Jayapura, Jubi – Sejumlah mahasiswa Papua yang berkuliah di Selandia Baru menilai penetapan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar adalah kriminalisasi terhadap Enembe. Para mahasiswa itu curiga bahwa proses hukum yang dijalankan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam kasus itu merupakan intervensi kekuasaan atau lembaga negara lain.
Hal itu dinyatakan salah satu mahasiswa Papua di Selandia Baru, Roy Towolom yang dihubungi Jubi melalui layanan pesan WhatsApp pada Senin (3/10/2022), setelah ia menggelar aksi diam di lingkungan Kedutaan Besar RI di Welinton, Selandia Baru, untuk memprotes penetapan Enembe sebagai tersangka penerimana gratifikasi atau suap senilai Rp1 miliar. “Pandangan itu dibuat berdasarkan beberapa fakta termasuk fakta-fakta historis,” kata Towolom kepada Jubi.
Towolom menyatakan mahasiswa Papua di Selandia Baru menilai KPK terkesan melakukan proses penyidikan dugaan penerimaan gratifikasi itu secara terburu-buru, tanpa melalui proses penyelidikan atau pemeriksaan sebagai saksi sebagaimana diatur dalam KUHAP. “Hal itu dianggap telah melanggar asas praduga tak bersalah dan merugikan hak hukum Gubernur Lukas Enembe sebagai warga negara Indonesia,” kata mahasiswa Universal College of Learning tersebut.
Towolom menyatakan setelah KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar, terlihat ada intervensi langsung Menteri Koordiantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Keterangan pers yang disampaikan Mahfud MD juga dinilai para mahasiswa sebagai pemaparan data yang belum diproses melalui penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan Enembe sebagai saksi.
“Lukas Enembe beberapa kali sebelumnya sudah pernah mengalami tuduhan melakukan tindak pidana korupsi. Namun, tuduhan-tuduhan tersebut tidak terbukti. Tidak hanya [dituduh] korupsi, ada juga upaya penunjukkan Pelaksana Harian Gubernur Papua oleh Menteri Dalam Negeri pada Juli 2021, saat Gubernur Lukas Enembe sedang berobat di luar negeri,” ujarnya.
Towolom menyatakan berbagai fakta itulah yang membuat para mahasiswa Papua di Selandia Baru memandang langkah KPK menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka penerimaan gratifikasi adalah kriminalisasi. Ia menyatakan para mahasiswa Papua di Selandia Baru mendesak KPK menghentikan proses penyidikan terhadap Gubernur Papua.
Ia mengingatkan intervensi kekuasaan dalam proses hukum akan menimbulkan dampak yang serius, terlebih sudah ada gerakan “Save Lukas Enembe” di Papua.
“Itu menjadi kekuatiran serius, karena dinilai akan berpotensi buruk untuk menjaga keamanan dan kedamaian di Tanah Papua, bahkan di luar dari Papua. Kemungkinan, pergerakan masyarakat bisa saja meningkat, karena Gubernur Papua Lukas Enembe telah dianggap sebagai seorang tokoh oleh sebagian besar rakyat Papua. Itu sudah terlihat dari beberapa waktu yang lalu,” katanya.
Jika proses hukum terhadap Enembe itu berlanjut, mahasiswa asal Papua di Selandia Baru berharap KPK mengedepankan asas-asas hukum yang telah ditentukan, tanpa ada intervensi dari lembaga negara lainnya. “Kami mahasiswa Papua di Selandia Baru akan terus bersuara jika hak-hak hukum dan hak-hak konstitusi rakyat dan pemimpin di Papua terus dipermainkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya. (*)