Jayapura, Jubi – Kelompok advokasi internasional Human Rights Watch (HRW) mendesak Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Seruan ini disampaikan seiring dengan 100 hari masa jabatan Prabowo sebagai presiden.
“Pada dasarnya kami ingin Presiden Prabowo mengakhiri puluhan tahun rasisme, diskriminasi, intimidasi, dan kekerasan terhadap penduduk asli Papua,” kata peneliti HRW, Andreas Harsono, seperti dikutip Jubi dari RNZ Pasifik, Selasa (4/2/2025).
Harsono menekankan pentingnya pemerintah Indonesia untuk menghormati hak-hak masyarakat Papua dan melindungi lingkungan mereka dari perusakan akibat pencemaran tanah, hutan, dan sumber air.
“Mari kita berharap yang terbaik,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa Prabowo harus mendekriminalisasi penggunaan bendera Bintang Kejora yang selama ini dianggap sebagai simbol perjuangan kemerdekaan Papua Barat.
Desakan Dekriminalisasi Bintang Kejora
Menurut Harsono, penghapusan kriminalisasi terhadap Bintang Kejora dapat mengurangi ketegangan di Papua.
“Banyak orang Papua mengatakan kepada saya bahwa masa paling damai dalam sejarah mereka adalah ketika Presiden Abdurrahman Wahid mendekriminalisasi pengibaran Bintang Kejora,” katanya.
Pada 1 Desember 1961, Bintang Kejora ditetapkan sebagai bendera nasional Papua. Sejak saat itu, setiap tanggal 1 Desember, bendera tersebut dikibarkan di berbagai belahan dunia sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Papua. Namun, pemerintah Indonesia melarang keras pengibarannya.
Harsono mengingatkan bahwa Abdurrahman Wahid sempat mengizinkan penggunaan Bintang Kejora sebagai identitas kesukuan, asalkan dikibarkan lebih rendah dari bendera Indonesia.
“Bintang Kejora bisa dikibarkan bersama bendera Indonesia,” tambahnya.
Namun, ia juga mengakui bahwa persepsi negatif di kalangan pemerintah dan masyarakat Indonesia masih menjadi tantangan besar.
“Banyak orang Indonesia paranoid terhadap Bintang Kejora, menganggapnya sebagai simbol separatisme,” ujarnya.
Tuntutan Akses bagi Pemantau Internasional
HRW juga meminta pemerintah mencabut pembatasan bagi pemantau HAM internasional dan jurnalis asing yang ingin meliput kondisi di Papua. Selain itu, organisasi tersebut mendesak pemberian amnesti bagi masyarakat Papua yang terlibat dalam gerakan pro-kemerdekaan.
Pemerintah Indonesia Tinjau Kebijakan
Menanggapi desakan ini, juru bicara Kedutaan Besar Indonesia di Wellington menyatakan bahwa pemerintahan Prabowo sedang mengevaluasi berbagai kebijakan terkait Papua, termasuk status Bintang Kejora, akses bagi warga negara asing, serta usulan pemberian amnesti.
Juru bicara tersebut menegaskan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan penggunaan Bintang Kejora dalam konteks simbol budaya masyarakat Papua, bukan sebagai lambang kedaulatan yang terpisah dari Indonesia.
“Terkait kunjungan warga negara asing, perhatian utama kami adalah keselamatan mereka. Kami tengah meninjau bagaimana menerapkan langkah pengamanan yang diperlukan,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga sedang bekerja sama dengan Kantor Regional Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia guna meninjau kembali prosedur pengawasan serta mempertimbangkan pengalaman militer Indonesia dalam misi penjaga perdamaian global.
“Pemerintah juga dalam proses menilai kemungkinan pemberian amnesti bagi masyarakat Papua yang terlibat dalam gerakan pro-kemerdekaan,” tambahnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!