Sentani, Jubi – Komisi Pemilihan Umum atau KPU Papua Barat Daya dinilai tak menghiraukan rekomendasi pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua Barat Daya atau MRP-BD yang secara resmi menyatakan bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw tidak lolos verifikasi syarat mengenai status keaslian sebagai Orang Asli Papua.
Rekomendasi MRP -BD itu berdasarkan pasal 12 UU Otonomi Khusus nomor 21 Tahun 2001 yang direvisi menjadi UU nomor 02 tahun 2021, menyatakan gubernur – wakil gubernur Papua harus Orang Asli Papua atau OAP .
Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia atau PP-PMKRI, Amandus Yumte mengatakan, hasil verifikasi MRP Papua Barat Daya yang tidak diindahkan oleh KPU Papua Barat Daya.
Menurutnya Itu sama saja melecehkan martabat dan kewenangan MRP sebagaimana tertuang dalam UU Otsus. KPU telah melenyapkan keputusan MRP Papua Barat Daya. Karena itu PP-PMKRI mendesak Ketua KPU RI segera mencabut surat KPU RI Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 2024 kepada 6 provinsi di Tanah Papua.
“Kami mendesak [Badan Pengawas Pemilihan Umum atau] Bawaslu Papua Barat Daya dan [Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau] DKPP memeriksa komisioner KPU yang telah melecehkan dan memperkosa kewenangan MRP-BD sebagai lembaga kultural OAP dengan meloloskan verifikasi Paslon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw yang tidak memenuhi syarat sebagai OAP itu,” kata Amandus kepada Jubi melalui pesan aplikasi yang diterima, di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat (4/10/2024).
Amandus mengatakan PP-PMKRI mendukung penuh segala bentuk proses yang diambil oleh MRP Papua Barat Daya yakni melaporkan KPU RI dan KPU Papua Barat Daya ke bawaslu dan DKPP. Sebab KPU RI diduga membuat regulasi yang bertentangan dengan UU Otsus dan menggugurkan kewenangan MRP dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 di Papua.
“KPU RI dan KPU Papua Barat Daya dengan berpegang pada surat KPU RI nomor 1718/2024 itu secara tidak langsung telah mengabaikan Peraturan KPU nomor 8 Tahun 2024, dan UU Otsus, yang didalamnya diatur kedudukan MRP sebagai lembaga yang memiliki fungsi ikut melaksanakan pemilihan kepala Daerah,” ujarnya.
Yumte menjelaskan KPU mestinya prioritaskan pertimbangan dan putusan MRP, karena putusan MRP adalah norma yang bersifat khusus, bukan sebaliknya; bersandar pada surat KPU-RI yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 12 dan Pasal 20 Ayat (1) UU Otsus yang menempatkan MRP sebagai lembaga yang memiliki wewenang mutlak, menyatakan pertimbangan dan persetujuannya terhadap syarat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Orang Asli papua.
“KPU tidak berwenang menyatakan calon gubernur itu memenuhi syarat Orang Asli Papua sebagaimana yang terjadi di Papua Barat Daya. Ini perjuangan hak OAP bukan sekadar politik semata, untuk bagaimana mempertahankan hak-hak politik OAP itu sendiri.
Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia PAHAM Papua Gustaf R. Kawer mengatakan Otsus mengatur jelas, gubernur dan wagub orang asli Papua, MRP Lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mempertimbangkan dan memberi persetujuan tentang keaslian Papua Pasangan Cagub dan Cawagub (Vide Pasal 20 Ayat 1 huruf a UU Otsus).
MRP-BD telah melaksanakan kewenangannya dengan melakukan pertimbangan dan persetujuan, dengan terlebih dahulu melakukan verifikasi faktual dengan mengacu pada syarat keturunan (geneologis), wilayah dan kepemilikan benda adat.

“Dari hasil verifikasi faktual MRP Papua Barat Daya telah memutuskan Pasangan Cagub Abdul Faris Umlati dan Wakilnya tidak memenuhi syarat keaslian Papua, sedangkan empat Pasangan Cagub dan Cawagub Papua Barat lainnya dinyatakan memenuhi syarat keaslian Papua,” kata Kawar yang juga selaku Kuasa Hukum MRP Papua Barat Daya itu.
Keputusan MRP Papua Barat Daya ini, lanjut Kawer, kemudian diabaikan oleh KPU Papua Barat Daya dengan melakukan verifikasi faktual tersendiri khusus terhadap Pasangan Cagub Abdul Faris Umlati dan wakilnya, sedangkan empat pasangan lainnya tidak dilakukan verifikasi faktual. Terlihat begitu jelas, KPU Papua Barat Daya bertindak melindungi dan memuluskan kandidat tertentu di Papua Barat Daya
“KPU Papua Barat Daya yang memutuskan lima Paslon ditetapkan untuk mengikuti Pilkada Papua Barat Daya tahun 2024, tindakan KPU Papua Barat Daya yang memutuskan tanpa mempertimbangkan keputusan MRP Papua Barat Daya merupakan bentuk pelecehan terhadap UU Otsus dan Kewenangan MRP,” kata Direktur PAHAM Papua itu.
Kuasa Hukum MRP PBD Gustaf Kawer berharap Pemerintah Pusat, KPU RI, Bawaslu RI, DPR RI, DPD RI dan semua pihak serius melihat hal ini. Karena bagian ini preseden buruk dalam demokrasi dan situasi ini memperkuat semangat orang Papua bahwa sesungguhnya Otsus itu tidak hadir untuk orang asli Papua, tetapi hadir untuk kepentingan elit-elit negara dan kepentingan kaum migran yang ingin mendapat jabatan di Papua.
“Kami harap serius melihat UU Otsus dan Kewenangan MRP dengan meninjau dan membatalkan Keputusan KPU Papua Barat Daya selanjutnya tetap merujuk pada putusan MRP-BD yang telah memutuskan Pasangan Cagub dan Cawagub Orang Asli Papua,” ujarnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!