Nusa Dua, Bali, Jubi – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Sekjen PBB, Antonio Guterres menyatakan bahwa demokrasi mengalami kemunduran dan perlu dibela serta diperkuat.
Hal tersebut dikatakan oleh Guterres saat memberikan pesan melalui rekaman video di pembukaan Bali Democracy Forum ke-15 di Nusa Dua, Bali, Kamis (8/12/2022).
“Pada masa di mana ada gejolak, ketegangan, dan kekacauan, perpecahan kian melebar dan orang-orang tersakiti. Demokrasi mengalami kemunduran dan sipil menyempit. Kita berkewajiban untuk bertindak. Kita harus membela dan memperkuat demokrasi,” kata Guterres.
Ia juga menyoroti pentingnya mempromosikan aturan hukum dan sifat universal dari semua jenis hak dasar manusia, termasuk dari segi ekonomi, sosial, politik, sipil, dan kebudayaan.
“Kita harus memegang teguh prinsip demokratis terkait inklusivitas dan dialog, yang menjadi tumpuan dari kontrak sosial yang diperbaharui dan kunci dari perdamaian yang bertahan lama, stabilitas, dan pembangunan berkelanjutan,” paparnya.
Dalam pesan tersebut, dia juga menyerukan bahwa ketimpangan dan ketidakadilan di berbagai lini perlu ditangani.
“Solidaritas global diperlukan untuk memastikan bahwa semua orang, di manapun, dapat memiliki sumber-sumber dan dukungan yang diperlukan untuk berinvestasi terhadap masyarakat dan masa depan mereka,” tambah Guterres.
Lebih lanjut, ia pun menyampaikan apresiasi terhadap Pemerintah Indonesia atas penyelenggaraan Bali Democracy Forum.
Indonesia Tegas Pelihara Semangat Demokrasi
Sementera itu Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia berpegang teguh memelihara semangat demokrasi dan memperkuat fondasi demokrasi itu sendiri.
Penegasan itu disampaikan Menlu dalam konferensi pers yang digelar usai ia membuka pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) yang ke-15 di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Sejalan dengan laporan lembaga-lembaga riset, Menlu mengatakan praktik demokrasi telah mengalami kemunduran dalam beberapa waktu terakhir.
Stagnasi atau kemunduran bahkan juga terjadi di negara-negara demokrasi yang sudah mapan.
Meski demikian, kata Retno, masih banyak kalangan –termasuk pemerintah– yang meyakini bahwa demokrasi harus terus dikembangkan.
“Untuk kasus Indonesia, demokrasi merupakan pilihan kita dan terbukti berperan penting dalam memajukan perdamaian, stabilitas, kemakmuran, serta berkontribusi terhadap keberhasilan Indonesia menghadapi pandemi,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa demokrasi bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah cara untuk mencapai tujuan.
Dan yang perlu digarisbawahi, ujar Retno, adalah bahwa demokrasi harus membawa manfaat langsung bagi masyarakat serta berkontribusi dalam memberikan solusi.
“Masa depan demokrasi akan sangat tergantung pada kita, apakah kita akan terus mendukung atau menyerah terhadap demokrasi,” tambahnya.
Bagi Indonesia, ia menambahkan, pilihan yang jelas adalah untuk memelihara semangat demokrasi dan memperkuat fondasi demokrasi.
“Itulah kenapa Indonesia terus menyelenggarakan BDF dan terus mendorong nilai-nilai demokrasi dalam hubungan antar-bangsa,” katanya.
Bali Democracy Forum yang ke-15 berlangsung di Nusa Dua, Bali pada Kamis, dengan dihadiri oleh 323 peserta dari 112 negara serta lima organisasi internasional, dan 52 di antaranya hadir secara virtual.
BDF 2022 dibagi ke dalam dua sesi, yang pertama yakni membahas tema Fair and Equitable Access for Global Public Goods: Democratic Response.
Sementara, sesi kedua membahas Democracy at the Crossroad: Shaping Governance in the New Global Landscape.
BDF 2022 mengambil tema Democracy in a Changing World: Leadership and Solidarity, yang dianggap relevan dengan situasi dunia yang tengah menghadapi berbagai tantangan. (*)