Jayapura, Jubi – Sejak Januari-Mei 2024 Dinas Sosial Kota Jayapura menangani 46 kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Latar belakang kasus lebih banyak pencurian, narkoba, dan aibon. Karena masih di bawah umur sehingga tidak dilakukan penahanan.
Dinas Sosial bersama Bapas Kelas II Jayapura melakukan penanganan secara komprehensif melalui pembinaan di luar lembaga dan pengawasan. Menurut SPPA Pasal 71 ayat (1) pidana pokok untuk anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu pidana peringatan dengan syarat.
Sedangkan di dalam KUHP Pasal 10 menyebutkan pidana pokok yang disebutkan adalah pidana mati, penjara, kurungan, dan denda.
“Perlindungan dengan anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan pidana anak pada setiap tahapan mulai dari penyidikan,” ujar salah satu Tokoh Masyarakat di Kota Jayapura, Gerson Hassor (58) di Jayapura, Rabu (22/5/2024).
Anak selama ini seringkali diposisikan sebagai objek dan cenderung merugikan anak. Dalam perkara anak adakalanya anak sebagai pelaku korban dan saksi sehingga perlu perlindungan dan penanganan yang serius untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak berdampak luas dan merugikan anak.
“Penuntutan dan pengadilan sampai pada lembaga pemasyarakatan anak belum bisa memberikan perlindungan yang dapat memberikan rasa keadilan terhadap anak bahkan hak-hak anak sering terabaikan,” ujarnya.
Salah satu warga di Kampung Kayo Batu (45) Mariana Sibi mengatakan prinsip penanganan anak berhadapan dengan hukum harus memperhatikan konsistensi dalam upaya mewujudkan kehormatan dan harga diri anak.
“Anak memiliki peran yang konstruktif di masa yang akan datang maka perhatian khusus terhadap hak-hak anak harus dipenuhi saat menjalani proses peradilan pidana agar ke depan tidak berdampak pada anak,” ujarnya.
Sibi berharap penanganan anak yang berhadapan dengan hukum harus dilakukan serius oleh pejabat berwenang yang paham agar memberikan pelayanan preventif, kuratif, dan rehabilitasi sosial berupa pembinaan fisik, mental, dan sosial.
Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura, Djong Makanuay mengatakan konsekuensinya besar karena anak di bawah umur susah masuk dalam ranah hukum untuk proses penahanan.
Dalam proses persidangan di pengadilan baik dalam proses penyidikan penuntutan atau peradilan relatif lebih singkat dari pada persidangan orang dewasa, sehingga 46 kasus anak yang berhadapan dengan hukum terus dilakukan pendampingan oleh orang tua/wali dan pihak terkait lainnya.
Apabila dalam hukum materil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. Anak yang belum berusia 14 tahun hanya dikenai tindakan, berupa pengembalian kepada orang tua.
Jika pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
“Kami mencoba melakukan penanganan secara efektif agar bisa menjaga kondisi anak-anak terutama usia produktif,” ujar Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura, Djong Makanuay di Hotel Grand Talent usai sosialisasi edukasi pencegahan dan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.
Menegakkan hukum secara persuasif agar anak-anak di Kota Jayapura memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan masa depan mereka. Sosialisasi edukasi pencegahan dan penanganan anak berhadapan dengan hukum agar masyarakat menyadari hak dan kewajiban serta berpartisipasi dalam pembangunan.
“Terbangunnya Kota Jayapura beriman, sejahtera, modern, dan berbasis kearifan lokal. Sekecil apapun kontribusi bagi warga kota sangat berarti bagi kemajuan kota. Anak adalah amanah dan karunia dan anak titpan dari Tuhan kepada umat manusia sehingga harus menjaga harkat dan martabatnya terutama perlindungan hukum,” ujarnya.
Pemerintah Kota Jayapura bertanggungjawab dalam memberikan sosialisasi dan edukasi agar mencegah anak berhadapan dengan hukum. Jangan sampai masuk doktrin atau informasi yang salah, sehingga sangat pentjng diberikan bekal pemahaman agar bisa membentengi diri sendiri dengan hukum.
Makanuay berharap peran serta orang tua agar melakukan pembinaan kepada anak agar tidak berhadapan dengan hukum, karena mengancam masa depan anak menjadi rusak dan tidak memiliki arah pasti bahkan hanya menjadi beban bagi keluarganya. (*)
Discussion about this post