Jayapura, Jubi – Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua tidak melakukan penyelidikan peristiwa pembunuhan dan pembakaran yang terjadi di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah. Penyelidikan kasus pembunuhan dan pembakaran yang terjadi di Paniai pada Senin (10/6/2024) itu ditumpukan kepada polisi.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey di Kota Jayapura, Papua, pada Jumat (13/6/2024). “Peristiwa itu tindakan kriminal jadi polisilah yang tangani kasus tersebut,” ujarnya.
Pada 10 Juni 2024, TPNPB membunuh dan membakar seorang warga bernama Rusli (40 tahun) di Kampung Kopo, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah. Kepala Satuan Tugas Humas Damai Cartenz AKBP Bayu Suseno mengatakan korban merupakan warga sipil yang berprofesi sebagai sopir angkot. Pada 11 Juni 2024, Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom mengatakan TPNPB melakukan pembunuhan karena korban merupakan anggota militer.
Setelah peristiwa pembunuhan dan pembakaran itu beredar flyer atau selebaran digital yang menyebut status korban sebagai terduga anggota TNI. Foto itu beredar di sejumlah grup media sosial WhatsApp.
Ramandey mengatakan pihaknya tidak akan menyelidiki status korban dan kliam TPNPB bahwa korban adalah anggota TNI. Ramandey menyatakan pihaknya telah melakukan klarifikasi ke Komando Daerah Militer atau Kodam XVII/Cenderawasih, dan telah menerima keterangan dari Kodam XVII/Cenderawasih yang menyatakan korban adalah warga sipil, bukan anggota TNI.
“Bahwa ada flayer yang beredar, kami juga mengkonfirmasi ke pihak Kodam. [Sudah] ada klarifikasi [dari Kodam], [korban] itu warga sipil,” katanya.
Ramandey mengatakan flayer digital yang beredar di media sosial itu tidak akurat. Ramandey mengatakan hingga kini laporan yang diterima Kantor Perwakilan Komnas HAM menyebut bahwa korban adalah warga sipil.
“Flayer itu tidak akurat dan siapa yang bisa umumkan secara sah. Kami coba dalami dua foto awal dan foto saat almarhum. Tidak ada tanda bawaan antar dua foto,” ujarnya.
Ia mengatakan pembunuhan disertai pembakaran itu merupakan tindakan kriminal. Ramandey meminta agar pihak kepolisian melakukan penyelidikan terhadap peristiwa itu.
“Bagi kami, itu tindakan kriminal, jadi pihak kepolisian yang harus mengungkapnya, termasuk mengungkap status [korban] itu. Soal dia punya status lain, tentu polisi akan mengungkap karena ini kasus kriminal,” katanya.
Hormati HAM
Ramandey meminta TPNPB untuk tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan secara masif, intimidasi, dan provokasi yang mengorbankan warga sipil. Ramandey mengatakan agar TPNPB menjunjung nilai-nilai dan prinsip HAM dalam perjuangan kemerdekan Papua.
“Atas nama kemanusian dan untuk tujuan kemanusian, Komnas HAM minta TPNPB menghormati HAM dalam perjuangan untuk mencapai tujuan kelompok itu. Karena, menyerang warga sipil tentu [akan] mendapat kecaman baik masyarakat nasional, internasional, dan memberikan perspektif buruk terhadap kelompok mereka,” katanya.
Ramandey juga meminta agar TNI/polisi melakukan operasi penegakan hukum dengan menempatkan prinsip Hak Asasi Manusia. Pemerintah Provinsi Papua Tengah bersama pihak kepolisian harus memberikan jaminan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat di Kabupaten Paniai, dan tetap mengupayakan pendekatan humanis.
“Para pelaku harus ditangkap dan diadili sesuai mekanisme hukum yang berlaku guna menjawab keresahan masyarakat, serta memberikan rasa adil kepada keluarga korban. Kami sampaikan dukacita yang mendalam bagi korban, dan semoga keluarga diberikan kekuatan,” ujarnya.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan mengatakan korban Rusli merupakan warga sipil. Candra mengatakan foto yang disebarkan pihak TPNPB di media sosial itu merupakan hoaks atau tidak benar.
“Itu berita hoaks yang disebar oleh OPM di media sosial, bahwa korban yang ditembak dan dibakar tersebut adalah anggota TNI AD. Sudah jelas korban adalah warga sipil, sopir [angkutan umum]. Foto korban sangat berbeda dengan apa yang diberitakan OPM di media sosial,” kata Candra kepada Jubi melalui pesan layanan whatsApp, pada Jumat.
Candra mengatakan tindakan pembunuhan dan pembakaran itu merupakan tindakan yang keji yang dilakukan TPNPB OPM. Candra mengatakan TNI meminta dukungan agar pelaku dapat segera ditangkap. “Mohon doa dan dukungannya agar OPM dapat secepatnya ditangkap,” ujarnya.
Tanggungjawab negara
Ketua Tim Pemantauan dan Penyuluhan Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Melchior S Weruin mengatakan negara harus memberikan jaminan keamanan bagi warga. Sepanjang Januari hingga Mei 2024, Komnas HAM Papua mencatat 41 insiden kekerasan terkait konflik bersenjata di Tanah Papua.
“Jaminan keamanan itu tanggung jawab negara. Ada satu siklus kekerasan yang berulang-ulang [di Tanah Papua, dan hal itu] harus menjadi perhatian serius,” katanya.
Weruin mengatakan negara harus memetakan wilayah-wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi di Papua. Menurutnya, pemetaan itu dapat meminimalisir korban warga sipil, dan memberikan rasa aman bagi warga. Weruin menyatakan pemetaan itu harus dilakukan di wilayah Kabupaten Intan Jaya, Puncak, Nduga, Puncak Jaya, Dogiyai, Paniai, Pegunungan Bintang dan Yahukimo.
“Perhatian serius itu dilakukan dengan cara memetakan wilayah-wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi itu. Kalau kita bicara tanggungjawab ini tanggungjawab negara,” ujarnya.
Weruin mengatakan negara mesti menempuh kebijakan dan langkah yang konkrit untuk memastikan warga sipil merasa hidup tenang, aman dan tertib. “Ada peristiwa [kekerasan] yang berulang-ulang. Artinya, ada tuntutan kepada negara untuk memastikan jaminan keamanan bagi warga sipil. Itu tugas dan tanggung jawab negara dalam HAM,” katanya. (*)
Discussion about this post