Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura, Papua kembali menggelar sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021, Senin (28/3/2025). Dalam sidang itu, terdakwa Theodorus Rumbiak mengatakan Pengurus Besar Pekan Olahraga Nasional atau PB PON XX Papua masih memiliki utang ke vendor sebesar Rp342 miliar.
Empat pejabat PB PON XX Papua 2021 kini duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah Vera Parinussa (Koordinator Revenue), Reky Douglas Ambrauw (Koordinator Bidang Transportasi), Theodorus Rumbiak (Bendahara Umum), dan Roy Letlora (Ketua Bidang II).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa keempat terdakwa telah menyalahgunakan dana penyelenggaraan PON XX, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp204,3 miliar. Mereka didakwa dengan pasal primer, yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang ditangani majelis hakim yang diketuai Lidia Awinero SH MH dengan anggota Nova Claudia De Lima SH, Andi Mattalatta SH, dan Muhammad Tadzwil Mustari SH MH. Derman Parlungguan Nababan SH MH tidak lagi memimpin sidang karena telah dipromosikan dan pindah tugas menjadi Ketua Pengadilan Negeri Blitar.
Sidang Senin (28/4/2025), Vera Parinussa, Reky Douglas Ambrauw, Theodorus Rumbiak, dan Roy Letlora diperiksa sebagai saksi mahkota. Mereka juga diperiksa sebagai terdakwa. Pemeriksaan itu berlangsung mulai pukul 15.41 WIT hingga pukul 23.36 WIT.
Terdakwa Theodorus Rumbiak mengatakan PB PON XX Papua mendapatkan dana hibah APBD dari Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp2,581 triliun. Dalam pelaksanaan PON XX Papua itu masih menyisakan utang yang harus dibayarkan ke vendor sebesar Rp342 miliar.
Rumbiak mengatakan nilai utang Rp342 miliar itu mencakup 60 SKP kontrak pekerjaan dalam pelaksanaan PON Papua. Rumbiak mengatakan salah alasan adanya utang dikarenakan saat proses tender pekerjaan tidak mengacu ke keuangan PB PON XX Papua.
“Yang kami hitung di sekretariat keuangan Rp342 miliar lebih yang belum terbayarkan. 60 SPK kontrak itu bersumber dari APBD. Alasan tidak terbayarkan proses tender tidak mengacu ke kas PB PON Papua.,” ujarnya.
Rumbiak mengatakan persoalan utang PB PON XX Papua telah diketahui Pemerintah Provinsi Papua. Namun, Rumbiak mengatakan utang tersebut bukan menjadi tanggungung jawab dari Pemerintah Provinsi Papua.
“Tidak ada dasar Pemda Papua untuk membayar utang tersebut [Dan] kas tersisa Rp100 juta telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Papua,” katanya.
Rumbiak juga mengatakan laporan pertanggungjawaban bukan merupakan tanggungjawab bendahara pengeluaran dan ketua Harian PB PON Papua, Yunus Wonda. “Bukan tugas saya membuat LPJ, itu bendahara pengeluaran. Di PB PON Papua seluruh penggunaan anggaran ada di 42 pemegang belanja. Saya mendistribusikan uang ke pemegang belanja yang memegang itu di Ketua Harian Yunus Wonda dan Bendahara Pengeluaran,” ujarnya.
Terdakwa Roy Letlora menilai PON XX Papua tidak sukses lantaran meninggalkan utang yang begitu banyak. “ Banyak utang ke pihak ketiga. Orang menilai itu sukses, tapi saya tidak. Kami kena getah. Ada bobrok besar yang ditanggung panitia,” katanya.
Kurang bayar konsumsi
Reky Douglas Ambrauw mengakui masih ada kekurangan bayar konsumsi untuk sopir dan mekanik sopir di PON XX Papua yang bertugas di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Pekerjaan ini dikerjakan oleh Arthur Arther Wewengkang, perwakilan Rumah Makan Suasana Sambal dan Rumah Makan Anugrah.
“Saya waktu itu tanya Pak Arthur bisa tidak tanggunggulangi dulu karena dana belum ada. Pak Arthur bersedia,” ujarnya.

