Jayapura, Jubi – Sejumlah masyarakat adat dari suku Merahabia yang mengklaim sebagai pemilik hak ulayat melakukan pemalangan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura pada Selasa (31/10/2023). Mereka menuntut ganti rugi pemakaian tanah sejak 1963 sampai 2023 sebesar Rp56 miliar.
Masyarakat adat membentangkan dua spanduk berukuran besar di gerbang utama dan gerbang masuk Unit Gawat Darurat RSUD Abepura. Terdapat lima poin tuntunan dari pemilik hak ulayat. Salah satunya pemerintah harus segera menyelesaikan ganti rugi tanah kepada suku Merahabia.
“Bahwa tanah yang dipakai Pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini untuk RSUD Abepura dari 1963 hingga 2023 belum dibayarkan sama sekali kepada pemilik ulayat suku Merahabia,” kata Tim Ganti Rugi Tanah RSUD Abepura Suku Merahabia, Flavius Merahabia, kepada wartawan, di Abepura, Kota Jayapura, pada Selasa (31/10/2023) pagi.
Merahabia mengatakan secara prosedural telah menyurati Penjabat Gubernur Papua, DPR Papua, dan Direktur RSUD Abepura. Merahabia mengatakan Pj Gubernur Papua merekomendasikan untuk diselesaikan persoalan ganti rugi tanah, tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut penyelesaian ganti rugi tersebut.
“Pj Gubernur sudah perintahkan untuk selesaikan tapi pihak di bawah tidak mengindahkan rekomendasi Pj Gubernur Papua,” ujarnya.
Merahabia mengatakan tanah yang harus dilakukan ganti rugi seluas 6,5 hektar. Pihaknya meminta ganti rugi sebesar Rp1 juta per meter persegi untuk 5,6 hektar atau senilai Rp56 miliar.
“Tahun 2017 sudah dianggarkan Rp12,7 miliar untuk dibayarkan tapi belum ada kesepakatan di dalam keluarga sehingga uang itu dikembalikan ke pemerintah,” katanya.
Merahabia mengatakan Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua, serta instansi terkait segera menyelesaikan masalah pembayaran ganti rugi. Pihaknya akan membuka palang setelah ganti rugi dibayar lunas.
Hingga pukul 10.35 WIT pemalangan masih berlangsung. Negosiasi antara pemilik ulayat, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dan manajemen RSUD Abepura belum mencapai kesepakatan. (*)