Jubi, Jayapura – Pelindungan pekerja migran secara umum mengacu pada Undang-Undang atau UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau PPMI, beserta peraturan turunannya.
Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, meski telah diatur dalam produk hukum tersendiri, pekerja migran masih kerap menjadi objek diskriminasi dan kerentanan kerja.
“Pekerja migran berhak untuk mendapatkan pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial, tidak hanya terhadap dirinya sendiri namun juga terhadap keluarganya, sebagaimana Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya,” katanya, di Jakarta, pada Jumat (14/3/2025).
Ia mengatakan pekerja Migran Indonesia (PMI) memiliki peran signifikan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, bahwa remitansi PMI pada 2024 mencapai Rp251,5 triliun.
“Sejalan dengan itu, pemerintah terus menargetkan peningkatan jumlah penempatan PMI ke luar negeri. Namun, UU PPMI masih belum sepenuhnya efektif dijalankan. Tata kelola migrasi tenaga kerja masih banyak mengacu pada kebijakan lama, yang berimplikasi pada perlindungan yang belum optimal bagi PMI,” ujarnya.
Hingga saat ini, PMI masih menghadapi berbagai permasalahan, baik dalam aspek hukum maupun ketenagakerjaan. Kasus-kasus seperti tindak pidana perdagangan orang (TPPO), termasuk modus online scam, kekerasan fisik dan seksual, eksploitasi kerja, gaji yang tidak dibayarkan, hingga ancaman hukuman mati masih kerap terjadi.
“Sepanjang tahun 2024, Komnas HAM mencatat terdapat 33 pengaduan terkait TPPO yang diterima dan diproses, yang mana 24 kasus di antaranya melibatkan pekerja migran sebagai korban. Data ini menunjukkan bahwa PMI masih menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran HAM,” katanya.
UU PPMI saat ini merupakan prioritas legislasi nasional untuk direvisi dan tengah berlangsung pembahasannya oleh DPR RI. Untuk itu, Komnas HAM menegaskan bahwa perubahan UU ini harus selaras dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
“Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, sehingga revisi ini harus menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan PMI, memperbaiki tata kelola migrasi berbasis HAM, memperkuat perlindungan sosial, meningkatan jaminan pemenuhan hak atas keadilan dan akses pemulihan bagi korban,” katanya.
Selain itu, proses pembahasan revisi UU juga harus memastikan keterlibatan masyarakat sipil dalam setiap prosesnya. “Komnas HAM mendorong agar revisi UU PPMI dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif sehingga dapat menghadirkan regulasi yang lebih efektif dalam menjamin hak-hak PMI, baik di dalam negeri maupun di negara tujuan,” ujarnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!