Nabire, Jubi – Kaledonia Baru rusuh dan mencekam sejak 13 Mei 2024. Kerusuhan terjadi setelah Pemerintah Prancis mendorong rancangan undang-undang yang membolehkan orang Prancis yang tinggal di Selandia Baru selama 10 tahun berturut-turut memiliki hak ikut referendum.
Usulan Amandemen Konstitusi atau Rancangan UU itu dipandang Pro-Kemerdekaan Kanaky (nama asli Kaledonia Baru) sebagai upaya menjegal kemerdekaan Kanaky.
Sikap Pemerintah Prancis itu disesalkan ULMWP (United Liberation Movement For West Papua atau Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat). Sekretaris ULMWP Markus Haluk mengatakan sikap Prancis tersebut akan menghambat proses referendum sebagai jalan untuk bangsa Kanak menentukan nasib sendiri.
“Rancangan Undang-Undang itu sangat melecehkan perjuangan panjang rakyat Kanaky,” kata Haluk kepada Jubi via pesan WhatsApp, Jumat (24/5/2024).
ULMWP, kata Haluk, menilai bahwa masalahnya ada pada Pemerintah Prancis. “Terjadinya kerusuhan yang berdampak pada jatuhkan korban jiwa sebagai akibat dari sikap pemerintah kolonial Prancis yang sengaja meloloskan rancangan UU ini,” ujarnya.
Atas kerusuhan itu, Haluk meminta agar Pemerintah Prancis harus menggugurkan rancangan UU yang menjadi cikal bakal masalah. Kemudian melakukan negosiasi untuk menyerahkan dan mengakui sepenuhnya hak kemerdekaan dan kedaulatan politik bangsa Kanaky.
“Pemerintah Prancis tidak boleh mendua hati, tapi percayakan sepenuhnya kepada rakyat dan para pemimpin Kanak untuk merdeka dan berdaulat penuh secara hukum, ekonomi, dan Politik,” katanya.
Haluk berharap Presiden Perancis selama di Kanaky bisa bertemu dan mendengarkan suara rakyat dan pemimpin Kanaky melalui FLNKS.
“Kami berharap Selama di Kanaky juga membicarakan proses Referendum dan peralihan hak politik kemerdekaan bangsa Kanaky. Demikian tanggapan umum dan harapan rakyat bangsa Papua untuk Bangsa Kanaky,” katanya.
Solidaritas ULMWP untuk FLNKS
Haluk juga menyampaikan ungkapan solidaritas ULMWP terhadap FLNKS dalam perjuangan penentuan nasib sendiri melawan Paris yang melakukan perampasan konstitusional atas Kedaulatan Kanaky.
FLNKS merupakan singkatan dalam Bahasa Prancis dari ‘Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste’ atau dalam Bahasa Inggris ‘The Kanak and Socialist National Liberation Front’ atau dalam Bahasa Indonesia ‘Front Pembebasan Nasional Kanak dan Sosialis’ adalah aliansi pro-kemerdekaan partai-partai politik di Kaledonia Baru.
“Dalam solidaritas dengan tujuan mulia Anda, ULMWP memberikan dukungannya yang teguh kepada Anda selama masa-masa sulit ini sebagai Kanaki Kaledonia Baru dengan berani menentang rancangan undang-undang konstitusional Paris yang telah disahkan melalui Majelis Nasional mencairkan daftar pemilih bagi masyarakat lokal,” tulis Haluk dalam Surat Solidaritas ULMWP Kepada Bangsa Kanaky No.007/SKSI-03/A-7/ULMWP/EC-1/V/2024 yang diterima Jubi, Jumat (24/5/2024).
![Aktivis Papua sampaikan solidaritas pada bangsa Kanak yang ingin merdeka dari Prancis 5 Papua](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/05/ULMWP-Kanak-1.jpg)
“Selama keadaan darurat ini, ketegangan keamanan dan hilangnya nyawa Kanak seperti diberitakan di berbagai media international, ULMWP mengutuk kebijakan kolonial Perancis, Kami mendukung posisi FLNKS dalam menentang proyek kolonial Perancis,” ujarnya.
Situasi Bangsa Kanak sama dengan West Papua
Haluk mengatakan, Seperti Papua Barat, sejak kesepakatan antara Belanda dan Indonesia yang ditengahi AS tidak ada kesepakatan konsultasi dengan masyarakat adat Papua Barat pada awal 1960-an dan kemudian memilih segelintir orang lokal kami memilih di bawah tekanan dalam apa yang disebut sebagai ‘tindakan memilih bebas’.
