Jayapura, Jubi – Tim Kuasa Hukum Advokasi Selamatkan Hutan Papua selaku kuasa hukum masyarakat adat Suku Awyu mengajukan tambahan alat bukti surat untuk gugatan Tata Usaha Negara atas izin kelayakan lingkungan perkebunan kelapa sawit yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua. Tambahan alat bukti surat itu diajukan dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jayapura pada Kamis (27/7/2023).
Perkara Tata Usaha Negara (TUN) itu terkait izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan DPMPTSP Papua untuk perkebunan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL. Izin itu mencakup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 36.096,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan. Suku Awyu selaku penggugat dalam perkara itu menyatakan izin itu diterbitkan DPMPTSP Papua tanpa sepengetahuan masyarakat adat Suku Awyu.
Gugatan TUN atas izin kelayakan lingkungan perkebunan kelapa sawit itu terdaftar di PTUN Jayapura dengan nomor perkara 6/G/LH/2023/PTUN.JPR. Perkara ini diperiksa dan diadili majelis hakim yang dipimpin Merna Cinthia SH MH bersama hakim anggota Yusuf Klemen SH dan Donny Poja SH.
Dalam sidang Kamis, Tim Kuasa Hukum Advokasi Selamatkan Hutan Papua selaku kuasa hukum penggugat mengajukan tambahan alat bukti surat dalam perkara itu. Tambahan bukti surat yang diajukan itu termasuk atas dokumen peta wilayah adat penggugat yang telah di-overlay dengan peta konsesi PT Indo Asiana Lestari dalam dokumen Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL).
Tim Kuasa Hukum Advokasi Selamatkan Hutan Papua juga mengajukan tambahan bukti surat berupa surat permohonan pengakuan wilayah masyarakat adat marga Woro sebagai bagian Suku Awyu kepada Bupati Boven Digoel, dokumen batas hak ulayat, dan berita acara kesepakatan, pemanfaatan dan perlindungan ulayat atas tanah dan hutan masyarakat adat marga Woro, serta dokumen survei dan proses pemetaan partisipatif hak ulayat.
Mereka juga mengajukan bukti surat berupa Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2020 tentang perlindungan dan pengembangan pangan lokal, Peraturan Khusus Daerah Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua, dan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Sejumlah peraturan daerah itu diajukan sebagia bukti bahwa obyek sengketa melanggar berbagai peraturan daerah tersebut.
Usai menerima bukti tambahan, hakim ketua Cinthia SH MH masih memberikan kesempatan kepada penggugat dan tergugat untuk mengajukan bukti tambahan. Hakim ketua Cinthia kemudian menunda sidang hingga Kamis (10/8/2023). (*)