Oleh: Daniel Womsiwor*
PSBS Biak yang merupakan singkatan dari Persatuan Sepakbola Biak dan Sekitarnya merupakan salah satu klub sepak bola tertua di Tanah Papua, yang bermetamorfosis dari tim perkampungan di Biak, Numfor dan Supiori, sejak Zending masuk di Tanah Papua.
Peradaban Papua yang bermula dari Mansinam pada 5 Februari 1856 telah meletakkan dasar kehidupan manusia Papua–yang tidak lagi hidup untuk diri, suku, dan bangsanya sendiri, tetapi bagaimana hidup untuk menyaksikan kuasa dan kebesaran Tuhan, serta melayani sesama manusia.
Bermula dari dua rasul Papua, Ottow dan Geissler, Tanah Papua terbuka bagi dunia. Pada tahun 1925, pendidikan untuk pertama kali masuk di Tanah Papua oleh Isaac Samuel atau I.S. Kijne. Dia tidak hanya mengajar dan mendidik anak-anak Papua, tetapi juga meletakkan dasar pembentukan karakter orang Papua melalui olahraga.
Sepak bola adalah permainan tim yang mampu menyatukan suku bangsa dan bahasa di Tanah Papua, yang dijadikan jembatan emas oleh I.S. Kijne, untuk membentuk persatuan dan kesatuan suku, budaya dan bahasa.
Isaac Samuel Kijne melihat bahwa bangsa Papua dapat dibangun pengetahuan dan sikapnya yang baik. Akan tetapi, itu dimulai dari kecerdasan kinetik atau olahraga dan musik atau seni budaya.
Atas dasar itulah I.S. Kijne memilih anak-anak suku Biak untuk dididik dan dilatih. Dari Kuawi, Mansinam hingga Miei, I.S.Kijne mengawali peradaban itu di sekolah guru.
Maka tidak heran, anak-anak didiknya yang mula-mula menyebarkan ajarannya itu ke mana-mana, sehingga pada zaman Zending, tidak ada kampung dan gereja tanpa lapangan sepak bola di Biak. Sekolah dasar yang dibentuk di setiap kampung dan jemaat adalah “sekolah minggu”.
Melalui sekolah minggu, anak-anak Papua bersekutu, bernyanyi dan berdoa untuk memuliakan Tuhan dan berolah raga, serta bermain sepak bola.
Perkembangan sepak bola di zaman Zending membuat hampir sebagian besar orang kampung di Biak menamakan ternak babinya dengan nama “bola”. Rata-rata keluarga yang punya anak laki-laki di kampung juga sering menamai ternak babinya “bola”, karena setiap keluarga Biak yang punya seorang anak laki-laki di zaman Zending diidentikkan dengan pemain bola, meskipun kompetisinya antarkampung.
Tahun 1948, bertepatan dengan pelaksanaan PON I oleh Ir. Soekarno di Kota Solo, guru Th. Wospakrik dan Arnold Mampioper merintis sepak bola pendidikan di Tanah Papua, yang dimulai dari Saireri hingga Tanah Tabi.
Dari situlah lahir klub-klub sepak bola di berbagai wilayah adat seperti Bound Apuse, Bound Yawa, dan lain-lain, yang kemudian mendorong Mesack Koibur untuk membentuk Persipura Jayapura pada 25 Mei 1963.
Jadi, sepak bola Biak sudah dimulai setelah lima tahun pendidikan di Miei oleh I.S. Kijne pada 1925, dan puncaknya adalah pada 1948.
Dua dari putra didikan I.S.Kijne, yaitu, Thom Wospakrik dan Arnold Mampioper merintis olahraga sepak bola, yang dipadukan dengan seni budaya, untuk masuk di dunia pendidikan.
Setelah Persipura terbentuk pada 25 Mei 1963, barulah Bonden Apuse berubah fam menjadi PSBS Biak pada 12 Desember 1964–satu tahun setelah klub-klub lokal di Tanah Tabi disatukan oleh GKI di Tanah Papua.
