Manokwari, Jubi – Kepala Suku Hattam Wilayah Manokwari Selatan, Markus Waran menyatakan kerja Panitia Seleksi Anggota DPR Papua Barat Mekanisme Pengangkatan harus didukung. Akan tetapi, ia mengkritik kaburnya aturan persyaratan calon anggota DPR Papua Barat mekanisme pengangkatan yang menimbulkan polemik di antara sesama anak adat di Tanah Papua.
“Kami apresiasi kinerja Panitia Seleksi Anggota DPR Papua Barat Mekanisme Pengangkatan yang sudah bekerja sesuai mekanisme dan regulasi. [Mereka bekerja dengan] merujuk satu aturan Otonomi Khusus,” kata Markus Waran, Kamis (30/1/2025).
Akan tetapi, Waran mengkritik lemahnya aturan pelaksanaan mekanisme pengangkatan DPR Papua Barat. Menurutnya, kaburnya aturan persyaratan calon membuka celah bagi orang dari wilayah adat di luar Provinsi Papua Barat untuk mendaftarkan diri sebagai calon. Akibatnya, terjadi polemik terkait seleksi anggota DPR Papua Barat mekanisme pengangkatan.
“Kelemahan kita, sudah diberi [aturan] lex spesialis [yaitu Otonomi Khusus Papua], namun kita jalan tanpa ada landasan kebijakan daerah [atau aturan pelaksanaan] soal Otonomi Khusus. Sekarang dampak seperti ini, [terjadi polemik],” kata Waran.
Waran menyatakan jika syarat calon anggota DPR Papua Barat hanya didasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua, maka Orang Asli Papua dari wilayah adat mana pun bisa mengikuti seleksi itu. Idealnya, demikian menurut Waran, seleksi calon anggota DPR Papua Barat mekanisme pengangkatan diikuti oleh anak adat dari masyarakat adat yang ada di Provinsi Papua Barat.
Waran berpendapat bahwa anak adat setempat akan lebih efektif bekerja mengawal program Pemerintah Provinsi Papua Barat yang berkaitan dengan masyarakat adat di Papua Barat. “Mereka yang direkrut [seharusnya] benar-benar Orang Asli Papua dari wilayah adat setempat. Mereka [anak] adat setempat tentu [akan] mengawal tahapan program sejak Musyawarah Perencanaan Pembangunan,” ujarnya.
Ia mengusulkan adanya peraturan pelaksanaan di tingkat provinsi yang bisa memperjelas aturan seleksi calon anggota DPR Papua Barat mekanisme pengangkatan. “Harus ada peraturan gubernur dan peraturan bupati [yang merumuskan persyaratan yang] diperketat, sehingga akan jadi proteksi bagi semua anak adat,” kata Waran.
Waran khawatir polemik terkait siapa yang bisa mengikuti seleksi calon anggota DPR Papua Barat bisa semakin meruncing. “Kalau ini dilepas, jadi bola liar, anak adat berantem. Kita sebagai anak adat tidak usah berantem,” ujarnya.
Tokoh masyarakat adat di Manokwari, Markus Yenu juga mengajak semua pihak mendukung kerja Panitia Seleksi Anggota DPR Papua Barat Mekanisme Pengangkatan demi menjaga kedamaian di Papua Barat. “Biarkan panitia seleksi bekerja dengan mekanisme dan aturan yang sudah ada. Kita dukung dan kawal agar hasilnya memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat adat di Papua Barat,” ujar Yenu.
Saat ini, telah ada 39 orang yang mengikuti seleksi calon anggota DPR Papua Barat mekanisme pengangkatan. Mereka berasal dari Kabupaten Manokwari (15 calon, alokasi 2 anggota), Kabupaten Manokwari Selatan (4 calon, alokasi 2 anggota), Kabupaten Teluk Bintuni (5 calon, alokasi 1 anggota) Kabupaten Teluk Wondama (3 calon, alokasi 1 anggota), Kabupaten Pegunungan Arfak (3 calon, alokasi 1 anggota), Kabupaten Kaimana (3 calon, alokasi 1 anggota), dan Kabupaten Fakfak (6 calon, alokasi 1 anggota).
Ketua Panitia Seleksi Anggota DPR Papua Barat Mekanisme Pengangkatan, Yusuf Sawaki mengumumkan hasil tes wawancara dan presentasi makalah seharusnya diumumkan pada 28 Januari 2025. Akan tetapi, pengumuman hasil tes itu ditunda.
“Penundaan [pengumuman terjadi] karena ada beberapa penilaian yang belum dinilai. Kami belum duduk bersama untuk melakukan penilaian, sehingga [kami belum] menghasilkan penilaian kumulatif. Penundaan pengumuman hasil sampai waktu yang tidak ditentukan,” kata Sawaki kepada wartawan. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!