“Kami mengakui pentingnya kekuatan rakyat dan mengakui pentingnya persatuan dan ketahanan di tengah-tengahnya tantangan yang akan datang. Selain itu, kami menggarisbawahi pentingnya solidaritas dalam Melanesia Spearhead Group (MSG),” katanya.
Haluk melanjutkan, upaya FLNKS yang tak kenal lelah untuk menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Kanaky memberikan contoh yang mendalam bagi West Papua (Papua Barat).
“Kami percaya kemerdekaan Kanaky menjadi preseden yang kuat, tidak hanya bagi Papua Barat, tetapi juga bagi Papua Barat sisa wilayah yang belum memiliki pemerintahan sendiri di Pasifik akibat agenda dekolonisasi yang belum selesai,” katanya.
Haluk mengatakan, kolaborasi dan saling mendukung antara FLNKS dan ULMWP tidak hanya membentengi gerakan individu. Tapi juga memberikan contoh persatuan dan tekad masyarakat Melanesia dalam memperjuangkan kedaulatan dan keadilan yang hakiki.
Bangsa Kanak Berhak Merdeka
Haluk mengatakan, Rakyat Bangsa Kanak punya hak untuk merdeka dan berdaulat di atas tanah leluhur mereka. Kanaky merupakan tiga wilayah di Melanesia yang sedang berjuang untuk Merdeka. Dua wilayah lainnya adalah Bougenville dan West Papua.
“Sejak lama Kanaky terdaftar di Komisi Dekolonisasi PBB sehingga sudah saatnya Pemerintah Prancis harus memberikan kebebasan kepada bangsa Kanak,” ujarnya.
Dari sisi kesiapan SDA, tambahnya, SDM bangsa Kanaky sudah layak untuk Merdeka. Dari dua kali Referendum (yang kedua pada 2018 Haluk hadir menyaksikannya), orang asli Kanaky memilih Merdeka.
“Ada tiga provinsi, 2 provinsi (Provinsi Kepulauan dan Provinsi Utara) memilih merdeka dalam kedua Referendum tadi. Tetapi masalahnya adalah Provinsi Selatan, ibu kota Negara dan pusat pemerintah, mereka kalah karena sistem pemilihan, orang non-Kanaky dari Eropa dan Asia yang ada di Kanaky sebelum 1996, saat penandatanganan perjanjian punya hak memilih. Jadi sekalipun dua provinsi mereka menang tetapi 1 provinsi pemilih yang paling banyak mereka kalah suara,” katanya.
Haluk mengatakan, ULMWP yang merupakan Pejuang West Papua dengan Kanaky sudah lama saling bersolider dan saling dukung. Di Kanaky sudah lama para pemimpin dan rakyat Kanaky membentuk Solidaritas Kanaky untuk Free West Papua.
“Untuk pertama kalinya West Papua hadir dalam Forum MSG atas undangan FLNKS atau Pemimpin Kanaky pada Juli 2013 di New Caledonia. Pada KTT West Papua Desember 2014 di Vanuatu, beberapa KTT ULMWP di Vanuatu kami undang para pemimpin Kanaky dan mereka selalu hadir dalam jumlah dan delegasi besar, sekitar 10 orang lebih,” katanya.
Sedangkan dalam forum MSG pada Juni 2013 untuk pertama kalinya juga para pemimpin MSG menyatakan mendukung. Pertama Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi bangsa Papua, kedua pihaknya menyatakan keprihatinan atas situasi HAM di West Papua. Ketiga mengirimkan delegasi Menlu MSG ke West Papua pada Januari 2014.
“Saat mereka tiba di Jayapura, saya dengan 15 orang lainnya ditangkap dan dibawa ke Polresta Kota Jayapura pada saat kami hendak sambut delegasi para Menlu MSG. Di forum MSG, selama ini para pemimpin FLNKS selalu mendukung penuh ULMWP sebagai anggota penuh MSG,” ujarnya.
Haluk menegaskan pihaknya tetap bersolider dan bagian dari Rakyat dan Bangsa Kanak dalam situasi saat ini.
“Kami bangsa Papua dukung penuh perjuangan kalian semua. Anda tidak sendiri. Kami bersama Anda. Rakyat Kanaky tetap optimis bahwa apa yang diperjuangkan selama puluhan tahun akan mencapai hasilnya,” katanya.
