Jubi PapuaJubi PapuaJubi Papua
  • Home
  • Tanah Papua
    • Mamta
    • Saireri
    • Anim Ha
    • Bomberai
    • Domberai
    • La Pago
    • Mee Pago
  • Indepth Sories
  • Lego
  • Pasifik
  • Nasional
  • Dunia
  • Kerjasama
    • Derap Nusantara
    • Kabupaten Jayawijaya
    • Kabupaten Mappi
    • Kabupaten Jayapura
  • Arsip
  • Networks
    • Jubi TV
    • English
    • Deutsch
    • France
    • Indeks

Archives

  • July 2025
  • June 2025
  • May 2025
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • December 2024
  • November 2024
  • October 2024
  • September 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2024
  • April 2024
  • March 2024
  • February 2024
  • January 2024
  • December 2023
  • November 2023
  • October 2023
  • September 2023
  • August 2023
  • July 2023
  • June 2023
  • May 2023
  • April 2023
  • March 2023
  • February 2023
  • January 2023
  • December 2022
  • November 2022
  • October 2022
  • September 2022
  • August 2022
  • July 2022
  • June 2022
  • May 2022
  • April 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • January 2022
  • April 2021
  • March 2021
  • October 2007
  • September 2007
  • August 2007
  • June 2007
  • November 1999

Categories

  • 2007
  • Advertorial
  • Animha
  • Bali NTT
  • Berita Papua
  • Bomberai
  • Derap Nusantara
  • Domberai
  • Dunia
  • Ekonomi
  • Features
  • Headline
  • Indepth Stories
  • Infografis
  • Jayapura Membangun
  • Kabupaten Jayapura
  • Kabupaten Jayawijaya
  • Kabupaten Merauke
  • KMAN VI
  • Lapago
  • Lingkungan
  • Majelis Rakyat Papua
  • Mamta
  • Mappi
  • Meepago
  • Memilih untuk Indonesia
  • Nasional & Internasional
  • Nusa
  • Olahraga
  • Opini
  • Pasifik
  • Pemilu
  • Penkes
  • Perempuan dan Anak
  • Polhukam
  • Rilis Pers
  • Saireri
  • Seni & Budaya
  • Tanah Papua
  • Uncategorized
Font ResizerAa
Jubi PapuaJubi Papua
Font ResizerAa
  • Tanah Papua
  • Pasifik
  • Nasional
  • Dunia
  • Nusa
  • Olahraga
  • Home
  • Kategori
    • Tanah Papua
    • Pasifik
    • Nasional & Internasional
    • Dunia
    • Nusa
    • LEGO
    • Opini
  • Foreign Languages
    • English
    • Deutsch
    • French
  • Laman
    • Indeks
    • Redaksi
    • Kode Etik
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
  • Kerjasama Pemberitaan
    • Majelis Rakyat Papua
    • Derap Nusantara
    • Kabupaten Jayapura
    • Kabupaten Jayawijaya
    • Kabupaten Merauke
Follow US
Jubi Papua > Blog > Lingkungan > Food Estate lahan dua juta hektar di Papua Selatan akan ganggu dan ubah hal-hal berikut ini
Lingkungan

Food Estate lahan dua juta hektar di Papua Selatan akan ganggu dan ubah hal-hal berikut ini

Syam Terrajana
Last updated: January 12, 2025 6:12 pm
Author : Dominggus MampioperEditor : Syam Terrajana Published January 12, 2025
Share
8 Min Read
Papua Selatan
Aktivitas penebangan hutan eucalyptus di Kabupaten Merauke- Jubi/Victor Mambor
SHARE

 

More Read

Komnas HAM
Komnas HAM temukan sejumlah pelanggaran dari Proyek Strategis Nasional di Merauke
Pulau Gag dari PT Pacific Nikel sampai Gag Nikel, Akankah sasi laut tinggal kenangan
Dewan Adat Suku Moi Kelim melakukan sumpah adat tolak perusahaan sawit
PT Angkasa Pura dan komunitas Earth Hour Jayapura tanam 500 pohon dan pelatihan mengolah sagu
Duta besar Finlandia berkunjung ke Provinsi Papua

 

Jayapura, Jubi- Tanah Papua di wilayah Provinsi Papua Selatan yang terdiri dari Kabupaten Mappi, Merauke dan Asmat memiliki iklim yang tegas antara musim kemarau dan juga musim penghujan. Apabila terjadi perubahan hutan tropis seluas dua juta hektar lahan di sana , maka proses evaporasi atau proses penguapan itu akan juga ikut berubah.

