Jayapura, Jubi – Gedung tua peninggalan Belanda itu kini terlantar, terbengkalai, dan tak terurus lagi. Genteng atap rumah rusak dan sebagian kamar rusak parah. Beruntung ada beberapa mahasiswa Papua tinggal dan bertahan untuk menjaga serta mengawasi aset milik Pemerintah Provinsi Papua di Jalan Cilaki 59, Cihapit Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat. Bangunan tua itu sejak 1970-an dikenal sebagai Asrama Mahasiswa Papua Kamasan II Bandung.
“Kita setiap akhir bulan biasa melakukan kebaktian dan ibadah di dalam ruang tamu asrama,” kata Fransiskus Iyai, Ketua Ikatan Mahasiswa se Tanah Papua Bandung Jawa Barat atau IMASEPA BJB, saat ditemui jubi.id di Bandung, Minggu (6/8/2023) siang.
Dia menambahkan sudah berkali-kali menyurat dan mengirim pesan WA kepada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Papua, tetapi tak pernah ditanggapi dan digubris.
“Kalau dihitung mungkin sudah lebih dari 20 kali selama bertahun-tahun,” kata mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini.
Kepala Perwakilan dan Penghubung Pemerintah Provinsi Papua di Jakarta, Alex Kapisa, saat dikontak jubi.id, mengaku bahwa pihaknya tidak bertanggung jawab atas asrama mahasiswa di Pulau Jawa termasuk yang ada di Bandung.
“Itu semua urusan Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Papua,” kata mantan Plt Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Papua.
Pantauan jubi.id selama berkunjung ke Asrama Mahasiswa Papua Kamasan II, sudah tidak ada lagi papan nama Asrama Mahasiswa Papua. Hanya papan nama tanpa tulisan yang memberikan keterangan bahwa bangunan ini adalah tempat pemondokan mahasiswa Papua dari berbagai kota di Tanah Papua.
Saat ini hanya tujuh warga dan mahasiswa Papua yang menempati ruang di lantai dua. Sedangkan ruangan bagian bawah menjadi sekretariat IMASEBA BJB dan pusat kegiatan mahasiswa Papua di Bandung.
Bukan hanya mahasiswa Papua saja, kata Fransiskus Iyai, ada seorang warga Garut yang biasa dipanggil Pak Agus juga tinggal di situ.
“Saya tidak tahu mengapa Pak Agus asal Garut bisa tinggal di Asrama Mahasiswa Papua ini,” katanya.
Selain itu, bagian depan bangunan pavilliun dan bagian tempat jemuran pakaian mahasiswa dulu sudah menjadi tempat penitipan bagi para pedagang di seputar Taman Cibeunying dan Cilaki 59. Selain itu, di bagian depan samping kiri asrama, terdapat Café Rasta yang dikelola oleh mahasiswa Unikom Bandung bernama Yonathan Warinussy.
Bagi Yonathan Warinussy, kehadiran Asrama Mahasiswa Papua di Bandung itu penting sebab bisa menjadi honai atau rumah bersama bagi mahasiswa se Tanah Papua di Bandung dan Jawa Barat.
“Ia kehadiran asrama bisa menjadi tempat berkumpul dan juga pusat informasi bagi mahasiswa se Tanah Papua di Jawa Barat,” katanya.
Namun sejak 2018, sudah tidak ada lagi mahasiswa yang tinggal di situ. Bahkan sampai sekarang tak ada lagi pengurus asrama Kamasan II Bandung.
“Saya empat tahun sebagai Ketua Asrama Kamasan II, barulah ada pemindahan pedagang kaki lima dari Cihaurgeulis ke Jalan Cilaki dan Taman Cibeunying sehingga mulai di depan asrama bermunculan café dan pedagang,” kata Nurdin Baria, alumni Bandung yang kini menetap di kota yang berjuluk Kota Kembang itu.
Mulai saat itu, lanjut Nurdin Baria, pengelolaan parkir di depan asrama dan sekitarnya menjadi tanggung jawab mahasiswa dan digunakan pula untuk kas asrama dan juga bagi mahasiswa dalam pemondokan milik Pemprov Papua itu.
