Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), James Marape, menegaskan bahwa pemerintahnya tetap berkomitmen terhadap Proses Perdamaian Bougainville.
Namun, ia menekankan perlunya pembicaraan serius mengenai kesiapan ekonomi wilayah tersebut sebelum mencapai kemerdekaan penuh.
Bougainville dan PNG hingga kini belum mencapai kesepakatan terkait mekanisme pengajuan hasil referendum kemerdekaan ke parlemen nasional.
Dalam referendum bersejarah itu, 97,7 persen warga Bougainville memilih untuk merdeka.
Pada Senin (17/3/2025), pembicaraan moderasi bersama dimulai di Port Moresby, dipimpin oleh mantan Gubernur Jenderal Selandia Baru, Sir Jerry Mateparae. Demikian dikutip Jubi dari laman RNZ Pasifik, Selasa (18/3/2025).
Kebuntuan utama dalam proses ini adalah syarat jumlah dukungan di parlemen PNG untuk mengesahkan hasil referendum. PNG menginginkan persetujuan dari dua pertiga anggota parlemen, sementara Bougainville hanya menginginkan mayoritas sederhana.
Sebagai alternatif, Presiden Pemerintah Otonom Bougainville (ABG), Ishmael Toroama, mengusulkan agar kedua pemerintah mencapai keputusan bilateral mengenai kemerdekaan Bougainville di luar mekanisme parlemen.
“Bougainville telah menjalankan bagiannya dalam proses perdamaian ini. Sekarang giliran Anda,” ujar Toroama kepada Marape, Senin (17/3/2025).
Namun, Marape menegaskan bahwa persoalan ini merupakan “masalah konstitusional yang membutuhkan pertimbangan dan keputusan parlemen.”
Ia merujuk pada Pasal 342 Konstitusi PNG yang mengamanatkan konsultasi pasca-referendum sebelum keputusan akhir dibuat.
Menjelang konsultasi moderasi ini, Forum Kepemimpinan Bougainville mengumumkan bahwa 1 September 2027 ditetapkan sebagai tanggal resmi kemerdekaan Bougainville.
Meski demikian, Marape mengingatkan bahwa kemandirian ekonomi harus menjadi prioritas sebelum kemerdekaan politik dapat terwujud.
“Saat ini, Bougainville hanya menghasilkan 5 persen dari anggarannya sendiri, sementara 95 persen lainnya didanai oleh pemerintah nasional dan donor internasional. Keberlanjutan jangka panjang Bougainville harus menjadi faktor dalam diskusi ini,” katanya.
Ia mengakui potensi sumber daya Bougainville, tetapi menekankan pentingnya memperkuat struktur ekonomi sebelum mengambil langkah menuju kemerdekaan penuh.
Marape juga menyoroti dampak nasional dari upaya Bougainville untuk merdeka, mengingat PNG adalah negara yang sangat beragam.
“Tugas saya sebagai Perdana Menteri bukan hanya untuk Bougainville, tetapi untuk seluruh Papua Nugini. Kita harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil adalah demi kepentingan terbaik semua pihak,” ujarnya.
Ia memperingatkan bahwa proses ini harus dikelola dengan hati-hati untuk mencegah munculnya gerakan serupa di wilayah lain PNG.
“Papua Nugini adalah negara paling beragam di dunia, dengan lebih dari 800 bahasa, 20 provinsi, satu Distrik Ibu Kota Nasional, dan Pemerintah Otonom Bougainville. Jika kita tidak menangani proses ini secara bertanggung jawab, kita berisiko membuka pintu bagi tuntutan serupa dari wilayah lain,” tambahnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!