Sentani, Jubi – Dinas Pariwisata Kabupaten Jayapura, Papua menyatakan kelas gerabah di Kampung Abar, Distrik Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua merupakan ajang promosi wisata bagi kampung itu.
Selama beberapa bulan terakhir, delapan mahasiswa Universitas Cenderawasih atau Uncen Jayapura, Papua diajarkan cara membuat gerabah di Kampung. Pengajarnya adalah perajin lokal yang tergabung dalam Sanggar Titian Hidup.
Kepala Bidang Destinasi Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura Klinton Suebu mengapresiasi pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa Uncen itu.
Menurutnya, kelas gerabah itu sebagai ajang promosi untuk mengenalkan cara atau teknik membuat gerabah di Kampung Abar.
Katanya, di Danau Sentani ada 24 kampung. Akan tetapi kampung yang punya tanah liat khusus membuat sempe atau wadah untuk papeda (makanan khas Papua dari sagu) dan bentuk gerabah lainnya hanya di Kampung Abar.
“Jadi ini keunikan dan nilai kearifan lokalnya tinggi. Sempe itu punya nilai ekonomi, dan kearifan lokalnya itu perlu dilestarikan,” kata Suebu, Sabtu (5/7/2025).
Suebu menilai, kelas gerabah ini bisa menjadi daya tarik wisata bagi masyarakat untuk berkunjung di Kampung Abar. Dinas Pariwisata pun sudah membangun dermaga untuk mendukung akses bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Kampung Abar.
“Kedepannya, kami dari dinas bisa memberi dukungan berupa dana melalui event-event lokal seperti Festival Makan Papeda, dengan mengenalkan sempe sebagai salah satu ciri khas kampung ini,” ucapnya.
Sementara itu, delapan mahasiswa Uncen penerima beasiswa Bakti BCA 2025, yang belajar cara membuat gerabah di Kampung Abar, sudah memasuki masa terakhir mereka belajar di kampung itu, Sabtu (5/7/2025).
Kegiatan yang diberi nama gebyar budaya dan bazar gerabah itu, merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Salah satu peserta, Maria Febriyanty Barek Bunga mengaku penasaran mengikuti kelas gerabah itu karena baginya gerabah tidak mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, katanya perjalanan menuju ke Kampung Abar hanya bisa menggunakan perahu motor yang menambah rasa ketertarikannya.
“Awalnya, waktu tahu kelas gerabah ada di Kampung Abar, saya tertarik karena untuk menuju ke sana, harus naik speedboat, kayak wah pengen gitu [mencoba],” kata Bunga.
“Di sana kan ada tradisi membuat gerabah sudah turun-menurun, saya juga ingin mencoba proses pembuatan dari tanah liat menjadi suatu bentuk yang bernilai seni, budaya, dan ekonomi,” ujarnya.
Menurutnya dalam kelas itu pihaknya diajari teknik membuat gerabah manual menggunakan mesin putar. Tidak hanya teknik pembuatannya saja, dalam prosesnya ditekankan pentingnya sabar dan telaten untuk menghasilkan suatu produk.
“Ini pertama kali [saya] ikut kelas gerabah, [awalnya] takut tidak bisa, tapi dengan belajar terus, ternyata seru juga. Kalau dilihat [cara buatnya] gampang, tapi saat dikerjakan [ternyata] tidak segampang itu untuk membuatnya enak dilihat .Nanti bikin, salah, bikin lagi, salah, tapi lama-lama jadi bisa. [Saya] bangga dengan momen langka ini apalagi diajari langsung perajin lokal,” ucap mahasiswa program studi statistika fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam Uncen itu.
Penanggung jawab kegiatan, Monieka Dyah Anggraeni menjelaskan, beberapa waktu lalu masyarakat dilatih terkait pemasaran gerabah menggunakan media sosial dan pembukuan sederhana.
“Sekarang ini media sangat berpengaruh, makanya kemarin kami juga buat pelatihan membuat video pemasaran untuk menarik konsumen, dan ditutup dengan kelas gerabah,” kata Anggraeni.
Melalui kelas gerabah ini, ia berharap masyarakat luas bisa berkunjung ke Kampung Abar untuk mengenal budaya dan belajar membuat kerajinan dari tanah liat. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!