Jayapura, Jubi – Pemekaran Provinsi Papua untuk membentuk tiga provinsi baru ternyata berdampak terhadap Pendapatan Asli Daerah maupun Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Papua. Pemerintah Provinsi Papua tengah mencari cara baru untuk menambah Pendapatan Daerah.
Pemekaran Provinsi Papua pada 2022 berlangsung di tengah protes dan penolakan dari banyak pihak di Tanah Papua. Akan tetapi, pemerintah pusat dan DPR RI terus menggulirkan pemekaran itu.
Pemekaran Provinsi Papua telah menghasilkan pembentukan Provinsi Papua Selatan (dibentuk dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan), Provinsi Papua Tengah (dibentuk dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah), dan Provinsi Papua Pegunungan (dibentuk dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan). Undang-undang (UU) pembentukan tiga provinsi itu disahkan pada pada 25 Juli 2022.
Repotnya bagi Provinsi Papua, sejumlah wilayah yang sebelumnya menjadi motor pertumbuhan ekonomi dan sumber pundi-pundi Pemerintah Provinsi Papua justru lepas, karena menjadi wilayah provinsi baru. Misalnya, PT Freeport Indonesia misalnya, yang berada di Kabupaten Mimika, dan kini menjadi bagian dari wilayah Provinsi Papua Tengah.
Dampaknya pun langsung terlihat dari besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Papua yang terus menurun dengan signifikan. Data laman internet resmi Pemerintah Provinsi Papua, noken.papua.go.id menunjukkan besaran PAD dan Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Papua yang kian mengempis pasca pembentukan ketiga Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pemekaran Provinsi Papua.
Angka tertinggi PAD Papua terjadi pada 2022. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD-Perubahan Provinsi Papua tahun 2022 mematok target PAD Rp2.115 triliun, dan terealisasi realisasi Rp2,226 triliun.
Pendapatan Daerah Provinsi Papua terjadi pada 2021. APBD-Perubahan Provinsi Papua tahun 2021 mematok target Pendapatan Daerah senilai Rp14,675 triliun, dan berhasil terealisasi Rp13,886 triliun.
Kini, lain lagi faktanya. APBD Provinsi Papua 2024 mematok target PAD “hanya” Rp565 miliar (realisasi hingga Mei 2024 Rp276,35 miliar). Sementara Pendapatan Daerah dipatok “hanya” Rp2,739 triliun (realisasi sampai Mei 2024 Rp700,6 miliar).
Beban berkurang, tapi tetap pusing
Pasca pemekaran, beban pengeluaran Pemerintah Provinsi Papua memang berkurang. Beban gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) misalnya, berkurang karena ada ribuan ASN Pemerintah Provinsi Papua yang telah dialihkan menjadi ASN tiga provinsi baru. Akan tetapi, bukan berarti Pemerintah Provinsi Papua tidak pusing menghadapi besaran Pendapatan Daeran dan PAD yang anjlok itu.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Papua, Hans Hamadi saat ditemui di sela-sela Rapat Paripurna DPR Papua Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Papua di Kota Jayapura pada Kamis (13/6/2024) menjelaskan saat ini pihaknya fokus menggenjot
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), karena PKB menjadi bagian terbesar dari PAD Pemerintah Provinsi Papua. Bapenda Papua juga menggenjot pungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak atas Penyerahan Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak rokok dan pajak alat berat.
Hamadi mengakui pihaknya berupaya menggenjot Pajak Kendaraan Bermotor untuk mendongkrak kembali PAD yang anjlok gara-gara Papua kehilangan pendapatan pajak dari sektor pertambangan.
“Setelah adanya DOB, Provinsi Papua tidak lagi memiliki pajak tambang, sehingga pendapatan kami berkurang. Aset Pemerintah Provinsi Papua di tiga DOB juga telah diserahkan ke pemerintahan baru. Kini Papua hanya mengelola delapan kabupaten dan satu kota. Pada 2023, realisasi PAD Papua menyentuh angka Rp1 triliun lebih. Pada 2024, target [PAD kami] hanya Rp565 miliar,” kata Hans Hamadi.
Anggota Badan Anggaran DPR Papua, Junaidi Rahim dalam rapat paripurna DPR Papua pada Kamis menyoroti realisasi Pendapatan Daerah yang anjlok. Menurutnya, Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi Papua telah menurun drastis gara-gara perubahan tata kelola Dana Otonomi Khusus pada 2021. Sejak saat itu, Pemerintah Provinsi Papua benar-benar harus mengandalkan PAD.
“Hal itu berkontribusi kepada APBD Papua. Akibat menurunnya dana transfer dari pemerintah pusat yang cukup signifikan, presentase PAD terhadap APBD cukup tinggi,” kata Junaidi Rahim.
Akan tetapi, kini PAD Pemerintah Provinsi Papua juga anjlok, gara-gara banyak wajib pajak yang “hilang” dari Provinsi Papua, karena telah menjadi bagian dari tiga provinsi baru.
DPR Papua mendorong Gubernur beserta jajaran terkait dengan penghimpunan permasalahan dan solusi mendongkrak PAD agar lebih optimal dan inovatif. Pemerintah Provinsi Papua juga diminta mencari sumber pendapatan baru pasca pemekaran Papua.
Penjabat Sekda Papua, Darek Hegemur mewakili Penjabat Gubernur Papua mengatakan Pemerintah Provinsi Papua telah bersiasat dengan anjloknya besaran APBD Provinsi Papua. Caranya, dengan memperbaiki pengelolaan belanja daerah.
Terkait dengan pengelolaan pembiayaan pembangunan daerah provinsi Papua, tetap mengoptimalkan penerimaan pembiayaan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun Anggaran Sebelumnya atau SiLPA dan pengeluaran pembiayaan dalam rangka pembentukan dana cadangan dan penyertaan modal pemerintah daerah.
“Pemerintah provinsi mengapresiasi upaya dan kerja keras pimpinan serta anggota DPR Papua mencermati LKPJ Gubernur anggaran 2023. Pemerintah akan memberikan perhatian terhadap hasil pembahasan Badan Anggaran dan komisi-komisi DPR Papua yang tertuang dalam rekomendasi, untuk disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan,” katanya. (*)
Discussion about this post