Abrauw mengatakan kekurangan bayar ini terjadi lantaran para sopir dan mekanik sopir datang lebih awal dari jadwal. Menurut Abrauw seharusnya sopir dan mekanik sopir datang pada 15 September 2021, namun mereka tiba lebih awal 1 September 2021.
“Kami mengambil langkah untuk [tanggung dulu makan dan minum] sopir sekitar 400 orang lebih,” katanya.
Abrauw mengatakan hal ini pula yang membuat terjadi pembekakan biaya konsumsi sopir dan mekanik sopir tersebut. Abrauw mengaku telah mengajukan RKA konsumsi untuk dimasukan ke DPA perubahan sebesar Rp3,260 miliar, namun tidak kunjung direspon perubahan ke PB PON Papua.
Abrauw mengatakan ia pun hanya membayar konsumsi sopir dan mekanik sopir sesuai Dokumen Pelaksana Anggaran atau DPA. Abrauw mengaku tidak mengetahui besaran tagihan konsumsi sopir dan mekanik sopir.
“Tidak ingat total tagihan. Tapi saya perintahkan bayar sesuai DPA,” ujarnya.
Pada sidang 21 Maret 2025, saksi Josias Arther Wewengkang, perwakilan Rumah Makan Suasana Sambal dan Rumah Makan Anugrah, mengungkap bahwa Panitia Besar (PB) PON XX Papua belum melunasi biaya konsumsi sebesar Rp350 juta. Selama 34 hari, pihaknya menyuplai 31.795 kotak nasi untuk sopir dan mekanik yang bertugas di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Namun, pembayaran yang diterima hanya Rp1,9 miliar dari total seharusnya Rp2,384 miliar. “Masih kurang Rp350 juta,” kata Josias di persidangan.
Aliran dana sponsor
Terdakwa Verra Parinussa mengatakan dana sponsor yang terkumpul itu sebesar Rp27 miliar. Verra mengatakan dana ini kemudian digunakan untuk membayar konsultan revenue Rp541 juta.
Verra juga mengeluarkan Rp1,5 miliar untuk membayar pihak Metro TV atas perintah Roy Letlora. Lalu mengeluarkan Rp1,5 miliar untuk membayar gelang tiket ke pihak tiket.com.
Ada juga membayar untuk fee sponsor sebesar 25 persen. Pada sidang 14 Maret 2025, saksi Andy M Saladin selaku agensi sponsorship mengatakan pihaknya menerima ‘fee’ atau komisi Rp11,6 miliar dari pekerjaannya mencari sponsorship untuk PB PON XX Papua. Namun, Andy mengaku telah mengembalikan uang tersebut ke Kejaksaan Tinggi Papua.
Verra mengatakan masih ada dana sponsor yang tersisa Rp9 miliar lebih. Namun, ia mengaku tidak mengetahui bahwa dana tersebut diberikan ke KONI Pusat.
“Saya tidak tahu siapa yang tarik,” ujarnya.
Terdakwa Theodorus Rumbiak mengaku bersama Ketua Harian PB PON Papua, Yunus Wonda melakukan penarikan sisa dana sponsorship tersebut. Rumbiak mengatakan dana sebesar Rp9 miliar lebih tersebut ditransfer ke KONI Pusat. Dasar pemberian uang tersebut diatur dalam AD/ART KONI Pusat.
“Setahu saya ke KONI Pusat. Dasarnya di AD/ART KONI Pusat disebutkan KONI Pusat mendapatkan bagian diatur di dalam situ. Ada komunikasi ada, Yunus Wonda memerintahkan saya transfer ke KONI Pusat,” katanya.

Tidak ada kontrak 4M untuk sewa mobil
Terdakwa Theodorus Rumbiak mengatakan Ketua Harian PB PON Papua, Yunus Wonda memerintahkan untuk membayar Rp4 miliar biaya sewa kendaraan VIP atas nama Rafael Fakhiri. Rumbiak mengatakan pembayaran sewa Rp4 miliar biaya sewa kendaraan VIP itu tidak termuat dalam DPA.
