Oleh: Joonathan Frizzy Mebri*
Sebagai sebuah kampung di pinggiran pantai, Kampung Holtekamp memiliki destinasi wisata pantai yang bernama Pantai Holtekamp. Kawasan ini memiliki luas sekitar 8 kilometer persegi dan panjang 700 meter. Panjang pantai ini adalah versi UNSRAT pada tahun 2023.
Dengan angka ini, Pantai Holtekamp merupakan aset potensial dari pemerintah Kota Jayapura, Provinsi Papua, dan masyarakat, dalam hal sektor pariwisata.
Tidak hanya panjang, Pantai Holtekamp di Kota Jayapura ini, menjadi rumah bagi ratusan kepiting pasir. Pun potensi luas lautnya bagi ribuan spesies laut dan terumbu karang.
Sayangnya, potensi-potensi laut tersebut kini berubah menjadi bencana. Sampah terus berdatangan, dan menumpuk di pinggir pantai.
Sampah yang menumpuk di bibir pantai disebabkan oleh pengelolaan sampah dari masyarakat Kota Jayapura, yang buruk.
Selain itu, faktor pendorong dalam perkembangan pariwisata pantai seperti Jalan Hamadi–Holtekamp (Jembatan Youtefa dan Ring Road), telah mempermudah akses masyarakat, untuk berwisata di Pantai Holtekamp dan sekitarnya.
Tidak hanya mempermudah akses masyarakat ke Pantai Holtekamp, pembangunan jalan tersebut juga berpotensi meningkatkan pendapatan harian masyarakat pemilik destinasi wisata, di sekitar kawasan itu.
Namun, pilihan masyarakat untuk berwisata di Pantai Holtekamp, akan berpotensi hilang akibat tumpukan sampah. Selain perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan, ketergantungan pelaku usaha di kawasan Teluk Yos Sudarso (Teluk Youtefa) terhadap penggunaan plastik sekali pakai dalam berbagai bentuk–seperti wadah makanan dan minuman berbahan plastik sekali pakai, merupakan strategi bisnis tanpa pemantauan dan pengelolaan sampah yang baik, turut berkontribusi.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Kemen-KLHK, masyarakat Kota Jayapura, setiap hari memproduksi 260 ton sampah. Berton-ton sampah itu didominasi sampah rumah tangga dan sampah pelaku usaha.
Dengan minimnya pengelolaan sampah juga berpotensi menjauhkan Kota Jayapura dari visi sebagai kota yang Bersih, Rapi, Indah, Aman, Nyaman atau Beriman dan Manusiawi. Visi Kota Beriman dan Manusiawi akan menjadi slogan isapan jempol semata.
Implementasi dari Peraturan Daerah atai Perda Kota Jayapura Nomor 13 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kebersihan dan Instruksi Wali Kota Jayapura Nomor 5 tahun 2023 Tentang Kebersihan dan Keindahan Kota Jayapura, masih jauh dari harapan.
Apalagi, Kota Jayapura merupakan ibu kota Provinsi Papua, sebelum dan sesudah Daerah Otonomi Baru (DOB), berpotensi terus meningkatnya populasi penduduk, yang mengancam tingginya produksi sampah. Tapi minim pengelolaan sampah.
Laporan World Economic Forum menaksir hanya 5 persen plastik didaur ulang dengan efektif, 40 persen sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA sampah, dan sisanya berakhir di lautan.
Berbagai media telah memberitakan kondisi dan inisiatif berbagai kelompok di Pantai Holtekamp, yang terus mendapatkan kiriman sampah.
Misalnya laporan foto antara bertajuk “Sampah Plastik Cemari Teluk Youtefa Jayapura” (4/5/2023), atau aksi 100 orang dari Komunitas Perempuan Peduli Lingkungan, yang berhasil menggerebek sampah pada Jumat lalu (6/9/2024), hingga mengumpulkan 524 kilo atau setengah ton sampah (Kabarpapua.co, 6 September 2024).
Fakta-fakta terkait tumpukan sampah di kawasan Holtekamp, atau Teluk Youtefa pada umumnya, menjadi gambaran kegagalan pengelolaan sampah memberikan dampak langsung ke destinasi wisata pantai. Sampah terus berdatangan, walaupun inisiatif dan kolaborasi telah dilakukan.
Akan tetapi, apakah permasalahan sampah di Pantai Holtekamp cukup dengan inisiatif tanpa program kebersihan pantai yang berkelanjutan?
Banyak solusi yang bisa dilakukan untuk bisa mencapai target yang diusung. Misalnya, memfasilitasi dan memberikan pendidikan atau edukasi pengelolaan sampah, yang berpotensi meningkatkan ekonomi bagi masyarakat pesisir di Kota Jayapura.
Solusi lainnya adalah menguatkan regulasi dan pengawasan terhadap pelaku usaha pengguna plastik sekali pakai. Dan meningkatkan program pengelolaan sampah, terutama kepada generasi muda di Kota Jayapura, dan Papua pada umumnya. (*)
*Penulis adalah mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih (Prodi HI FISIP Uncen Jayapura, Papua)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!