Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Ikatan Pelajar Dan Mahasiswa Kab. Puncak (IPMAP) Se-Jawa dan Bali Kelanus Kulua, mendesak Pimpinan TNI/POLRI memeriksa para anggotanya yang terlibat dalam penyiksaan dan penganiayaan terhadap tujuh anak yang ditangkap pasca pencurian senjata di Sinak.
Ketujuh anak itu yakni Deson Murib, Pingki Wanimbo, Waiten Murib, Aton Murib, Elison Murib, dan Murtal Kulua dan almarhum Makilon Tabuni. Mereka ditangkap pada 22 Februari 2022 Pukul 10:00 WIB malam.
Penganiayaan tujuh anak di Sinak itu bermula dari kasus pencurian senjata jenis SS2 prajurit Batalyon Infanteri Mekanis 521/Dadaha Yodha, Prada Kristian Sandi Alviando pada 22 Februari 2022. Saat itu, aparat keamanan menangkap tujuh anak, diduga menganiaya mereka, termasuk Makilon Tabuni. Makilon Tabuni kemudian meninggal dunia, dan jenazahnya telah diperabukan di Sinak pada 24 Februari 2022.
Kulua mengatakan, TNI/POLRI, menuduh anak-anak SD telah merampas sepucuk senjata milik aparat tanpa bukti jelas. Sehingga mengakibatkan anak-anak di bawah umur berjumlah 6 orang menjalani perawatan. Satu siswa SD kelas 6 yang berusia 8 tahun, bernama Makilon Tabuni meninggal dunia.
“Sementara ini ada lima anak-anak yang masih menjalani perawatan di rumah. Sementara satu orang bernama Derson Murib mendapat rujukan berobat di kabupaten Mimika, sebab siksaannya sangat keras sehingga tak bisa makan,” tulis kelanus Kulua dalam pers release yang diterima Jubi, Jumat (4/3/2022).
Kulua mengatakan, tindakan aparat tidak profesional dan sadistis. Aparat keamanan seharusnya melindungi warga. Tapi justru menyiksa dan membunuh anak -anak.
“Aparat penegak hukum serta aparat keamanan yang bertugas di Puncak Papua belum sepenuhnya memberikan perlindungan anak-anak sekolah SD, SMP, SMK/SMA dan perempuan sebagai kaum rentan yang harus dilindungi negara, serta warga sipil masyarakat di kapupaten puncak pada umumnya,” katanya.
Karena itu menurut pihaknya, tindakan aparat keamanan syarakat sipil itu, tidak bisa dibiarkan.
“Dalam hukum HAM internasional, pasal 6 kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR), yang telah diratifikasi indonesia melalui UU nomor 12 tahun 2005, telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh dirampas hak hidupnya.
Baca juga:
Penganiayaan anak di Sinak bukti negara tidak serius lindungi anak di Papua
Anggota Polri diduga jual Togel di Distrik Sinak resahkan warga
Sedangkan dalam kerangka hukum nasional.hak untuk hidup di lindungi dalam pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta pasal 9 UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak assasi manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahangkan hidup,”katanya.
Untuk itu, IPMAP Se-Jawa dan Bali Menuntut dan menyatakan sikap tegas; Pemerintah Provinsi Papua memberikan intruksi khusus kepada Polda dan Kapolres Kabupaten Puncak segera memproses secara hukum terhadap pelaku.
“Negara segera menyelidiki tindakan penganiayaan terhadap 7 orang siswa SD secepatnya, secara mendalam dan efektif melalui badan-badan independen dan imparsial, harus menjamin terlaksananya pengadilan terhadap pihak-pihak yang bertangung jawab, serta memberikan hak reparasi bagi para korban,” katanya.
Lanjut Kulua bahwa, semua peristiwa ini bisa terjadi karena adanya militer non organik yang tidak tahu menahu kondisi serta kultur warga setempat, sehingga apabila ada kasus mereka main hajar sembarang.
“Kami mahasiswa dengan tegas meminta agar, pasukan segera tarik militer TNI/POLRI baik itu organik maupun non organik dari Kabupaten Puncak Papua,” katanya.
Kontras desak pengusutan tindakan penyiksaan 7 anak
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menyebut penganiayaan dan penyiksaan anak di Puncak Papua, merupakan bukti negara tidak serius melindungi Anak di Papua.
“Sebab berdasarkan kronologis yang telah kami verifikasi, ketujuh anak tersebut diduga kuat dianiaya dan disiksa oleh aparat TNI karena dituduh mencuri senjata di Pos PT Modern, Bandara Tapulunik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua. Peristiwa ini tentu menambah panjang deretan catatan buruk kekerasan oleh aparat di Papua.” Katanya.
Tim Advokasi HAM untuk Papua mengutuk keras tindakan penganiayaan dan penyiksaan terhadap 7 anak di bawah umur sehingga menyebabkan satu di antaranya meninggal dunia.
Pertama, Negara bertanggung jawab dengan mengusut tindakan penyiksaan terhadap 7 orang anak yang mengakibatkan satu di antaranya meninggal dunia secara transparan dan akuntabel.
Kedua, TNI/Polri untuk menghukum seluruh anggotanya yang terbukti terlibat dalam tindakan penyiksaan
Ketiga, pemerintah untuk melakukan pemulihan secara optimal baik secara fisik dan psikis terhadap 6 korban anak yang sedang mendapat perawatan serta pemulihan yang efektif kepada keluarga korban yang anaknya meninggal dunia.
Keempat, Komnas HAM segera melakukan penyelidikan dan mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi, serta mengawal agar penghukuman kepada seluruh anggota TNI yang terlibat.
Kelima, LPSK dan KPAI bergerak secara proaktif mendampingi dan melindungi keluarga, termasuk anak-anak serta menjalankan pemulihan yang efektif.(*)
Editor: Syam Terrajana
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!