Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Papua mengecam keras keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura yang membebaskan anggota polisi berinisial AF (20), terdakwa kasus pencabulan terhadap anak berusia lima tahun di Keerom. LBH APIK menilai keputusan ini mengabaikan tuntutan hukum dari pihak korban.
Kasus ini telah melalui berbagai tahapan hukum hingga akhirnya disidangkan di PN Jayapura. Berdasarkan Surat Putusan Nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap, AF ditahan di Rutan Jayapura sejak 4 Juli hingga 23 Juli 2024. Penahanannya kemudian diperpanjang oleh Penuntut Umum dari 24 Juli hingga 1 September 2024.
Selain itu, Penuntut Umum juga menahan terdakwa dari 16 Agustus hingga 4 September 2024. Majelis Hakim kembali memutuskan penahanan terdakwa di Rutan Jayapura dari 29 Agustus hingga 27 September 2024, yang kemudian diperpanjang oleh Pelaksana Harian (Plh) Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura hingga 26 November 2024.
Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura memperpanjang penahanan terdakwa dari 27 November hingga 26 Desember 2024, lalu diperpanjang kembali oleh Ketua Pengadilan Negeri Tinggi Jayapura hingga 25 Januari 2025.
Setelah hampir empat tahun melalui proses hukum, PN Jayapura menggelar sidang terakhir kasus ini pada 20 Januari 2025. Namun, pada hari yang sama, Majelis Hakim memutuskan membebaskan terdakwa tanpa mempertimbangkan tuntutan hukum yang diajukan pihak korban.
Menanggapi putusan ini, Direktur LBH APIK Jayapura, Nur Aida Duwila, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebijakan penegak hukum yang dinilai mengabaikan tuntutan keadilan bagi korban.
“LBH APIK tidak mendampingi korban secara langsung karena sudah ada tim kuasa hukum lain. Namun, sebagai aktivis perempuan dan anak, kami sangat prihatin dengan keputusan ini. Terlebih, pelaku adalah seorang anggota polisi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi masyarakat, tetapi justru melakukan perbuatan tercela,” ujar Aida melalui pesan instan kepada Jubi di Jayapura, Senin (17/3/2025).
Menurut Aida, keputusan ini mencerminkan hilangnya pemenuhan hak keadilan bagi anak korban kekerasan seksual. Ia mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan kasasi atas putusan PN Jayapura guna mendapatkan hasil yang lebih adil bagi korban.
“Kuasa hukum korban juga harus berani melaporkan hakim yang memutus bebas perkara ini ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Penghubung Komisi Yudisial (KY) Wilayah Papua, Methodius Kossay, menyatakan bahwa meski putusan bebas terhadap terdakwa telah menjadi perhatian publik, pihaknya belum menerima laporan resmi dari penasihat hukum korban.
“Sampai saat ini, KY Penghubung Wilayah Papua belum menerima pengaduan dari keluarga korban maupun kuasa hukum korban. Jika mereka ingin mengajukan laporan, kami siap menerima dan menindaklanjuti pengaduan tersebut,” ujar Methodius. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!