Jayapura, Jubi – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sejumlah fakultas di Universitas Cenderawasih (Uncen), meminta kepada Presiden Prabowo Subianto menghentikan program transmigrasi ke Tanah Papua.
Program transmigrasi yang direncanakan Presiden Prabowo, dinilai akan menambah masalah baru di Tanah Papua.
“Pada prinsipnya sebagai orang Papua (kami) tidak setuju dengan program transmigrasi di seluruh Tanah Papua. Program transmigrasi di Papua tidak menjawab persoalan masyarakat adat, melainkan sebaliknya, akan menyebabkan masyarakat lokal tergusur,” kata Ketua BEM Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) Uncen, Lepania Dronggi, di Kota Jayapura, Papua, Jumat (25/10/2024).
Dronggi menilai, program transmigrasi menyebabkan kerusakan sumber hidup masyarakat adat di Tanah Papua. Karena hutan dan dusun adat akan digusur untuk permukiman transmigran.
“Kami tolak program transmigrasi dari luar Papua, karena akan berdampak besar bagi masyarakat, khususnya orang asli Papua (OAP). OAP akan semakin tersisih dan menjadi kaum minoritas di tanahnya sendiri,” katanya.
Menurut Dronggi, program transmigrasi juga bakal menambah daftar pelanggaran HAM di Tanah Papua. Sebab, pelanggaran HAM di Tanah Papua belum dituntaskan.
“Dan kemungkinan besar dalam beberapa tahun ke depan Tanah Papua akan dirampas tanpa izin tuan tanah pribumi Papua. Saya sangat tidak sepakat untuk memberikan sedikit tanah hektare kepada non-OAP,” katanya.
Dronggi menilai, OAP tidak membutuhkan transmigrasi, tetapi kedamaian dan kenyamanan dan tanpa ketakutan.
Dia justru mengharapkan agar Presiden Prabowo, menuntaskan pelanggaran HAM selama lima tahun ke depan. Bukan malah mendatangkan para transmigran.
“Dan memberikan ruang kebebasan sebesar-besarnya, bagi orang asli Papua di sektor mana saja, sekaligus hak hidup orang asli Papua. Juga (saya) tegaskan bahwa cukup sudah orang Papua merasakan ketakutan, diskriminasi, rasisme, teror di atas tanah sendiri,” katanya.
Senada dikatakan Ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uncen, Marthen Weya. Marten menolak program transmigrasi, karena Papua bukan tanah kosong. Papua adalah wilayah yang dihuni orang asli Papua, yang sudah memiliki budaya turun-temurun, dan hak atas tanah ulayatnya.
“Kebijakan transmigrasi dianggap kontroversial, karena mengabaikan realitas sosial dan budaya orang asli di atas tanah ini,” katanya.
Weya berpendapat bahwa transmigrasi justru meminggirkan OAP, karena pemerintah mendatangkan transmigran dari luar Tanah Papua.
Oleh sebab itu, dia meminta Prabowo mengkaji kembali, dan memikirkan lagi dampak-dampak transmigrasi terhadap OAP. Apalagi, katanya, Tanah Papua adalah daerah konflik bersenjata dan memiliki kekayaan sumber daya alam.
“Saya sebagai anak asli Papua (saya) sangat tidak setuju dengan hal itu (transmigrasi), mengingat transmigrasi sering menjadi isu sensitif bagi masyarakat setempat. Papua adalah rumah bagi berbagai suku dan budaya yang telah ada selama ribuan tahun,” katanya.
Ketika transmigrasi dipaksakan tanpa mempertimbangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat lokal, kata Weya, maka hal itu bisa berdampak pada pengabaian budaya, identitas, dan hak atas Tanah Papua. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!