Dengan demikian, embrio PSBS Biak sudah lahir 76 tahun lalu (1948). Namun, baru tercatat secara legal di Liga Indonesia pada 12 Desember 1964–setelah Sekretaris Sinode GKI di Tanah Papua, Mesack Koibur membentuk Persipura.
Tim Persipura ini menjadi rumah ibadah di alam bebas atau lapangan terbuka bagi suku bangsa di Tanah Papua, untuk kemuliaan Tuhan dan jati dirinya, serta kehormatan Papua di mata Indonesia dan dunia.
Lebih dari 60 tahun PSBS Biak bertahan dan sabar di liga amatir (Liga 3 dan 2). Hal ini terjadi karena adanya Persipura yang tampil atas nama umat manusia dan rakyat Papua.
Bahkan tidak hanya Persipura, tetapi juga ada Perseman Manokwari, Persiwa Wamena, Persidafon Jayapura, Persiram Raja Ampat dan Perseru Serui.
Enam tim Papua ini bermain untuk Papua di liga top Indonesia. Namun, setelah 60 tahun, PSBS Biak pada 1 Maret 2024, akhirnya tampil sendirian di Liga Indonesia.
PSBS Biak di Liga 1 Indonesia tahun ini tampil bukan untuk Papua lagi. Namun, sepak bola Biak abad ini adalah tentang Papua di mata Indonesia dan dunia.
![Metamorfosis PSBS Biak Numfor 5 Pelatih PSBS Biak Numfor Juan Esnaider secara resmi menandatangani kontraknya bersama skuad Badai Pasifik, Senin (10/6/2024) malam di Jakarta](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/06/IMG_20240611_155345.jpg)
Bertahun-tahun klub-klub sepak bola Papua berjuang untuk Papua. Namun, pada akhirnya satu per satu terdegradasi. Pada saat yang “lesu”, PSBS Biak tampil untuk menebus harga diri, harkat dan martabat Papua di mata Indonesia dan dunia.
Secara adat dan agama, materi pemain yang direkrut manajemen PSBS Biak, pasti menuai banyak protes dan keberatan dari semua orang Biak. Karena banyak pemain Biak yang top di Liga Indonesia.
Bahkan di luar negeri pun ada pemain Biak. Namun, manajemen hanya memilih dua anak Biak yang jarang diturunkan saat Liga 2 musim kemarin.
Meski demikian, perubahan besar yang dilakukan Herry Ario Naap dan Yan P. Mandenas patut didukung. Selain faktor politik, sistem keluarga atau dinasti yang dibangun PSBS Biak sejak awal itulah, yang membuat PSBS Biak bertahan dan menunggu selama 60 tahun untuk naik ke kasta tertinggi liga domestik Indonesia tahun 2024.
Dua hal mendasar inilah (politik dan keluarga) yang berani dilakukan manajemen PSBS Biak saat ini yang sangat visioner, sehingga terbukti tim Badai Pasifik juara Liga 2 tanpa hambatan politik dan keluarga.
Saya melihat ada visi nasional dan dunia yang diusung Yan Permenas Mandenas bersama owner Nusa Tuna, Owen, selaku sponsor utama PSBS Biak tahun ini.
Jika ambisi manajemen adalah tentang Papua di mata Indonesia dan dunia, maka dua pemain asli Biak sudah cukup untuk dikolaborasikan dengan 13 pemain OAP (orang asli Papua) lain, 9 pemain Nusantara dan 8 pemain Internasional.
Dari komposisi materi pemain seperti ini, menurut saya, target manajemen PSBS Biak Numfor adalah “champion” Liga 1 Indonesia 2024. Karena target sudah jelas yaitu juara, maka tidak ada soal kalau pemain asli Biak, satu atau dua yang kita inginkan, adalah menang dan juara.
Jangan kita melihat berapa banyak anak Biak di PSBS, tetapi apakah PSBS Biak Numfor siap meraih juara? Tentu dukungan doa dan donasi dapat mewujudkan impian itu. (*)
*Penulis adalah ketua bidang sport science dan IPTEK KONI Papua dan pembina suporter PSBS Biak di Tanah Tabi
Discussion about this post