Makassar,Jubi – Sidang keempat kasus pelanggaran HAM Paniai di Pengadilan HAM Makassar, mengungkap selongsong peluru yang ditemukan di Lapangan Karel Gobay, adalah kaliber 5.56 dari jenis senjata SS1. Jenis senjata berat ini, dimiliki oleh aparat kepolisian.
Pernyataan itu, diungkapkan AKBP Daniel T. Prionggo, mantan Kapolres Paniai yang hadir sebagai saksi dalam persidangan. Temuan selongsong itu diungkapkan Daniel, ketika dia mendatangi lapangan Karel Gobay, sekitar pukul 12.00 WIT kala itu.
Dia melakukan olah TKP di lapangan, meski kemudian tak bisa mengingat berapa jumlah selongsong peluru yang ditemukan. Saat peristiwa malam 7 Desember 2014, Daniel tak berada di Paniai, melainkan melakukan perjalanan keluar kota. Namun, pada pagi 8 Desember 2014, dia dalam perjalanan kembali menuju Paniai.
Dalam sambungan telepon dengan tim kepolisian Polres Paniai, dia mendapatkan informasi jika kerusuhan di lapangan Karel Gobay menewaskan empat orang dan puluhan luka-luka. “Dalam perjalanan, saya singgah di rumah sakit. Tapi tidak masuk hanya di gerbang karena banyak massa. Setelah itu saya langsung Polsek Eranotali,” katanya.
“Di sana ada Bupati (Hengki Kayame). Saya bertegur sebentar saja, karena dia sibuk tenangkan massa. Ada juga Danramil dan Kapolsek (Paniai Timur).”
Hakim anggota, Robert Pasaribu, kemudian meminta kejelasan mengenai informasi apa saja yang ditelah diketahui Daniel. “Hanya informasi umum saja. Tidak ada laporan detail. Dan awalnya hanya bilang semua terkendali,” katanya.
Selanjutnya, olah TKP yang dia lakukan hanya mencari dan mengumpulkan barang bukti. Dia tak melakukan rekonstruksi, keberadaan massa, letak korban penembakan hingga situasi kerumunan. “Jadi apa yang anda lakukan,” kata Hakim anggota Siti Noor Laila.
Bagi Siti, ungkapan Daniel sangat tidak beralasan, sebab dia menjadi pemimpin Polres Paniai. “Apakah anda menemukan bercak darah di lapangan?,” kata Siti.
“Tidak, selongsong saja,” jawab Daniel.
Selongsong yang ditemukan itu kemudian oleh Daniel didentifikasi sebagai selongsong dari peluru jenis SS1. “Apakah jenis SS1 ini digunakan oleh institusi lain juga?,” kata Robert Pasaribu.
“Hanya Polri yang menggunakan. Setahu saya,” jawabnya.
“Ditemukan proyektil?,” lanjut Pasaribu
“Tidak.”
Daniel dalam persidangan itu juga tak mengetahui, jika ada temuan proyektil. Dia hanya memastikan, jika temuan selongsong itu disimpan di bagian Reserse Polres Paniai hingga saat ini.
Bagi Daniel, uji balistik yang belakangan yang dilakukan tim Laboratorium Forensik Mabes Polri, tak diketahui hasilnya. “Saya tidak tahu kalau itu ada,” katanya.
“Bagaimana saudara lupa, sementara anda pemimpinnya,” kata Siti.
“Saya lupa, yang mulia.”
Penasehat hukum terdakwa, Syarir Cakkari, juga meminta kejelasan titik penemuan selongsong peluru. “Selongsong ditemukan di lapangan, tidak ada di halaman Koramil dan Polsek,” kata Daniel.
Saat olah TKP, Daniel juga masih menyaksikan dua korban dalam peristiwa lapangan Karel Gobay. Jenasah sudah dimasukkan dalam peti. “Jadi saya tidak sentuh. Dan lihat dimana luka tembaknya,” katanya.
Pernyataan Daniel, membuat Jaksa, Penasehat Hukum terdakwa, hingga Hakim berang. Mereka meminta Daniel terbuka, karena telah disumpah sebelum persidangan dimulai.
Tak ada laporan rinci kejadian Paniai
Laporan mengenai olah TKP yang dilakukan oleh Polres Paniai pada 8 Desember 2014, disampaikan kepada Polda Papua dengan lisan. Daniel bahkan tahu jika ada laporan tertulis secara lengkap diberikan ke Polda.
“Kami tidak sempat buat laporan lengkap. Kalau ada kemudian, saya lupa,” katanya.
Alasan Daniel, kejadian dan perkembangan soal kasus Paniai selanjutnya tak diketahuinya. Dai menjabat sebagai Kapolres Paniai tahun 2014, dan bertakhir pada Mei 2015. Dalam rentang empat bulan, setelah peristiwa Desember, dia juga tak mengetahui perkembangannya.
“Jadi apa yang saudara lakukan selama rentang itu?,” kata Siti Noor.
“Saya lupa,” jawabnya.
Sidang Pengadilan HAM atas kasus Paniai yang sudah keempat kalinya ini,dijadwalkan digelar dua kali seminggu, setiap Senin dan Kamis. (*)