“Penguapan itu akan berubah sebab penguapan yang selama ini terjadi dari pohon itu berubah dan matahari itu langsung bersinar ke tanah dan bukan melalui pohon. Kelihatan hal ini sepele tetapi hal itu akan mengubah iklim dan cuaca di sana, di tengah perubahan iklim global dunia sekarang,”kata kandidat Doktor, Yehuda Hamokwarong dari Program Studi Geografi, Universitas Cenderawasih kepada jubi.id Sabtu (11/1/2025).

Dia menambahkan hal ini akan mengganggu perubahan pola iklim di wilayah Papua Selatan yang memiliki kesamaan iklim dengan wilayah Australia,  karena di sana juga punya pohon Eucalyptus atau dalam bahasa Marind disebut kayu bush.

“ Wilayah Papua Selatan akan mengalami perubahan iklim,  karena proses penguapan langsung ke angkasa akan mempengaruhi dua musim penghujan dan kemarau di Papua Selatan. Biasanya di sana enam bulan kemarau dan juga enam bulan musim hujan bisa berubah menjadi lebih dari enam bulan. Bisa mencapai delapan atau sembilan bulan lamanya kedua musim itu,” kata penerima penghargaan aktivis hijau itu,  seraya menambahkan perubahan pola iklim di Papua Selatan akan terjadi di masa mendatang.

aa1f1456 6a7d 42f4 96f9 cfe37e2f4129 1
Yehuda Hamokwarong dari Program Studi Geografi, Universitas Cenderawasih- Jubi/Dominggus A Mampioper

Menurutnya,  perubahan iklim ini nantinya tidak akan berjalan normal lagi.  Misalnya enam bulan sekali musim kemarau dan enam bulan musim penghujan, bisa saja yang akan terjadi musim kemarau bisa jauh lebih lama dari biasanya.

“Bisa terjadi tujuh bulan bahkan sampai delapan bulan. Bahkan dalam proses perubahan,  misalnya El Nino akan terjadi kekeringan dan kemarau panjang yang bisa melewati waktu normal yang selama ini terjadi di Papua Selatan,”katanya.

Akan terjadi kekeringan besar-besaran di Papua Selatan.

Dia menambahkan kalau terjadi kemarau yang panjang sudah tentu lahan lahan di sana termasuk hutan akan terbakar secara besar-besaran. “Hal lain yang terjadi sudah tentu krisis air minum dan juga kekurangan air bagi flora fauna di sana. Apalagi kalau ada kebakaran. Sudah pasti asapnya akan terbawa angin sampai ke PNG maupun Asutralia,”katanya.

Sebaliknya lanjut dia, jika terjadi musim hujan yang selama ini hanya enam bulan dan akan terjadi lebih lama lagi akan membuat sebagian besar di wilayah dataran rendah akan tenggelam atau banjir. “Bahkan di wilayah dataran rendah air laut atau banjir rob akan terjadi terutama di Kota Merauke yang rendah akan terendam air,”katanya.

Kalender Musiman Masyarakat Adat terganggu

“Perubahan lahan yang besar sudah tentu akan mengganggu kegiatan masyarakat adat dalam mengatur aktivitas mereka mulai dari menanam sampai berburu di hutan hutan tropis di Papua Selatan,”katanya.

Dikatakan masyarakat adat yang selama ini sudah mengatur kegiatan mereka sesuai dengan kalender musiman sejak nenek moyang, terutama tentang kearifan lokal akan terganggu karena alam sudah tidak ramah lagi dengan mereka. “ Mulai dari gangguan musim tanam termasuk pertanian berpindah pindah masyarakat adat,”tambahnya.

Hal senada juga dikatakan pakar antropologi lulusan Universitas Leiden Belanda, Dr JR Mansoben. MA. Menurutnya, bagi masyarakat adat Marind di Pulau Kimaam sudah mengenal tradisi menanam ubi kumbili di daerah rawa rawa di sana sebagai komiditi pangan lokal yang hidup dan terintigrasi dengan tatanan sosial budaya masyarakat di Pulau Kimaam, Papua Selatan.

“ Jadi saat panen Gumbili tiba masyarakat di sana akan melakukan pesta adat atau upacara yang disebut Ndambu di Pulau Kimaam,”katanya.

Penelitian dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua berjudul “Teknologi Budidaya Kumbili atau Gembili pada Lahan Sub Optimal di Kabupaten Merauke”  menyebutkan,   teknik budidaya tanaman Gembili atau “Nai” dalam bahasa Marind, harus mematuhi tata sistem kearifan lokal (indegenious knowledge).

Ini meliputi persiapan lahan, memilih bibit, menyimpan bibit, semai bibit, waktu tanam, menyiangi tanam, panen dan pemasaran. Memang harus diakui bahwa warisan pengetahuan tentang Gembili,  hanya terbatas dalam keluarga peladang dari generasi ke generasi peladang berikutnya secara proporsional.

