Jayapura, Jubi โ Acting Head Forest Wildlife Program Papua, WWF Indonesia Dr Wika Avelino Rumbiak ST MSc mengatakan dalam implementasinya ke depan perlu ada kajian lebih lanjut dalam pemanfaatan lahan gambut di Papua, mengingat lahan gambut memiliki karakteristik tersendiri.
โMisalnya, kalau ada kegiatan-kegiatan investasi atau budi daya, apalagi kawasan yang berkaitan dengan kebijakan nasional atau kawasan strategis atau food estate, kalau misalnya itu berada di atas kawasan gambut harus ada kajian lebih lanjut untuk memastikan tidak mengganggu kawasan gambut,โ kata Wika A Rumbiak yang dihubungi Jubi pada Selasa (23/1/2024).
Menurut Rumbiak dalam pengelolaan lahan gambut tidak bisa sendiri-sendiri, namun harus melibatkan akademisi, masyarakat adat yang tinggal di atasnya, LSM-LSM, dan pemerintah daerah. Masyarakat adat memiliki kearifan lokal dalam menjaga wilayah-wilayah gambut itu, karena secara turun temurun mereka ada di situ. Kemudian pemerintah daerah dalam perencanaan ruang dan perencanaan pembangunannya.
Terkait data penyebaran gambut di Papua, Rumbiak mengatakan WWF dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan gambut berpatokan kepada data gambut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Berdasarkan data KLHK, Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Pulau Papua berjumlah 465 dengan luas total 6.595.167 hektare. Sebanyak 77,46 persen di antaranya terdapat di Provinsi Papua (sebelum pemekaran) seluas 5.097.276 hektare dengan 465 KHG. Sedangkan 22,54 persen lainnya berada di Provinsi Papua Barat (sebelum pemekaran) seluas 1.497.891 hektare dengan 216 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional dengan skala 1:250.000 ini disahkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan Nomor SK.129/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional.
โIni ada yang indikatif fungsi budi daya untuk ekosistem gambut dan satu lagi adalah indikatif fungsi lindung,โ kata Rumbiak. โSpesifik untuk cadangan karbon datanya 2001 dan 2002, dan dipublikasikan sekitar tahun 2006,โ ujarnya.
Rumbiak menjelaskan kalau dilihat dari karakteristik dari kawasan gambut, ada dua hal yang perlu dipahami, yaitu lahan gambut menyimpan karbon yang sangat tinggi dan kemampuannya dalam menyimpan air dalam jumlah yang sangat besar.
โKarakteristik gambut yang paling penting memang gambut ini menyimpan karbon sangat tinggi. Jadi kalau misalnya dia terbuka dia pasti melepaskan karbon, makanya kenapa perilaku kita di dalam pengelolaan karbon itu harus lebih berhati-hati,โ ujarnya.
Di wilayah kerja WWF, kata Rumbiak, kedalaman lahan gambut dibagi dalam tiga bagian. Ada yang dangkal, menengah, dan dalam. Rata-rata yang dangkal di bawah 50 cm dan yang dalam sampai 3 meter. Wilayah kerja WWF yang indikasinya adalah gambut dalam berada di wilayah Asmat, Timika, Bintuni, dan Kaimana.
โPerilaku kita dalam penanganan program sangat berhati-hati dan kalau dilihat dari tata ruang juga saya pikir pemerintah daerah juga sudah โawareโ (menyadari) sehingga sebagian besar lahan gambut itu fungsinya atau pola ruangnya sudah berfungsi lindung,โ ujarnya. (*)
Discussion about this post