Jayapura, Jubi- Vanuatu dan Australia akan menandatangani kembali perjanjian strategis penting pada September 2025 mendatang. Namum persetujuan tentang ratifikasinya mungkin akan terhambat karena adanya tuntutan dari imigrasi.
Perjanjian Kemitraan Nakamal Vanuatu Australia, sebuah kerangka kerja sama pembangunan antara kedua negara, pertama kali ditandatangani pada2022 untuk “bersama-sama menangani prioritas penting”, yang mencakup keamanan, perdagangan, dan pembangunan.
Media lokal melaporkan Perdana Menteri Jotham Napat menginginkan akses bebas visa ke Australia, jika tidak “kesepakatannya batal”. Demikian dikutip jubi.id dari laman internet RNZ Pasifik, Kamis (10/7/2025).
Napat mewarisi perjanjian Nakamal dari Perdana Menteri Vanuatu sebelumnya, Ishmael Kalsakau. Saat itu, Penny Wong menandatangani perjanjian tersebut untuk Australia sebagai menteri luar negeri. Wong masih memegang portofolio ini.
Pakar geopolitik Pasifik dari Lowy Institute, Mihai Sora, mengatakan Napat mendorong perubahan dalam lingkungan yang menguntungkan negara-negara Pasifik.
“Kesepakatan Nakamal merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Australia untuk menunjukkan perannya sebagai penyedia keamanan utama di kawasan tersebut,” katanya.
“Konteks saat ini di Pasifik adalah persaingan yang ketat untuk mendapatkan pengaruh, untuk mendapatkan akses [dan] untuk menjadi mitra yang diutamakan, baik dalam bidang pembangunan, keamanan, maupun ekonomi,”katanya.
“Jadi, hal ini memberi masing-masing negara Pasifik peluang besar untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik dari mitra tradisional dan juga mendapatkan kesepakatan yang lebih baik dari mitra baru.”tambahnya.
Rezim visa Australia yang ketat telah menjadi isu politik yang berkepanjangan di kawasan Pasifik. Para pemimpin dari berbagai negara telah berulang kali menuntut kebebasan bergerak bagi orang-orang di seluruh kawasan dalam beberapa tahun terakhir.
Saat ini, semua warga negara Pasifik wajib mendapatkan visa untuk memasuki Australia. Biaya visa dan lamanya waktu pemrosesan menjadi keluhan umum. Di Selandia Baru, perubahan persyaratan visa diberlakukan pada akhir pekan lalu.
Kini, warga negara Pasifik dengan visa kunjungan dapat memasuki negara tersebut beberapa kali dalam jangka waktu 24 bulan. Sebelumnya, seseorang harus mengajukan visa setiap kali ingin datang ke Selandia Baru.
Pada November, uji coba selama 12 bulan yang bertujuan untuk memudahkan perjalanan dari Australia dan Selandia Baru bagi warga negara dari negara-negara Forum Pulau Pasifik (PIF) juga akan dimulai.
Dalam uji coba ini, siapa pun dari negara PIF dengan visa Australia yang sah akan dapat memasuki Selandia Baru hingga tiga bulan hanya dengan otorisasi perjalanan elektronik. Otorisasi perjalanan elektronik inilah yang dikeluarkan untuk warga negara dari negara-negara yang masuk dalam daftar bebas visa Selandia Baru.
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) juga menyampaikan kepada RNZ Pacific: “Australia senang dapat bekerja sama dengan pemerintah Vanuatu dalam Perjanjian Nakamal untuk meningkatkan hubungan bilateral kita”.
Sora yakin Napat telah berfokus pada akses bebas visa sebagai taktik negosiasi. Meskipun ia berpikir Australia kemungkinan besar tidak akan mengabulkan tuntutan tersebut, ia mengatakan beberapa perubahan dalam aturan imigrasi mungkin saja terjadi.
“Ada sejumlah cara untuk mereformasi rezim visa yang ada agar prosesnya lebih mudah bagi warga negara Pasifik yang ingin memasuki Australia, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang,” ujarnya.
“Hal ini mungkin berkaitan dengan biaya proses tersebut, yang seperti kita ketahui, sangat, sangat tinggi, terutama bagi mereka yang berasal dari rumah tangga berpenghasilan rendah,”tambahnya..
Ia mengatakan waktu yang dibutuhkan untuk memproses aplikasi tersebut juga dapat “sangat mengganggu”.
“Prosesnya bisa memakan waktu berbulan-bulan, dan banyak contoh rencana orang-orang…[pada dasarnya] menguap karena proses visanya terlalu lama,” ujarnya.
Permintaan tersebut mungkin dianggap tidak realistis dan tidak masuk akal, tetapi hasil akhirnya—setelah negosiasi—mungkin…mungkin untuk melihat beberapa perbaikan, setidaknya dalam dampak praktis bagaimana rezim visa tersebut dirasakan tidak hanya oleh penduduk asli Vanuatu tetapi juga oleh penduduk Kepulauan Pasifik lainnya yang ingin bepergian ke Australia.
Seorang juru bicara DFAT mengatakan Australia berharap dapat melanjutkan kerja sama dengan Vanautu terkait perjanjian tersebut, yang berfokus pada “peningkatan hubungan ekonomi, keamanan, dan antarmasyarakat”. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!