Sentani, Jubi – Sopir Angkutan Kota (angkot) di Ibu Kota Kabupaten Jayapura, Kota Sentani sudah merasa terbiasa tidak punya tempat atau terminal sebagai pusat mengangkut penumpang.
Muhammad Sharil, salah satu dari puluhan sopir angkot di Sentani mengaku sangat kecewa dengan kebijakan Pemerintah Daerah yang selama ini mengabaikan fungsi angkot sebagai transportasi umum.
“Kita bertahan saja, karena ada keluarga, anak dan istri yang dihidupi dari profesi sebagai sopir angkot,” ujar Sharil saat ditemui di kawasan Pasar Lama Sentani, Sabtu (18/1/2024).
Pria paruh baya asal Sulawesi Selatan itu sedikit mencurahkan isi hatinya, saat Jubi yang ikut dalam mobilnya dari Pasar Lama menuju Pasar Pharaa Baru Sentani.“Ongkosnya 7000 rupiah pak,” kata Sharil, saat Jubi menumpang angkotnya.
Setiap hari, dia melayani penumpang dengan kode trayek 104-B, untuk rute Pasar Lama menuju Sentani Hawai. Demikian sebaliknya dan lanjut Pasar Lama menuju Pasar Baru hingga Doyo Baru. Jarang sekali angkotnya penuh penumpang.
Sementara ada juga moda transportasi lain yang menggunakan sistem aplikasi yang setiap saat beroperasi dan lebih leluasa mengantar jemput penumpang.
“Jadi istilah kami sambung menyambung menjadi banyak. Karena penumpang yang naik hanya dua hingga 3 penumpang, 5 orang penumpang itu yang paling banyak,” jelasnya.
Dalam sehari, paling tinggi dia beroleh penghasilan 300 ribu rupiah setelah dikurangi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM. Berbeda jika ada yang carter untuk mengantar ke luar dari Kota Sentani, misalnya ke Abe dan Jayapura.
Menurutnya, pendapatan setiap hari akan berubah jika ada terminal, dimana semua angkot akan berlomba untuk cepat sampai di terminal karena sudah pasti ada penumpang yang menunggu disana dan sudah pasti kursi dalam mobil ini terisi semua.
“Tarif saat ini sudah 7000 rupiah, ada 8 penumpang saat penuh dalam mobil, sudah dipastikan ada 56 ribu rupiah ketika keluar dari terminal. Tinggal di total saja jika dalam sehari kita bisa 7 kali keluar dari terminal,” katanya.
Sementara terminal di Pasar Baru, menurut Sharil sama sekali tidak bermanfaat bagi sopir angkot, karena tidak ditata dan di kelola dengan baik. Padahal setiap hari sopir angkot seperti dia membayar retribusi masuk ke kawasan tersebut.
“Kami tidak masuk di terminal yang disediakan ini, karena terminal ini hanya dikhususkan bagi kendaraan perdesaan. Pertanyaannya, retribusi terminal yang dibayarkan setiap hari, untuk terminal yang mana?,” tanya dia.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Jayapura, Piet Hariyanto Soyan mengatakan, pihaknya sudah pernah mendapat laporan serta aduan dari sejumlah sopir angkot.
Soyan menambahkan, di kawasan Pasar Baru Sentani ada sejumlah pos retribusi parkir yang diaktifkan. Pos pertama oleh Dinas Perhubungan dan di depan parkiran Pasar Pharaa ada tiga pos karcis yang diberlakukan.
“Yang pos pertama oleh Dishub adalah karcis terminal, tetapi setiap kendaraan yang masuk ke kawasan Pasar Pharaa tidak menggunakan terminal, kalau tidak salah tarif karcisnya 2000 untuk kendaraan roda dua dan 5000 untuk roda empat, dan 10 ribu untuk kendaraan truk dan sejenisnya,” jelas Soyan.
Menurutnya, dari pertemuan bersama belasan hingga puluhan sopir angkot, secara khusus pengelolaan terminal sangat penting dan menjadi atensi kami untuk diteruskan kepada pihak eksekutif untuk diperhatikan lebih serius ke depan.
“Daerah ini belum memiliki terminal penumpang yang representatif, sementara retribusi yang ditarik terus berjalan. Tidak seimbang dalam sistem pelayanan, mustinya ada penghargaan bagi para sopir angkot dengan menyediakan terminal bagi mereka,” katanya.
Salah satu masyarakat di Sentani, Nikodemus Sem mengatakan, transportasi umum seperti angkot yang selalu beroperasi setiap hari lambat laun mulai berkurang. Hal ini disebabkan karena sudah tersedia jasa transportasi lainnya seperti ojek motor, juga mobil dengan sistem aplikasi.
Pria yang akrab disapa Niko itu, lebih memilih angkot untuk mengantarnya jika ada keperluan di luar rumah.
“Jarang gunakan mobil yang sistem aplikasi jika hanya untuk ke pasar atau wilayah Sentani, tarifnya sedikit mahal. Sementara angkot, jauh dekat tetap tarifnya 7000 rupiah. Kecuali untuk keluar kota, pasti dengan kendaraan rental,” jelasnya.
Niko juga berharap, Pemerintah Daerah juga menyediakan terminal bagi sopir Angkot di Sentani, sebab selama ini fasilitas terminal yang dibutuhkan oleh para sopir tidak tersedia.
“Sama halnya dengan bandar udara, sopir angkot juga harus memiliki satu tempat atau pusat untuk mengangkut penumpang, tidak hanya mencari di pinggir jalan raya saja,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!