Keerom, Papua – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Keerom 2024 pada 27 November 2024, berlangsung penuh dinamika di Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Papua. Namun, di balik proses demokrasi ini, terkuak pelanggaran pemilu yang mencoreng integritas penyelenggaraan.
Pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) terjadi di dua tempat pemungutan suara (TPS), yakni TPS 001 dan 002. Temuan tim liputan Jubi ini membuka tabir praktik manipulasi suara yang melibatkan berbagai pihak.
Di TPS 001, dari 390 surat suara yang disediakan, hanya 280 pemilih yang hadir menggunakan hak pilihnya. Sisa 110 surat suara tidak digunakan oleh pemilih, namun dibagi rata kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), saksi pasangan calon (paslon), dan aparat keamanan untuk dicoblos. Ketua KPPS TPS 001, Matius Kamar, mengklaim tindakan ini berdasarkan “kesepakatan bersama” untuk memastikan tidak ada surat suara yang tersisa.
“Kami ada 11 orang. Setiap orang mendapat 10 surat suara untuk dicoblos,” ungkap Kamar dalam wawancara usai proses pencoblosan. Ia mengklaim keputusan tersebut mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), meskipun kenyataannya tidak ada regulasi yang membenarkan pembagian sisa surat suara.
![Manipulasi Pemilu di Skopro: Pelanggaran Sistematis di Wilayah Perbatasan 2 Proses Rekapitulasi hasil perolehan suara oleh Petugas KPPS di TPS 001](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/12/Proses-Rekapitulasi-hasil-perolehan-suara-oleh-Petugas-KPPS-di-TPS-001.jpg)
Hal serupa terjadi di TPS 002, di mana dari total 308 surat suara, hanya 113 yang digunakan oleh pemilih. Ketua KPPS TPS 002, Petrus Krom, mengungkapkan bahwa sisa 187 surat suara juga dibagikan secara merata dan dicoblos bersama saksi paslon. “Tidak ada surat suara yang dikembalikan,” ujarnya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Keerom, Izak Zet Matulessy, saat diwawancarai pada Jumat 20 Deesember 2024, dengan tegas menyatakan bahwa pembagian sisa surat suara adalah tindakan ilegal dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ia menambahkan bahwa tindakan ini berpotensi mengakibatkan sanksi pidana bagi pelaku.
![Manipulasi Pemilu di Skopro: Pelanggaran Sistematis di Wilayah Perbatasan 3 Pemilu](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/12/WhatsApp-Image-2024-12-24-at-18.20.59_b1097c55.jpg)
“Manipulasi seperti ini merupakan bentuk pelanggaran berat. Tidak ada aturan yang mengizinkan penggunaan sisa surat suara dengan cara seperti itu,” tegas Matulessy. Ia juga menyayangkan lemahnya pengawasan di tingkat distrik, sehingga pelanggaran ini tidak tercatat sebagai temuan oleh pengawas pemilu.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua, Hardin Halidin, dalam diskusi Podcast Jubi, Senin 2 Desember 2024, mengaku belum menerima laporan terkait pelanggaran ini, namun berjanji akan menelusuri lebih lanjut. “Kami akan memastikan kasus ini diselidiki hingga ke jajaran Panwaslu tingkat distrik,” ujarnya.
Kasus ini menjadi lebih kompleks karena menyangkut identitas dan keberadaan masyarakat di perbatasan negara. Kampung Skopro terletak di wilayah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini (PNG). Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Keerom, jumlah penduduk Kampung Skopro hanya 294 jiwa. Namun, daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 001 dan 002 mencatat total 680 pemilih.
Ketua KPPS 001, Matius Kamar, menjelaskan bahwa sebagian besar pemilih adalah warga suku Menangki yang memiliki KTP Indonesia tetapi tinggal di wilayah PNG. “Mereka tetap memilih di Skopro karena memiliki ikatan keluarga dan tanah adat di wilayah ini,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kampung Skopro, Fostinus Mekawa, menambahkan bahwa tanah adat warga Skopro terbentang hingga wilayah PNG. “Mereka memilih tinggal di PNG untuk menjaga tanah adat dari ancaman eksploitasi ilegal. Namun, secara administrasi, mereka tetap terdaftar sebagai warga Indonesia,” jelasnya.