Sementara itu, menurut mantan Sekretaris Ikatan Mahasiswa Irian Jaya (Ipmirja), nama ikatan mahasiswa dulu, William Janno Sondak, semula ada warga di sekitar Jalan Cilaki dan Taman Cibeunying menolak karena menganggap tidak pantas sehingga sepakat tidak setuju.
“Apalagi wilayah tersebut telah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan warisan atau heritage yang perlu dijaga keasliannya seperti zaman Belanda dulu,” kata Sondak.
Dia menambahkan bahwa sebenarnya asrama mahasiswa Cilaki sudah disegel sejak 2015, saat terjadinya pembunuhan di dalam asrama.
“Waktu itu dari Polsekta Cihapit sudah menyegel dengan gembok dan memasan police line. Tetapi saya heran dan tidak tahu mengapa gembok sudah dibuka dan ada aktivitas di dalam termasuk banyak gerobak yang disimpan di dalam asrama,” katanya seraya menambahkan banyak pihak melihat asrama tak terurus seolah-olah tak ada pemiliknya sehingga banyak yang mengincar untuk memiliki bangunan tua peninggalan Belanda itu.
Akibatnya, kata Sondak, saat itu ada ormas yang mau menyegel dan hendak menyerobot masuk serta mengatakan bahwa itu milik mereka sesuai dengan ahli waris tanpa menunjukkan bukti yang benar.
“Saya langsung berhadapan dengan mereka dan mereka bilang coba saya ditunjukkan bukti kepemilikan. Saya bilang Anda yang mau mengambil alih coba tunjukan bahwa Anda yang milik dan sah,” katanya.
Dia menambahkan mereka tak mampu menunjukkan bukti dan terpaksa melepaskan semua papan yang hendak memalang semua bangunan asrama.
“Hingga saat ini mereka sudah tidak lagi mengganggu, karena memang bangunan tua peninggalan orang Belanda ini sudah menjadi incaran berbagai pihak di Kota Bandung,” katanya.
Menurut Abdul Kahar Baria, salah satu alumni mahasiswa Papua asal Pulau Missol Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, bahwa itu adalah bagian dari mafia tanah di Kota Bandung yang selalu mengincar bangunan tua yang kelihatan terlantar dan tak terurus lagi.
“Ia saya kira kemungkinan besar mereka itu merupakan bagian dari mafia tanah yang coba ikut bermain dalam penyerobotan tanah dan bangunan,” katanya.
Swadaya kelola asrama
Untuk mencegah ada pihak-pihak yang hendak menyerobot aset Pemerintah Provinsi Papua itu, pengelolaan dan penjagaan Asrama Mahasiswa Papua Kamasan II selama ini berada di bawah pengurus IPASEMA BJB dan menjadi kantor sekretariat mahasiswa se Tanah Papua di Bandung, Jawa Barat.
“Untuk membayar token listrik dan air minum dari PDAM Kota Bandung jelas kita harus secara swadaya mencari dana. Salah satunya dengan pembayaran sewa ruangan dari pedagang. Terkadang juga kita patungan untuk membeli token listrik,” kata Fransiskus Iyai.
Dia menambahkan kondisi ini tidak bisa bertahan lama. Mestinya ada upaya langsung dan serius dari Pemerintah Provinsi Papua.
”Memang ada beberapa kali pihak Biro Umum datang tetapi realisasinya sangat kecil termasuk terakhir kali hanya memperbaiki beberapa ruangan kamar tidur,” katanya seraya menambahkan biaya rutin pemeliharaan asrama dan biaya listrik terpaksa pihaknya berusaha mencari.
Dia menambahkan sejak 2017 sudah memberikan imbauan kepada para alumni Bandung untuk sama-sama berusaha membantu dan menyelesaikan kerusakan di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan II di Jalan Cilaki No 59 Bandung ini.
“Kaka Edi Mangun dari Pertamina di Jayapura telah menyumbang sekitar 3000 genteng dan ada disimpan di dalam kamar asrama. Saya harap agar para alumni juga tergerak untuk memberikan donasi bagi pembangunan kembali aset milik Pemprov Papua ini,” katanya. (*)