Jayapura, Jubi – Salah satu tokoh politik di Tanah Papua, Laurenzus Kadepa mengatakan butuh kebijakan politik dari Presiden Republik Indonesia untuk mengubah Tanah Papua dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, keamanan, pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Kadepa, seharusnya yang menangani masalah dan dinamika di Tanah Papua langsung presiden, bukan menteri atau para stafnya.
“Sebab untuk menyelesaikan persoalan di Tanah Papua membutuhkan kebijakan politik dari kepala negara. Kalau mau mengubah Tanah Papua solusinya ada pada presiden, bukan lewat menteri atau stafnya,” ujarnya kepada Jubi, Jumat (14/3/2025).
Laurenzus Kadepa yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi Bidang Keamanan, Pemerintahan, Politik, Hukum, dan HAM di DPR Papua dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024, mengatakan Presiden Prabowo Subianto mesti belajar dari pendahulunya, yaitu Presiden Abdul Rahman Wahid atau Gus Dur.
Ketika Gus Dur menjabat presiden, kata Kadepa, ia berani datang ke Papua bertemu dan berbicara dengan para tokoh politik Papua yang ketika itu menyuarakan kemerdekaan Papua, seperti Theys Hiyo Eluay dan Tom Beanal.
“Gus Dur datang ke Papua, duduk bersama para tokoh ini untuk membicarakan masalah Papua dan solusinya. Sebab, Gus Dur sadar, untuk menyelesaikan masalah Papua mesti duduk bersama berdiskusi, berbicara dari hati ke hati dengan tokoh-tokoh Papua dan orang-orang Papua,” ujarnya.
Laurenzus Kadepa juga menyorot pemekaran provinsi di Tanah Papua. Menurutnya, dampak buruk pemekaran atau pembentukan daerah otonomi baru (DOB) mulai terasa saat ini.
“Setelah pembentukan DOB rakyat bingung, karena keinginan DOB itu bukan datang dari mereka, tapi dari segelintir elite-elite politik. Rakyat merasa ada perbedaan sebelum dan sesudah DOB. Rakyat banyak mengeluh dengan kondisi sosial dan ekonomi mereka setelah DOB,” ujarnya.
Di sisi lain, tambah Kadepa, para elite politik di Tanah Papua yang dulunya mendorong pemekaran, tidak bisa menyampaikan secara baik kepada masyarakat mengenai perkembangan setelah DOB dan akan seperti apa ke depannya.
Sementara itu, di sisi lain setelah pemekaran dana alokasi umum atau DAU ke Provinsi Papua berkurang karena mesti dibagi ke tiga provinsi lain hasil pemekaran. Belum lagi kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat.
“Pemerintah pusat kan belum menyediakan anggaran untuk DOB. Yang ada itu kan DAU Papua yang dibagi-bagi dan inilah hasil dari pohon pemekaran yang ditanam oleh segelintir elite politik di Papua dan Jakarta beberapa tahun silam,” katanya.
Untuk itu, menurut Kadepa, diperlukan kebijakan politik dan komitmen presiden untuk membangun Tanah Papua dengan hati, bukan hanya untuk mendapat kekayaan alamnya.
“Minimnya anggaran ke daerah dan kebijakan efisiensi anggaran akhirnya berdampak kepada pembangunan dan program kerja pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Papua, yang menyentuh langsung ke masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Papua Ramses Limbong juga mennyebutkan pasca pemekaran Provinsi Papua ‘tidak dalam keadaan baik-baik saja’.
Ada berbagai dinamika yang terjadi pada pemerintahan dan masyarakat, termasuk keterbatasan anggaran atau minimnya dana fiskal daerah.
Dalam situasi ini, kata Limbong, diperlukan kolaborasi antara eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan pembangunan di Provinsi Papua agar lebih maju dan masyarakatnya sejahtera.
“Kita tahu, pasca DOB Papua tidak baik-baik saja, sekarang tergantung kita SKPD (satuan kerja perangkat daerah) dan anggota DPR Papua, bagaimana membangun ke arah lebih baik. Harapan kita kolaborasi yang selama ini terjadi bisa lanjutkan kita,” ujarnya ketika itu.
Menurut Pj Gubernur, pemerintah daerah dan DPR Papua perlu berkolaborasi membangun Papua lebih baik lagi, sebab kedua pihak ini merupakan mitra kerja. Lembaga legislatif menjalankan tugas dan fungsi pengawasan, budgeting, dan legislasi.
Ketua Komisi I DPR Papua Tan Wie Long ketika itu membenarkan pernyataan Pj Gubernur bahwa Papua ‘tidak baik-baik saja’ setelah dimekarkan.
“Karena sejak DOB dana fiskal Provinsi Papua sangat kecil,” ujarnya.
Menurutnya dalam situasi itu diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah dan DPR Papua untuk menentukan arah kebijakan masa depan Papua lebih baik lagi.
“Karena itu, untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan di Papua perlu ada sinergi antara DPR Papua dan Pemerintah Provinsi Papua, termasuk dengan semua pemangku kepentingan di Provinsi Papua sehingga tujuan kita meningkatkan pendapatan benar-benar diwujudkan,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!