Rumbiak mengaku melakukan protes terkait pembayaran biaya sewa Rp4 kendaraan VIP atas nama Rafael Fakhiri tersebut. Rumbiak menolak dikarenakan biaya sewa kendaraan itu bersumber dari APBN bukan dari APBD.
Namun Yunus Wonda, kata Rumbiak didesak untuk membayar biaya sewa kendaran tersebut. “Pembayaran Rp4 miliar tidak ada dalam DPA, [tapi] itu atas permintaan Ketua Harian Yunus Wonda. Perintah berkali-kali [kesaya untuk] kapan dibayar, saya menolak. Setahu saya kegiatan bidang transportasi itu di APBN. Beliau didesak untuk bayar. [Saya lalu] mengeluarkan Rp4 Miliar [dikasih] ke Rafael Fakhri [dan di] terima cash/tunai. Pembayaran itu tidak melibatkan [terdakwa] Reky Ambrauw. Tidak ada hubungan dengan pak Reky Ambrauw,” ujarnya.
Terdakwa Reky Ambrauw mengatakan kegiatan pengadaan kendaraan hanya dikerjakan PT Transportasi Lintas Papua. “Proses penagihan sewa kendaraan ditagihkan ke PB PON Papua. Saya tidak tahu sama sekali,” katanya.
Pada sidang 9 April 2025, Saksi Rein Yohan Sahetapy (Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK Bidang Transportasi) mengatakan tidak ada kontrak sewa kendaraan VIP di bidang transportasi sebesar Rp4 miliar. Sebelumnya pada persidangan 10 Maret 2025 lalu, saksi Bahar (staf keuangan Bendahara Umum PB PON XX Papua) mengatakan ada pembayaran biaya kekurangan sewa kendaraan VIP bidang transportasi sebesar Rp4 miliar untuk 100 unit kendaraan yang dibayarkan atas nama Rafael Fakhiri.
Rein merupakan PPK Bidang Transportasi di PB PON Papua. Rein mengatakan selama menjabat sebagai PPK Bidang Transportasi dirinya membuat 9 kontrak. Akan tetapi Rein mengatakan tidak pernah membuat kontrak penyewaan kendaraan sebesar Rp4 miliar. “Tidak ada kontrak 4 miliar di bidang transportasi soal sewa mobil,” ujar Rein dalam persidangan.
Bayar tanah
Terdakwa Roy Letlora mengatakan bahwa Yunus Wonda memerintahkan untuk menarik uang Rp1,5 miliar yang tersimpan di rekening sopir dan satpam di Bank BNI Koya untuk ditransfer ke Luther Patanduk guna membayar tanah. Pada 24 Maret 2025, Saksi Marci Baunik, pimpinan bank BNI KCP Koya 2019-2023 menyebutkan ada dana Rp9 miliar yang tersimpan di rekening atas nama Asep Rusmana (satpam BNI KCP Koya Barat) dan Victor Latukolan (driver bank BNI).
“Diminta Yunus Wonda membawa uang ke Pak Luther untuk membayar tanah. Rp1,5 miliar atas perintah Yunus Wonda,” kayanya.
Roy mengatakan pembukaan rekening itu atas perintah Ketua Harian PB PON Papua, Yunus Wonda. Namun, Roy mengaku tidak mengetahui sumber dana yang ditampung dalam rekening Asep Rusmana dan Victor Latukolan tersebut.
“Tau pembuatan rekening sopir dan satpam di BNI Cabang Koya. Itu perintah dari Yunus Wonda. Dibuat sebelum penyelenggaraan PON Papua. Sumber dana [yang ditampung dalam rekening itu [saya] tidak tahu. Pak Yunus Wonda yang lebih tau,” ujarnya.
Pada 24 Maret 2025, Saksi Marci Baunik, pimpinan bank BNI KCP Koya 2019-2023 mengatakan rekening atas nama Asep dan Victor bukan menampung dana sponsor, melainkan dana pihak ketiga dari nasabah Bank BNI mereka.(*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!