Sentani, Jubi – Pengusaha kecil di Kabupaten Jayapura lebih memilih berjuang sendiri menjalankan dan mengembangkan usaha yang mereka tekuni dibanding mengandalkan bantuan pemerintah. Kegiatan usaha kecil bervariasi, mulai dari usaha kerajinan tangan, perabot rumah tangga, pembuatan sabun cair, hingga pembuatan produk-produk makanan berbahan dasar sagu.
Dalam kegiatan pemerintah, pengusaha kecil dikategorikan sebagai UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah). Dinas Koperasi dan UMKM Pemkab Jayapura mengeklaim ada 5.800 pengusaha kecil di Kabupaten Jayapura.
Bagaimana para pengusaha kecil di Kabupaten Jayapura ini bisa hidup dan menjalankan usaha mereka? Jubi mewawancarai dua pengusaha kecil, Sipora Novita Serontou dan Edmon Karuway.
Sipora Novita Serontou, 47 tahun, pengusaha aneka kue dan makanan ringan berbahan sagu. Warga Kampung Maribu, Distrik Sentani Barat Moi ini mengatakan usaha yang ditekuninya sudah berjalan sejak 2018 dan sangat membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
“Berawal dari kegiatan pelatihan pengolahan produk makanan dari bahan sagu yang diadakan Badan Konservasi Sumber Daya Alam Papua,” ujar Sipora yang ditemui di Kompleks Perkantoran Bupati Jayapura, Gunung Merah Sentani, Kamis (13/6/2024).
Ibu enam anak ini memulai usaha kue martabak sagu dengan modal Rp1 juta. Dari martabak sagu, usahanya meningkat membuat biskuit, kripik, hingga stik dengan bahan dasar sagu.
Ia mengaku hampir sebagian besar usaha dengan modal pribadi. Ia bekerja dengan fasilitas sederhana dan seadanya mengandalkan peralatan rumah tangga.
“Setelah bisa jalan, Dinas Pemberdayaan Perempuan yang membantu fasilitasi untuk buat pelatihan lagi bagi ibu-ibu di kampung dan selain itu juga pendirian galeri pribadi aneka kue sagu,” ujarnya.
Agar usaha tetap berjalan, Sipora juga mengambil kredit di bank dengan nilai pinjaman diawali dengan Rp10 juta. Kemudian meningkat Rp15 juta, Rp20 juta, hingga Rp50 juta. Pinjaman untuk memodali usaha seiring banyaknya pesanan dari luar.
Semua produk berbahan sagu yang diproduksi Novita dipromosikan secara manual dan online. Hasil produksinya dipasarkan di sejumlah galeri produk makanan di Kota Jayapura dan beberapa toko di bawah binaan Papua Youth Creative.
“Jumlah pemesanan bervariasi, seperti kemasan kripik, stik ,dan biskuit sekali keluar biasanya 50 hingga 90 bungkus,” katanya.
Rumah untuk produksinya hanya berukuran 2×3 meter. Karena itu tidak bisa penampung tenaga kerja. Semuanya dikerjakan sendiri dengan fasilitas apa adanya. “Bahan dasar sagu lebih mudah didapat, baik dibeli maupun hasil dari dusun sendiri,” katanya.
Dari usahanya, jika pesanan ramai Sipora setiap bulan mendapat pemasukan Rp20 juta. Jika sedang sepi pesanan pemasaukan merosot hanya Rp5 juta. Namun ia mengaku tetap bersyukur karena bisa menyekolahkan keenam anaknya.
Sipora berharap usaha yang sedang ditekuninya bisa mendapat perhatian serius dari Pemkab Jayapura, Pemprov Papua, dan para pemodal. Sebabm katanya, untuk berkembang lebih besar tidak bisa jika tanpa modal yang besar.
“Saya juga bingung kalau ada ribuan UMKM di daerah ini [Kabupaten Jayapura], sebab yang selalu diundang dan tampil di pameran-pameran dan festival hanya kue sagu dari Kampung Maribu, yang lain tidak pernah terlihat,” katanya heran menanggapi klaim Pemkab Jayapura yang menyebut ada 5.800 pengusaha kecil di Kabupaten Jayapura.