Haluk mengatakan, rakyat dan para pemimpin juga tetap saling percaya, bersekutu dan saling melindungi, dan menjaga satu dengan lainnya. “Berbicara secara damai melakukan negosiasi untuk mewujudkan perjuangan panjang rakyat Kanaky melalui FLNKS,” katanya.
Tanggapan Diplomat Muda West Papua
Sementara itu, Diplomat Muda West Papua Ronny Kareni menanggapi situasi krisis yang terjadi di Kanaky New Caledonia. Menurut Kareni situasi yang terjadi harus dilihat dari dari isu self-determination dan dekolonisasi yang belum selesai di kawasan Pasifik.
“Sejak referendum penentuan nasib sendiri yang gagal pada esember 2021, Pemerintah Prancis telah berulang kali mengambil keputusan yang melemahkan klaim imparsialitas antara pendukung dan penentang kemerdekaan,” ujarnya.
Menurut Kareni, Kanky harus Merdeka penuh dari Prancis. Karena itu menjadi preseden untuk isu penentuan nasib sendiri di West Papua, Bougainville, Maohi Nui, Guåhan, dan Hawaii di Kawasan Pasifik.
“Para pemimpin FLNKS sudah kehilangan kepercayaan oleh perilaku Pemerintah Prancis yang menipu dan manipulatif dengan undang-undang baru untuk berikan hak voting kepada masyarakat Prancis yang sudah tinggal sepuluh tahun untuk ikut bagian dalam pemilihan umum di Kanaky,” katanya.
Kareni mempertanyakan Apakah Presiden Prancis Macron mengumumkan mediator dalam perjalanannya minggu ini untuk berdiskusi tentang masa depan Kanaky?
“Semoga kunjungan terbangnya nampaknya bukan fokus untuk menangkap berita headline, tetapi keterlibatan bilateral yang signifikan dan memberikan dampak politik bagi Kangsa Kanak,” ujarnya.
Tanggapan Asosiasi Papua Barat Australia
Sementara itu, Asosiasi Papua Barat Australia (AWPA) Joe Collins mengatakan komentar Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal bahwa Paris akan “menunjukkan ketegasan maksimal terhadap para penjarah dan perusuh, serta memperketat sanksi” adalah pernyataan yang ‘picik’ dan tidak ‘melihat dasar-dasar penyebab protes’.
“Prancis harus mendengarkan masyarakat Kanak,” kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan.
Joe Collins dari AWPA mengatakan seperti semua kekuatan kolonial di mana pun di dunia, respon pertama terhadap apa yang awalnya merupakan protes damai adalah mengirim lebih banyak pasukan, mengumumkan keadaan darurat, dan tentu saja menuduh kekuatan asing mengobarkan kerusuhan.
Joe Collins mengatakan kerusuhan itu disebabkan oleh Prancis sendiri.
Apa yang terjadi di Kaledonia Baru?
Kerusuhan melanda Kaledonia Baru sejak 13 Mei 2024, menyebabkan enam orang tewas, ratusan orang terluka, dan kerusakan meluas, terutama di ibu kota Noumea. Prancis terpaksa mengirimkan ribuan polisi dari Paris untuk mengendalikan keamanan.
Kerusuhan berawal dari protes bangsa Kanak, penduduk asli Kanaky (nama asli Kaledonia Baru) yang dijajah Prancis sejak 1853. Bangsa Kanak telah berjuang untuk kemerdekaan Kanaky sejak 1975. Referendum kemerdekaan telah diadakan lima kali sejak 1987, tapi hasilnya selalu gagal karena mayoritas pemilih memilih agar Kaledonia Baru tetap menjadi bagian dari Prancis. Perjuangan Pro-Kemerdekaan bangsa Kanak untuk memiliki negerinya sendiri, Kanaky, selalu kandas.
Referendum berikutnya sangat tergantung pada Amandamen Konstitusi yang diajukan Pemerintah Prancis kepada Majelis Nasional Paris pada Mei 2024. Pemerintah mengajukan agar puluhan ribu imigran Prancis di Kaledonia Baru yang telah menetap 10 tahun berturut-turut, bisa memilih. Namun usulan ini ditolak bangsa Kanak yang menilai usulan itu sebagai upaya menggagalkan kemenangan Pro-Kemerdekaan. (*)
Discussion about this post