Jayapura, Jubi- Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) telah berusia 63 tahun, sejak berdiri pada 8 Maret 1962 silam.Di usia yang tak muda lagi, banyak pihak terutama warga Gereja Kristen Injili ( GKI) Tanah Papua terutama anggota Jemaat di Kota Jayapura mengkritik, jarang anggota jemaat menyekolahkan anaknya di YPK.
Salah satunya datang dari jemaat GKI yang juga pensiunan Guru Bahasa Indonesia dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Kota Jayapura, Hendrik M.
Menurutnya, karena hampir orang tua dari Jemaat GKI di Tanah Papua justru menyekolahkan anak anak mereka di sekolah sekolah milik Yayasan Pendidikan Pengajaran Katolik (YPPK) ketimbang masuk ke sekolah di bawah binaan YPK.
Senada dengan itu, Simon Baab guru sekolah minggu di Jemaat GKI Sion Padangbulan pun berpendapat sama dengan guru Hendrik.
Hendrik pensiunan guru SMA Negeri 2 Kota Jayapura mengenang kembali peran tokoh pendidikan Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), antara lain Thom Wospakrik, mantan Ketua Umum Yayasan Pendidikan Kristen sejak 1970- 1978. Thom Wospakrik pernah menjabat Ketua YPK di Jayapura dan Biak. “Bapak Wospakrik sangat berperan dalam pendidikan YPK di tanah Papua,”tambah Hendrik.
Thom Wospakrik lahir di Biak Kampung Samber, 1 Januari 1922. Dia mengawali pendidikannya di Miei, Kabupaten Teluk Wondama sekarang. Semasa hidupnya, ia selalu memperjuangkan kemajuan pendidikan untuk orang Papua melalui YPK.
YPK sendiri sebelumnya punya nama awal dalam bahasa Belanda;Stchting Voor Christelyk Onderwys, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Yayasan Persekolahan Kristen. Lantas berubah jadi Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua.
YPK adalah salah satu yayasan yang menyelenggarakan pendidikan di Tanah Papua sejak misi pekabaran Injil dimulai. Lembaga ini juga sebagai peletak awal bagi landasan pembangunan manusia Papua.
Buku dari tim peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua, “Wondama, Tempat Pertama Pendidikan Modern Orang Papua (1924 – 1945)” menyebutkan pada 1925 pertama kali dibukanya sekolah pendidikan guru kampung di Wondama. Tepatnya di Kampung Miei Distrik Wasior Kota.
Sekolah pendidikan guru di Miei ini, khusus untuk putra-putra asal Papua di wilayah bagian barat dan utara Papua. Pembukaan sekolah guru ini untuk menjawab kebutuhan guru dengan dibukanya beberapa sekolah di kampung-kampung di Papua.
Melalui lembaga pendidikan ini kelompok awal elit Papua yang bukan hanya menerima materi, secara perlahan-lahan mulai menyadari makna ke-Papuaan di antara mereka. Namun perlu ditegaskan, pendidikan awal yang dilaksanakan hanya sebagai sarana untuk memperkenalkan orang Papua menjadi Kristen.
Thom Wospakrik, adalah tokoh pendidik Papua jebolan Miei.
Semasa hidupnya, kepada Jubi dia pernah bercerita, Teluk Wondama alamnya sangat indah sehingga ketika Pdt IS Kijne hendak liburan ke Belanda selalu harus melihat dari jauh keindahan alam Teluk Wondama, “Paitua Kijne selalu mengajak saya untuk menemani beliau,” katanya.
Kedekatan kedua tokoh pendidikan di Tanah Papua berlanjut di Serui. Saat itu Wospakrik mengajar di Opleiding VoorDorpsschool (ODO) sedangkan IS Kijne menjabat kepala sekolah dan juga direktur sekolah Teologia Serui.
Tak sampai di situ, saat pemerintah Nederlands Nieuw Guinea membuka sekolah bistir pribumi atau dalam bahasa Belanda disebut Opleidingschool voor Omheesche Bestuurs Ambetenaren (OSIBA) di Kampung Yoka, Hollandia, Pdt IS Kijne pun ditunjuk menjadi Direktur OSIBA. Sedangkan Th Wospakrik jadi staf pengajar di OSIBA. Demikian dikutip dari buku berjudul “Bakti Pamong Praja Papua di era transisi kekuasaan Belanda ke Indonesia”, oleh Dr Leontine Fisser.
Bahkan buku cerita kisah antara Thom dan Regie yang sangat terkenal di Tanah Papua karangan Pdt IS Kijne, justru memakai nama Thom Wospakrik dan Regie nama isteri pendeta IS Kijne.
Hubungan yang erat antara kedua tokoh pendidikan ini jelas memberikan banyak inspirasi bagi kemajuan pendidikan di Tanah Papua, sejak pemerintahan Nederlands Nieuw Guinea terutama membangun suku bangsa di tengah keberagaman dalam satu asrama.
Berhasil mendidik anak anaknya
Thom Wospakrik menikah dengan Lidya Boekorsjom dan dikaruniai 10 anak.
Beberapa di antaranya kelak jadi tokoh pendidik di Tanah Papua. Sebut saja Drs Otto Wospakrik, MPA sebagai dosen di FISIP Uncen, Ir Frans Wospakrik, MSc pernah menjabat Rektor Universitas Cenderawasih dan Drs Piet Wospakrik, MSc sebagai staf ahli Menteri Kawasan Tertinggal semasa Presiden Megawati dan Gus Dur. Kemudian Hans J Wospakrik, PhD dosen Fisika Murni di ITB Bandung, Dr Martha Wospakrik dan Dr Yosie Wospakrik di Sekolah Tinggi Theologi Is Kijne di Jayapura.
Generasi kedua dari Th Wospakrik juga menekuni tugas sebagai pendidik, misalnya Dr Dekcy Wospakrik, MH (cucu) dosen Fakultas Hukum di Universitas Cenderawasih, Dr Maya Wospakrik lulusan doctor fisika neutrino dari Universitas Chicago, pernah bekerja di Lab Fisika Enrico Fermi di Chicago dan lab fisika di Bern Swiss. Andre Wospakrek, SPt MSc dosen Fakultas Pertanian di Universitas Negeri Papua di Manokwari.
Sedangkan salah seorang cicitnya bernama Dolfine Mansnembra kini sebagai ahli laser perempuan Papua yang kuliah dan bekerja di Berlin, Jerman.
Tokoh pendidikan YPK di tanah Papua Thom Wospakrik bukan saja mendidik semua orang Papua tetapi juga anak anak dan cucunya dalam keluarga besar. Semoga YPK kembali bersinar, mendidik anak anak Papua di segala penjuru. Dari pantai sampai ke gunung.(*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!