Pengusaha kecil lainnya, Edmon Karuway, pemilik usaha yang memproduksi sabun cair ‘Pace’ mengatakan pada 2019 ada ribuan UMKM di Kabupaten Jayapura, tetapi hingga saat ini data dan jumlah ini tidak begitu kelihatan secara nyata.
“Usaha mikro juga memiliki kewajiban retribusi sebagai pajak dari apa yang diusahakan, yaitu Rp420 ribu setiap tahun. Jika ditotalkan dengan jumlah UMKM yang ada maka setiap tahun bisa mencapai lebih Rp1 miliar sebagai Pendapatan Asli Daerah ini,” ujarnya.
Karuway juga memulai usaha sabun cair cuci piring yang diberi nama sabun ‘Pace’ pada 2018. Ia menginisiasi bersama rèkan muda lainnya.
“Bahan bakunya kita beli dari luar Papua, dengan sekali belanja plus ongkos kirim sebesar Rp20 juta. Bahan baku cair untuk pembuatan sabun,” katanya.
Usahanya sempat vakum pada 2019 karena Covid-19 dan izin Amdal-nya tidak bisa keluar karena produksinya waktu itu dilakukan di rumah limbahnya mengalir ke Danau Sentani. Pada 2020 ia kembali membuka produksi di tempat baru di wilayah Kota Sentani.
Anak muda yang setiap hari bekerja sebagai PNS di Pemkab Jayapura ini mengatakan usahanya kebagian dukungan dan bantuan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jayapura berupa rumah produksi serta motor tiga roda (béntor) yang sangat membantu aktviitas produksi selama ini.
“Saat ini setiap minggu bisa kita hasilkan 400 liter sabun, 1.000 liter setiap bulan. Untuk penjualan dalam kemasan masih terbatas, karena tempat yang tidak memadai. Pesanan lebih banyak dalam bentuk literan, sekali pesan 5 hingga 20 liter, baik untuk pesanan di rumah secara pribadi maupun warung-warung makan,” katanya.
Karuway berharap ada perhatian dari pemerintah terhadap usaha-usaha kecil yang sedang berjalan seperti usaha sabun Pace.
“Usaha ini kita harus jalankan setiap saat agar ada peningkatan ekonomi dalam keluarga. Hasil kotor yang diperoleh setiap bulan mencapai Rp40 juta, jika dipotong biaya produksi dan operasional maka Rp15 juta hasil bersih yang diperoleh setiap bulan,” katanya.
Pemkab Jayapura melalui Dinas Koperasi dan UMKM pada akhir 2023 mengadakan pelatihan manajemen usaha bagi kelompok dan pengusaha kecil. Pelatihan diadakan agar ada pemahaman dan pengetahuan para pengusaha kecil dalam menjalankan usaha masing-masing.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Jayapura Hariyanto mengatakan dinasnya pada 2024 ini sedang melakukan pendataan omset dan jenis usaha para pengusaha kecil di Kabupaten Jayapura.
Ia menjelaskan penyebaran pengusaha UMKM di Kabupaten Jayapura terbagi dalam empat wilayah pembangunan. Usaha paling banyak berada di Wilayah Pembangunan I dan II yang berada di perkotaan. Sementara perbandingan pengusaha Orang Asli Papua (OAP) dan non-OAP beranda pada angka 60 banding 40.
“Pendataan pada 139 kampung dan 5 kelurahan dengan melibatkan Kementerian Koperasi dan UMKM, serta BPS atau Badan Pusat Statistik RI,” ujarnya.
Dinas Sosial Kabupaten Jayapura melalui alokasi Dana Otonomi Khusus juga memberikan perhatian kepada pengembangan potensi UMKM di Daerah ini.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jayapura Arry Deda mengatakan alokasi Dana Otsus yang diterima dinasnya tahun ini sebesar Rp3 miliar. Dana ini dipergunakan untuk membantu para pengusaha kecil, peternakan, dan anak-anak terlantar.
“Dana Otsus ada peningkatan tahun ini, dari tahun lalu RP2 miliar dan tahun ini Rp3 miliar. Untuk peningkatan usaha kecil biasanya kami datangi langsung dan mendata apa yang diperlukan, bisa bantuan dana dan juga fasilitas pendukung. Kabupaten Jayapura dengan 19 distrik ini ada 30 hingga 50 usaha kecil yang dibantu,” katanya. (*)
Discussion about this post