Wamena, Jubi – Hifan Kossay, pengusaha muda asli Papua yang bergerak di bidang produksi batu bata merah dan batu tela (batako) serta beberapa jenis usaha lainnya, sukses dan menjadi contoh bagi pengusaha orang asli Papua (OAP) lainnya.
Usaha yang dikembangkan Hifan Kossay dibawah bendera CV Gunung Horeb Mandiri ada di Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegununungan.
Saat ditemui Jubi, Senin (18/9/2023) pagi, di sela-sela kesibukannya di tempat usahanya, Kossay mengakui bahwa usaha ini sudah dikembangkannya sejak 2018. Gunung Horeb artinya gunung tuhan.
Ia mengungkapkan awal membuka usaha, dirinya merekrut anak-anak asli Lembah Baliem untuk menjadi tenaga kerja namun terkendala karena mereka agak susah dan kurang ada niat untuk bekerja di bidang usaha seperti ini.
“Saya memutuskan merekrut adik-adik saya dari Anggruk, Kabupaten Yahukimo sebanyak delapan orang untuk kerja di sini,” ungkapnya.
Dalam sehari, kata Kossay, dirinya bisa memproduksi 2.500 hingga 5.000 bata merah dan 150 cetakan batu tela dari 5 sak semen, yang dikerjakan dari pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore.
Kossay menambahkan dirinya masih membuka kesempatan kepada anak-anak di Distrik Pisugi untuk bergabung di tempat usahanya, belajar dan mengembangkan potensi mereka.
Konsumen bata merah dan batu tela produksi CV Gunung Horeb Mandiri adalah warga di sekitar kota Wamena dan beberapa kabupaten pemekeran di Provinsi Papua Pegunungan seperti Kabupaten Mamberamo Tengah dan Yalimo.
“Dalam sekali kirim ke daerah itu bisa 1.000 sampai 5.000 bata merah maupun batu tela,” jelasnya.
Harga batu bata produksi Hifan Kossy saat mulai produksi di awal 2018 dibandrol Rp3 ribu untuk bata merah dan Rp7 ribu untuk batu tela. Tahun 2023 ini harga batu bata merah Rp4 ribu per buah.
Kossay menceritakan proses pembuatan batu bata merah tergolong rumit dan memakan waktu yang cukup lama. Rata-rata dalam sekali produksi pembuatan batu bata merah membutuhkan waktu minimal 2 bulan baru siap bakar dan siap dipasarkan.
“Proses pembakarannya kurang lebih memakan waktu 2 hari 2 malam, tergantung jenis tanah yang digunakan dan cuaca saat pembakaran,” jelasnya.
Hifan Kossay mengungkapkan awal membuka usaha hanya modal nekat dan semangat. Ia memiliki uang Rp30 juta dari hasil usaha ternak babi.
Ia memutuskan membuka usaha bidang kerajinan percetakan batu merah dan batako karena pada 2017 mendapat bantuan satu mesin cetak bata merah dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Jayawijaya.
“Kemudian saya kembali menyurati Disperindagkop dan mendapat tambahan lagi bantuan satu unit mesin cetak. Tahun 2023, Bupati Jhon Banua turun sendiri ke tempat usaha saya sekaligus menyerahkan bantuan mesin cetak satu unit lagi dan sekaligus melakukan pembakaran bata merah. Jadi saat ini CV Gunung Horeb Mandiri memiliki tiga unit mesin cetak bata merah,” jelasnya.
Kossay mengatakan rencana ke depan, tempat usahanya akan dipindahkan ke lokasi baru yang lebih dekat dengan pasir putih karena di sana tanah bercampur pasir dan batu krikil sehingga kualitasnya lebih bagus untuk produksi batu bata. Sementara di lokasi saat ini tanahnya agak gemuk.
“Pemidahan ini untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih baik agar para konsumen juga merasa puas dengan kualitas,” katanya.
Selain itu, ke depan Hifan Kossay berencana membuka usaha kripik. Mesin penggiling sudah siap, tinggal mencari bahan baku dan bahan pendukung lainnya.
Ia juga melakukan pembinaan kepada kelompok tani sawah dengan membuka lokasi baru dengan luas lahan 2 hektar yang saat ini masih proses dalam pembuatan kolam dan sudah membuat sebanyak 30 lahan padi sawah serta rencananya akan dikembangkan hingga 6 hektar.
Selain itu ia juga mengembangkan ternak kambing di belakang rumahnya dan mempunyai rencana membuat kolam alam di kampung setempat.
Semua itu ia lakukan di kampung halamannya yakni Kampung Pisugi, Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. (*)