Jayapura, Jubi – Markas Besar Polri diminta mengambil alih penyelidikan kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi pada 16 Oktober 2024 lalu. Pasalnya penyidik Kepolisian Daerah atau Polda Papua dinilai sangat lambat dan tidak mampu mengungkap kasus pelemparan bom molotov tersebut.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers, Ade Wahyudin mengatakan Mabes Polri harus mengambil alih karena hingga kini Polda Papua belum bisa mengungkap kasus tersebut. Wahyudin mengatakan kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi harus menjadi perhatian serius dari pihak kepolisian.
“Sudah di 2025 ini tidak ada perkembangan yang cukup signifikan. Sudah cukup lama kasusnya tidak bergerak, saya pikir di sini Mabes Polri harus turun tangan. Melakukan evaluasi ketika memang tidak mampu di jajaran Polda Papua untuk menyelesaikan. Sudah saatnya dari Mabes Polri untuk menindaklanjuti kasus ini,” kata Ade kepada Jubi, pada Jumat (17/1/2025) malam.
Pada 16 Oktober 2024, sejumlah dua pelaku melakukan pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi yang terletak di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Papua sekitar pukul 03.15 WP. Sejumlah dua mobil operasional Jubi rusak karena terbakar molotov, dan menimbulkan kerugian senilai Rp300 juta.
Di lokasi kebakaran, polisi menemukan serpihan pecahan botol kaca yang diduga bom molotov dan bekas keset kain parca yang diduga dijadikan sumbu bom molotov. Pelemparan molotov itu dilaporkan ke Kepolisian Daerah Papua dengan nomor laporan polisi:LP/B/128/X/2024/SPKT/
Tim Bidang Laboratorium Forensik Polda Papua telah melakukan pemeriksaan sisa sampel molotov di Kantor Redaksi Jubi pada 21 Oktober 2024 lalu. Hasil dari pemeriksaan tersebut, didapatkan sebuah padatan berwarna hijau merupakan Polystrene atau polimer yang berfungsi sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan efek pembakaran dan suhu panas, sebuah gel berwarna abu-abu corak adalah bahan Polimer, serta dua swab abu yang merupakan jelaga hasil kebakaran dengan senyawa jenis karbon. Bahan polimer yang dipakai dalam molotov itu merupakan bahan yang mudah ditemukan di pasaran. Polisi juga menemukan slime, gel mainan anak-anak, yang digunakan dalam molotov itu.
Berdasarkan SP2HP tertanggal 19 November 2024, penyidik Polda Papua telah memeriksa 9 orang saksi, telah menyita barang bukti dan CCTV, melakukan gelar perkara dan melakukan analisa IT CCTV ke Bidang Laboratorium Forensik Polda Papua. Ade Wahyudin mengatakan polisi sudah memiliki cukup bukti untuk segera mengungkap pelaku pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi.
“Saya pikir ini sangat lambat prosesnya [penyelidikan di Polda Papua]. Seharusnya dengan bukti-bukti yang sudah [ada] serta sudah juga diperiksa setidaknya progres penanganan kasusnya naik ke penyidikan dan ada pelaku lapangan yang harus segera diungkap. Karena jelas ini motifnya bukan hanya sekedar iseng, tapi ada terarah kepada teman-teman media di Jubi,” katanya.
Wahyudin mengatakan pelemparan bom molotov ke Kantor Jubi merupakan teror terburuk bagi media dan jurnalis. Ade mengatakan kasus ini menjadi catatan kelam bagi kebebasan Pers di Indonesia dan secara khusus di Tanah Papua.
“Kasus ini bukanlah kasus yang pertama [yang dialami Jubi]. Ini beberapa kali kasus yang terjadi dan selalu sama karena kekerasannya sudah kita laporkan. Terornya sudah dilaporkan, tapi proses hukumnya selalu tidak ada hasil yang memuaskan hingga meja hijau [pengadilan]. Saya pikir ini menjadi salah satu catatan teror yang terburuk bagi jurnalis di tahun 2024,” ujarnya.
Wahyudin mendesak agar Mabes Polri secepatnya mengambil alih guna mengungkap pelaku kasus pelemparan teror bom molotov di Kantor Redaksi Jubi. Dia mengatakan pengungkapan kasus ini penting agar menumbuhkan kepercayaan publik, khususnya teman-teman jurnalis terhadap penegakan hukum.
“Pelaku [pelemparan bom molotov] harus ditemukan [dan ditangkap serta] kasusnya harus dibawa ke ranah meja hijau [pengadilan]. Kasus-kasus kekerasan [dan teror terhadap jurnalis dan media] di Papua penting untuk diselesaikan,” katanya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indepen atau AJI Indonesia, Bayu Wardhana juga mengatakan Mabes Polri harus mengambil alih penyelidikan kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi. Bayu menyayangkan kinerja Polda Papua sangat lambat mengungkap kasus teror Molotov Jubi.
“Kalau Polda Papua berlarut-larut [harus] diambil alih oleh Mabes Polri supaya segera terungkap. Kinerja aparat keamanan [Polda Papua] lambat, ada apa ini sebenarnya, kenapa kok tidak terungkap. AJI tentu menyayangkan bahwa ini tidak segera diungkap tuntas oleh pihak aparat keamanan,” kata Bayu kepada Jubi, pada Jumat (17/1/2025).
Bayu mengatakan teror bom molotov sebuah ancaman yang luar biasa terhadap jurnalis. Karena teror bom molotov berdampak terhadap psikologi jurnalis Jubi maupun jurnalis di Tanah Papua.
Menurut Bayu teror ini tentu akan mengganggu kerja-kerja bagi para jurnalis untuk melakukan pemberitaan di Tanah Papua. Dia minta pihak kepolisian lebih serius mengungkap kasus itu.
“Bom molotov sudah sebuah ancaman yang luar biasa, tidak main-main. Jadi ini mesti ditangani dengan jauh lebih serius supaya segera terungkap pelakunya dan kemudian dihukum,” ujarnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat atau Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Adi Prabowo mengatakan polisi terus menyelidiki pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi itu. Namun, Benny tidak menjelaskan alasan kenapa pihak kepolisian belum mengungkap pelaku kasus pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi itu.
“Masih penyelidikan,” kata Benny kepada Jubi, pada Jumat (17/1/2025). (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!