Jayapura, Jubi – Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, memberikan tanggapan negara dan menegaskan bahwa kerusuhan yang terjadi di Kaledonia Baru pada 13 Mei lalu, termasuk kerusuhan di Martinik menunjukkan “proses dekolonisasi yang belum selesai.”
Rusia memperkirakan pada Rabu (2/10/2024), kerusuhan dan respons polisi di Martinik pada September dan kerusuhan 13 Mei di Kaledonia Baru pada musim semi, menunjukkan Prancis belum menyelesaikan “dekolonisasi” wilayah tersebut.
“ Memburuknya masalah sosial dan ekonomi, munculnya krisis politik yang akut di wilayah luar negeri Prancis, jelas merupakan konsekuensi langsung dari proses dekolonisasi yang belum selesai,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova kepada la1ere.francetvinfo.fr yang dikutip jubi.id Jumat (4/10/2024).
“Ini bukan pertama kalinya dalam beberapa waktu terakhir Paris tidak siap untuk melakukan dialog yang saling menghormati dengan penduduk asli di wilayah luar negerinya, dan lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan,” tambahnya, ketika ditanya dalam pengarahan mingguan pada September kekerasan di Martinik.
Martinique atau Martinik adalah sebuah pulau Karibia-Prancis, disebut sebagai tujuan liburan Karibia terbaik. Martinique atau “Madinina” bagi orang Indian Karibia, terletak di jantung kepulauan Karibia, dan merupakan bagian dari Lesser Antilles, atau “Kepulauan Windward.”
Samudra Atlantik membasahi pantai timurnya. Sementara pantai baratnya dibelah oleh Laut Karibia. Liburan Martinique berlangsung sepanjang tahun dengan bentang alam seluas 1.080 km2. Banyak aroma pulau ini: cengkeh, kayu manis, vanili, pala. Sedangkan Kaledonia Baru adalah wilayah jajahan Prancis di wilayah Melanesia di Pasifik Selatan yang bergejolak minta merdeka. Walau referendum ketiga dianggap gagal dan merugikan warga Kanaky penduduk asli Kaledonia Baru.
Serangan diplomatik
Sejak melancarkan serangan terhadap Ukraina untuk menduduki dan mencaplok sebagian wilayahnya, Rusia berusaha berpura-pura menjadi pembela masyarakat yang dianggapnya tertindas oleh Barat. Dengan demikian, mereka berhasil melancarkan serangan diplomatik di Afrika yang berbahasa Perancis dan menggantikan Perancis di negara-negara Sahel, khususnya dengan mengerahkan kelompok paramiliter Wagner di sana.
Rusia juga telah dituduh selama bertahun-tahun oleh Perancis dan negara-negara Barat lainnya mencoba memanipulasi opini publik mereka dengan memimpin kampanye disinformasi melalui media pemerintah dan jejaring sosial. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!