Jayapura, Jubi – Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua mendesak Kepolisian Daerah atau Polda Papua agar cepat mengungkap kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi pada 16 Oktober 2024 lalu. Pengungkapan kasus pelemparan Molotov di Kantor Jubi penting demi menjaga kemerdekaan pers dan kedamaian di Tanah Papua
Koordinator Pastor Pribumi Papua, John Bunay Pr mengatakan kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi merupakan tindakan teror yang sangat jahat. Menurut Bunay, apabila ada pihak yang keberatan dengan pemberitaan Jubi, sebaiknya mereka memakai langkah yang bermartabat.
“Peristiwa itu menurut saya tidak elok. Kalau elok itu yang bagus, menarik, [yang] bermartabat itu adalah datang lalu memberitahukan kepada pimpinan di situ, ‘kami tidak setuju dengan kalian tulis begini’. Itu hebat, itu elok, sangat elok. Tapi dengan cara yang macam begini, teror atau intimidasi dengan cara begini, itu tidak elok, sangat tidak elok,” kata Bunay melalui panggilan telepon pada Selasa (12/11/2024).
Bunay mengatakan banyak masalah di Tanah Papua, terutama situasi Hak Asasi Manusia yang harus diberitakan kepada dunia. Bunay mengatakan kehadiran media di Papua, khususnya Jubi, untuk memberitakan kebenaran maupun realitas yang terjadi di Tanah Papua.
“Papua ini ada banyak hal yang harus dibicarakan/disampaikan kepada dunia atau kepada orang luar Papua, supaya mereka mengetahui keadaan sesungguhnya di Papua. Jubi hadir untuk memberitakan kebenaran, realitas yang terjadi. Kalau ada orang yang terganggu dengan jujur bicara dari media ini, itu orang itu orang yang bersalah, orang yang ada dalam kesalahan sehingga dia merasa tidak nyaman, maka dia teror dengan cara begitu. Bertobatlah, orang yang melakukan [teror] seperti itu, bertobat,” ujarnya.
Bunay meminta agar pihak Polda Papua segera mengungkap kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi. Bunay mengatakan pengungkapan kasus itu penting untuk menjaga kedamaian di Tanah Papua.
“Saya minta tolong kepada pihak kepolisian yang punya kapasitas untuk itu, punya alat-alat yang canggih, bisa mendeteksi siapa yang melakukan hal itu, supaya bisa terungkap demi kedamaian di atas Tanah Papua. Media ada untuk memberikan keseimbangan, supaya kita bisa hidup damai, baik itu kita cari jalan bersama. Kami minta kepolisian untuk ungkapkan siapa yang melakukan hal seperti ini, karena [tindakan pelaku terekam] CCTV, pasti identitas orang itu [bisa terungkap],” katanya.
Bunay menegaskan agar semua pihak berhenti melakukan teror terhadap media dan jurnalis, khususnya media Jubi di Tanah Papua. Bunay mengatakan pihaknya mendukung Jubi dalam memberitakan masalah yang terjadi di Tanah Papua.
“Kita menjadi bangsa yang sudah maju, beradab, untuk membaca berita itu tidak usah membaca dengan perasaan, tapi membaca berita itu dengan pikiran sehingga mengerti isi dari tulisan itu. Kami mendukung kalian [Jubi] menyampaikan informasi baik,” ujarnya.
Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt Benny Giay mengatakan pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi merupakan ancaman terhadap atas kerja Jubi dan secara umum terhadap media di Papua. Giay meminta agar Polda Papua mengungkap kasus itu.
Menurut Giay pelemparan molotov ke Jubi bagian dari pendekatan keamanan yang diterapkan negara di Tanah Papua. “Pelemparan molotov ke Jubi itu [serangan] terang-terangan [kepada media]. Sejak kasus rasisme yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya yang melahirkan protes pada 2019, serangan Egianus Kogoya kepada para pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018. [Itu] menjadi titik balik pendekatan keamanan negara dalam tingkat yang luar biasa. Viktor Mambor yang diteror di rumahnya, [lalu pelemparan] bom molotov ke Jubi, saya lihat [itu] bagian dari [pendekatan keamanan masif tersebut],” kata Giay pada Selasa.
Anggota Dewan Gereja Papua, Pdt Dorman Wandikbo mengatakan pelemparan Molotov itu lantaran Jubi konsisten memberitakan persoalan yang terjadi di Tanah Papua, khususnya terkait situasi Hak Asasi Manusia. Wandikbo mengatakan pelemparan molotov itu hendak membungkam kerja media Jubi di Tanah Papua.
“Jubi itu bicara jujur, karena itu banyak masalah yang dia hadapi, termasuk pemboman yang terjadi itu. Dalam situasi kondisi Papua hari ini, tidak ada orang yang mau berani bicara dalam media. Mereka [pelaku pelemparan molotov] buat begitu sebagai ancaman supaya Jubi tidak lagi bicara jujur. Kami berdoa dan Tuhan akan kawal,” ujar Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Periode 2013-2023 itu di Kota Jayapura, Papua, pada Senin.
Wandikbo mempertanyakan kinerja pihak Polda Papua yang lambat mengungkap kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi. Wandikbo meminta polisi serius mengungkap kasus itu.
Wandikbo mengatakan seharusnya polisi lebih cepat mengungkap kasus pelemparan molotov tersebut, karena peristiwa itu terjadi di tengah Kota Jayapura. “Itu menjadi pertanyaan juga. Kami juga bisa curiga kalau pelaku tidak bisa diungkap cepat. Kalau tidak bisa ungkap cepat, kami bisa analisa buruk [dan berspekulasi] pelakunya siapa begitu. Kalau pelaku masyarakat biasa [itu] pengungkapan cepat sekali. Tapi [kasus ini pengungkapan] begitu lama. Itu menjadi pertanyaan buat kami, pelakunya siapa?,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!