Jayapura, Jubi – Pihak keluarga korban meminta tersangka penembak Tobias Silak dan Naro Dapla menjalani proses hukum dan diadili di Pengadilan Negeri Wamena. Permintaan tersebut sesuai wilayah hukum lokasi kejadian.
Emanuel Gobay, kuasa hukum keluarga korban mengatakan penembakan terjadi di Kabupaten Yahukimo sehingga masuk wilayah hukum Pengadilan Negeri Wamena, Jayawijaya. Proses hukum dan peradilan di Wamena juga akan memudahkan pihak keluarga memantau persidangannya.
“Keluarga korban dan para saksi bisa menyaksikan langsung dari dekat [proses persidangan]. Kalau [di proses hukum] di luar Wamena, mereka akan kesulitan [menghadiri persidangan] karena biayanya [transportasinya] besar,” kata Gobay, Kamis (16/1/2025).
Tobias Silak dan Naro Dapla ditembak pada 20 Agustus lalu di Dekai, Yahukimo. Penembakan tersebut menewaskan Silak, dan melukai Dapla.
Penyidik Polda Papua telah menetapkan Fernando Alexander Aufa dan Muhammad Kurniawan Kudu sebagai tersangka penembakan. Mereka diketahui sebagai personel Polri.
Pencantuman nama lengkap kedua tersangka tertera pada Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SPPHP) yang diterima kuasa hukum keluarga korban. Menurut Gobay, penetapan tersangka berdasarkan gelar perkara dan hasil gelar perkara Polda Papua pada 13 Januari 2025.
“Kedua tersangka dikenai dugaan tindak pidana pembunuhan dan atau karena kelalaiannya yang mengakibatkan orang mati dan luka berat. Tindakan itu diatur dalam Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP [Kitab Undang Undang Hukum Pidana] dan atau Pasal 360 KUHP,” kata Gobay.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua tersebut juga mengingatkan polisi tidak melindungi para tersangka. Demi rasa keadilan terhadap keluarga korban, polisi pun harus memproses hukum semua pihak yang diduga terlibat penembakan.
Berdasarkan hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), terdapat empat terduga pelaku penembakan terhadap Silak dan Dapla. Mereka ialah Bripka M, Briptu H, Bripda P, dan Bharatu F.
“Di depan hukum, semua [orang berkedudukan] sama. Jadi, sudah semestinya [semua terduga pelaku] diproses hukum,” ujar Gobai.
Gobay juga meminta penyidik mengenakan Pasal 340 KUHP terhadap tersangka. Berdasarkan analisis hukum mereka, para tersangka terindikasi telah merencanakan penembakan tersebut.
Dia pun mendesak penyidik mempercepat proses hukum terhadap tersangka penembak. Itu untuk memastikan asas kesamaan kedudukan dalam hukum.
“Pihak keluarga korban berharap terduga pelaku mendapat hukuman seberat-beratnya. Kalau kemudian ini [proses hukumnya] berlarut-larut, kami akan menyimpulkan ada pihak tertentu yang dilindungi dalam perkara ini,” kata Gobay.
Pelanggaran HAM
Tuntutan supaya Polda Papua mengusut tuntas kasus tersebut juga disampaikan Koordinator Central Front Justice for Tobias Silak, Herlina Sobolim. Sobolim pun mendesak penyidik menetapkan dua tersangka lain, berdasarkan rekomendasi hasil penyelidikan dari Komnas HAM.
“Rekomendasi Komnas HAM RI telah dengan jelas menyebut inisial empat terduga pelaku. [Namun,] proses hukumnya begitu lama dan berlarut-larut,” kata Sobolim dalam jumpa pers, Selasa lalu.
Sobolim menyatakan keluarga korban pada setiap kasus pelanggaran HAM selalu sulit mencari keadilan. Dia pun khawatir Polda Papua justru ingin melindungi para pelaku penembakan terhadap Sinak dan Dapla.
Menurut anggota Front Justice for Tobias Silak, Kristian Kobak, hasil investigasi Komnas HAM telah memastikan penembakan tersebut merupakan pelanggaran HAM. Karena itu, dia juga mendesak Polda Papua menangkap dua terduga pelaku lain.
“Apabila Polda Papua tidak menangkap dua [terduga] pelaku itu, kami tidak akan percaya lagi kepada penegak hukum di Tanah Papua. Kami melihat [merasakan] penegakkan hukum berlaku diskriminatif [terhadap Orang Asli Papua],” kata Kobak.
Jubi.id telah menghubungi Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo untuk menanggapi pernyataan pihak keluarga korban. Namun, upaya tersebut belum direspon hingga berita ini dipublikasikan. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!