![Manipulasi Pemilu di Skopro: Pelanggaran Sistematis di Wilayah Perbatasan 4 WhatsApp Image 2024 12 24 at 18.20.59 fabf7c94](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/12/WhatsApp-Image-2024-12-24-at-18.20.59_fabf7c94.jpg)
Pelanggaran pemilu di Kampung Skopro mencerminkan sejumlah persoalan mendasar dalam penyelenggaraan demokrasi, khususnya di wilayah perbatasan. Pertama, lemahnya pengawasan oleh pengawas pemilu tingkat distrik menjadi salah satu akar masalah. Para Panwaslu tidak mencatat atau menindak pelanggaran pembagian surat suara yang terjadi secara terang-terangan, menunjukkan adanya celah dalam mekanisme pengawasan.
Kedua, keterlibatan berbagai pihak dalam pembagian sisa surat suara, termasuk saksi pasangan calon dan aparat keamanan, menunjukkan bahwa pelanggaran tidak hanya terjadi di tingkat individu, tetapi bersifat sistematis. Hal ini menandakan kurangnya integritas di antara penyelenggara pemilu lokal.
Ketiga, adanya kesenjangan dalam data kependudukan menjadi tantangan serius. Jumlah DPT yang jauh melampaui data penduduk resmi mengindikasikan potensi manipulasi administrasi. Kasus ini menggambarkan pentingnya sinkronisasi antara data kependudukan dan daftar pemilih tetap untuk mencegah penyalahgunaan hak suara.
Keempat, keberadaan masyarakat yang tinggal di wilayah PNG tetapi memiliki hak pilih di Indonesia memunculkan dilema unik. Meskipun secara hukum mereka berhak memilih, posisi geografis mereka yang berada di luar batas negara membuat pengawasan terhadap proses pemilihan menjadi sulit. Hal ini membutuhkan pendekatan kebijakan yang lebih inklusif namun tetap tegas dalam menegakkan aturan.
Manipulasi suara di TPS 001 dan 002 menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas Pilkada di Keerom. Izak Matulessy mengungkapkan bahwa pelanggaran seperti ini tidak hanya terjadi di Skopro, tetapi juga di beberapa TPS lain di Keerom. “Ketidaknetralan penyelenggara pemilu, termasuk aparatur sipil negara (ASN), menjadi masalah yang harus segera dievaluasi,” katanya.
![Manipulasi Pemilu di Skopro: Pelanggaran Sistematis di Wilayah Perbatasan 5 241224](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/12/241224.png)
Kasus Skopro mencerminkan kompleksitas penyelenggaraan demokrasi di wilayah perbatasan yang sarat dengan dinamika sosial dan budaya. Keterlibatan masyarakat perbatasan dalam Pilkada menjadi bukti kuatnya ikatan sosial dan adat di tengah batas administrasi negara. Namun, pelanggaran yang terjadi juga menunjukkan perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem pengawasan dan pelaksanaan pemilu.
“Pemilu seharusnya menjadi momentum membangun kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi, bukan sebaliknya,” ujar Hardin Halidin. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara semua pihak untuk memastikan integritas pemilu di masa depan.
Di balik garis batas negara, perjuangan mempertahankan identitas dan hak demokrasi berlangsung di Kampung Skopro. Namun, praktik manipulasi suara yang terjadi menjadi noda dalam perjalanan demokrasi di Papua. Semoga kasus ini menjadi pelajaran penting untuk menciptakan pemilu yang lebih bersih dan adil di masa depan.
![Manipulasi Pemilu di Skopro: Pelanggaran Sistematis di Wilayah Perbatasan 6 2](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/12/2.jpg)
Hasil Pemilihan di Kampung Skopro
Pasangan calon nomor urut dua, Piter Gusbager-H Daud, meraih kemenangan dengan perolehan suara tertinggi di TPS 001 dan TPS 002. Di TPS 001, pasangan ini memperoleh 273 suara, disusul pasangan nomor urut satu, Petrus Solossa-Mustakim HR, dengan 67 suara, dan pasangan nomor urut tiga, Kenius Kogoya-KH. Nursalim AR-Rozy, dengan 42 suara. Sementara itu, di TPS 002, pasangan Piter Gusbager-H Daud kembali unggul dengan 226 suara, diikuti pasangan nomor urut tiga dengan 41 suara, dan pasangan nomor urut satu dengan 38 suara.
Untuk Pilkada Gubernur Papua, pasangan calon nomor urut satu, Mathius Fakhiri-Aryoko Rumaropen, menang di TPS 001 dengan 193 suara, disusul pasangan nomor urut dua, Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai, dengan 181 suara. Di TPS 002, pasangan Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai unggul dengan 184 suara, sementara Mathius Fakhiri-Aryoko Rumaropen memperoleh 121 suara. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!