan perbedaan suku, ras, agama, antar golongan, dan kebiasaan untuk mabuk-mabuk.
“Stop, banyak orang Papua mati karena mabuk. Dengan narkoba kita hentikan, dengan seks bebas kita harus hentikan, karena itu menyebabkan peningkatan HIV/AIDS di Kota Jayapura,” ujarnya.
Uskup Dukung upaya Dialog
Uskup Jayapura Mgr Yanuarius Theofilus Matopai You juga mengajak untuk mendukung agar ada dialog antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua, sebagai sarana komunikasi dan mendukung perdamaian.
“Kenapa harus dialog? Orang Papua bicara dan dikasih kesempatan untuk didengar. Tidak berarti semua yang di katakan orang Papua itu diterima, tapi bahwa ada kesempatan untuk orang Papua menyampaikan unek-uneknya, diterima atau tidak, itu urusan pemerintah. Tetapi kesempatan itu harus dikasih.
Dialog itu, kata Uskup, harus didorong supaya bisa terjadi. Karena dialog itu menjadi sarana terciptanya perdamaian.
“Marilah kita terus hidup bersama dalam persaudaraan yang sejati, Tanah Papua ini tidak hanya diciptakan untuk orang Papua saja, tapi semua orang yang datang, hidup dan tinggal di sini, kita hidup bersama-sama, dalam semangat persaudaraan, dalam semangat kasih, dengan itu kita dapat ciptakan damai itu,” ujarnya.
Uskup juga mengajak untuk saling berlaku adil dan diperlakukan adil dalam segala hal, terutama bagi orang-orang Papua.
“Orang-orang Papua perlu dihargai, perlu diberikan kehormatan, karena ia adalah anak sulung dari negeri ini. Jangan merampas apa yang menjadi hak orang Papua,” ujarnya.
Uskup juga mengajak saling mengasihi satu sama lain, karena manusia itu punya martabat dan nilai yang sama. Tidak ada perbedaan-perbedaan sedikit pun.
“Saya mengajak kepada umat Kristiani, kepada para gembala dan pastor, kepada umat semuanya, mari kita terus benari, terus menyuarakan, suara kenabian gereja, membenahi ketiakadilan, ketidakbenaran, membenahi pelanggaran-pelanggaran hak asasi, itulah Injil,” katanya.
Injil, kata Uskup, berarti mewartakan kebenaran. Injil berarti mewartakan kasih, Injil berarti mewartakan kedamaian, Injil berarti membawa nilai-nilai manusia, dan Injil itu membawa keselamatan.
“Bersuaralah para gembala, bersuaralah para pastor, bersuaralah para pimpinan umat, untuk menciptakan damai, bukan untuk menciptakan kerusuhan,” ujarnya.
Uskup juga mengajak agar menjaga dan melestarikan alam Papua. “Stop jual-jual tanah, olahlah tanah itu, tapi boleh dijual untuk kepentingan umum, asal pihak-pihak yang berhak harus dilibatkan, supaya tidak terjadi pro-kontra. Kalau terjadi pro-kontra timbul lagi masalah, memicu lagi kerusuhan, konflik,” ujarnya.
Uskup juga menngajak untuk menjaga agar kampung dan dusun selalu terawatt. “Kita juga membuat penghijauan, kita juga mencegah global warming, dan kita juga pada akhirnya lawan, lawan, lawan, kolusi yang diciptakan untuk mengeruk sumber daya alam di Tanah Papua,” ujarnya. (*)
Discussion about this post