Wamena, Jubi – Aksi serentak secara nasional dilakukan oleh sejumlah elemen rakyat Papua, untuk menolak program transmigrasi dan menyoroti beberapa konflik yang terjadi di Tanah Papua, pada Jumat (15/11/2024). Tak terkecuali, hari ini KNPB cabang Balim/Wamena juga menyatakan sikap penolakan dalam bentuk jumpa pers, di Wamena Kota, Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Ketua KNPB Balim/Wamena, Mardi Hiluka, sebelum membacakan pernyataan sikap secara tegas menyampaikan, mereka menolak transmigrasi ke Tanah Papua, PSN di Merauke, militerisme, Blok Wabu dan investasi lainnya, kekerasan aparat, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan, serta perampokan tanah dan hutan adat di Tanah West Papua.
“Saat ini belum ada kajian ilmiah yang mendukung kebijakan politik Presiden Prabowo Subianto, untuk menerapkan kebijakan politik etis di West Papua, oleh karena itu KNPB cabang Balim/Wamena menegaskan kepada pemerintah kolonial Indonesia untuk menolaknya,” katanya.
Hiluka juga membacakan sejumlah poin pernyataan sikap yaitu, meminta pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan transmigrasi, karena pemerintah kolonial Indonesia tidak memiliki landasan hukum kuat untuk menerapkan kebijakan transmigrasi di seluruh West Papua.
“Pemerintah kolonial Indonesia tidak memiliki kajian ilmiah yang memungkinkan untuk mengirimkan pasukan keamanan dan militer, sebagai bagian dari mobilisasi umum. Tentu ini akan berdampak buruk, [seperti] pelanggaran HAM dan pemusnahan etnis,” ujarnya.
Pemerintah kolonial Indonesia perlu melibatkan semua pihak, seperti pemerhati lingkungan dan sejumlah ahli lainnya baik dari dalam maupun dari luar negeri, guna melakukan kajian, peninjauan, dan menguji seluruh kebijakan yang berpotensi pada eksploitasi sumber daya alam (SDA) Papua.
“Seluruh kebijakan politik etis [seperti] aneksasi di Tanah Papua memiliki cacat hukum dan moral, bahkan tidak relevan dan selalu saja merugikan kaum pribumi. Karena itu perlu melakukan peninjauan secara komperhensif dengan melibatkan sejumlah pihak terkait,” ujarnya.
KNPB menyatakan, demi kemanusiaan dan harkat dan martabat orang Papua, maka bangsa ini perlu menentukan nasib dan masa depan sendiri, sebagai solusi damai yang demokratis melalui referendum.
“Penentuan nasib sendiri sebagai langkah solutif yang paling etis guna mengatasi ancaman kepunahan orang Papua, memperbaiki nama baik kolonial Indonesia, dan menyelamatkan tanah dan hutan adat Papua yang mampu menyelamatkan manusia, termasuk bangsa Melayu dari pemanasan global,” katanya. (*)