Penanamnya menggunakan pola tradisional dengan waktu tetap antara September- November. Perhitungan waktu tanam ini dengan menggunakan cara tradisional,  sesuai dengan kalender musiman masyarakat adat yang selama ini diyakini.

Selain itu mengutip journals.ametsoc.org menyebutkan, pembagian tahun menjadi setidaknya musim hujan dan musim kemarau. Hal ini merupakan yang umum terjadi di wilayah Pasifik.

Namun, karena semakin banyak komunitas di Pasifik yang diajak konsultasi, menjadi jelas bahwa kalender musiman cenderung berbeda,  ketika dipertimbangkan di seluruh kelompok budaya di kawasan Pasifik.

Perbedaan dalam kalender musiman untuk lokasi yang berbeda,  juga dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam mata pencaharian dan juga keakraban dengan indikator lingkungan yang berbeda.

Di Pasifik, kalender musiman ini juga memiliki aspek budaya, menggabungkan upacara, ritual, dan kegiatan masyarakat yang tidak selalu terkait dengan produksi atau pengelolaan sumber daya alam.

Hilangnya keanekaragaman hayati

Pakar kehutanan dan lingkungan menyebutkan, sebagian besar hutan di Papua Selatan banyak memiliki pohon Eukaliptus yang memiliki tipe Australis. . Ada lebih dari 700 spesies Eukaliptus yang kebanyakan di antaranya dapat ditemukan di wilayah Australia.

Hutan di bagian Papua Selatan khususnya di Kabupaten Merauke , menurut peneliti dari Universitas Musamus Merauke,   merupakan hutan musim (Monsoon forest) yang hampir sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis-jenis tertentu.” Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh iklim, dimana iklim Kabupaten Merauke beriklim tropis dengan perbedaan musim penghujan dan kemarau yang sangat mencolok,”demikian kata peneliti dari Universitas Musamus Merauke , Yosefina Mangera pada hasil risetnya berjudul, “Vegetasi jenis pohon di kawasan hutan Kampung Wasur, pada Taman Nasional Wasur , Distrik Merauke, Kabupaten Merauke” .

Mendiang Lyndong Pankali, peneliti kehutanan dan juga mantan koordinator WWF di Kabupaten Merauke mengatakan,  hutan mempunyai banyak arti yaitu berperan dalam siklus hidrologi, memelihara kesuburan tanah, sebagai sumber keanekaragaman genetik, serta mencegah terjadinya banjir.

Dia menambahkan hutan mempunyai peranan yang sangat besar sebagai penyangga kehidupan, di mana bila hutan masih alami atau ekosistemnya  belum terganggu,  maka semua fungsi dari hutan tersebut dapat berjalan dengan baik.

Jadi menurutnya,  perubahan lahan dengan luas dua juta hektar tentunya akan mengorbankan kawanan burung leher bangau hitam (Ephipiorhynchus asiaticus) atau pun ribuan burung pelican dari Australia yang migrasi ke dataran rendah di Papua Selatan akibat musim dingin di Australia. (*)

 

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!

TAGGED:Food EstatePapua Selatanperkebunan tebu 2 juta ha
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp LinkedIn Telegram Threads Email Copy Link Print
Share
Leave a comment Leave a comment
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terkini

Sekolah Kampung
Sekolah kampung di Kayu Batu dan Kayo Pulau dilaksanakan dalam 24 pertemuan tahun ini
Penkes Mamta
Sidang pembunuhan Kesya Lestaluhu
Sidang pembunuhan Kesya Lestaluhu, pelaku dituntut 20 tahun
Polhukam
Akademisi Uncen
Akademisi: Pemda di Papua wajib selamatkan bahasa daerah
Seni & Budaya Mamta
Kapolda
Ratusan Pembalap ikut Motoprix Kapolda Cup Papua Barat
Olahraga
Gugat PSN
Koalisi Sipil Gugat PSN ke MK: UU Cipta Kerja Jadi Alat Legalkan Perampasan dan Perusakan
Nasional & Internasional Rilis Pers

PT Media Jubi Papua

Terverifikasi Administrasi dan Faktual oleh Dewan Pers

trusted

Networks

  • Post Courier
  • Vanuatu Daily Post
  • Solomon Star News
  • The Fiji Times
  • Radio New Zealand
  • Radio Djiido
  • 3CR Community Radio
  • Cook Islands News
  • Pacific News Service
  • Bouganville News
  • Marianas Variety

Follow Us

  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
  • Kode Etik
  • Laporan Transparansi
Facebook X-twitter Youtube Instagram Tiktok
Jubi PapuaJubi Papua
Copyright ©️ 2024 PT. Media Jubi Papua.