Wamena, Jubi – Para sopir mobil angkotan umum A 1 dan A 2 di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, meminta agar pemerintah daerah atau Pemda Jayawijaya agar segera menertibkan tukang ojek yang selama ini mangkal di wilayah terminal dan sering angkut penumpang di dalam terminal. Selain itu mereka juga meminta agar para tukang ojek yang sering angkut penumpang di jalur -jalur mobil angkot segera ditertibkan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Terminal A 1 Obenius Wenda dan Ketua Terminal A 2 Marten Wenda saat di temui Jubi di Terminal A 1 Sinakma dan Terminal A 2 di Jalan Irian Wamena, pada Senin (1/3/2024) pagi.
Ketua terminal A 1 Obenius Wenda, mengatakan mengenai pangkalan ojek di wilayah Terminal Sinakma ini pihaknya sudah pernah mengumumkan atau melarang para tukang ojek untuk mangkal di wilayah terminal, apalagi angkut penumpang di dalam terminal dan sekitarnya.
“Tapi mereka ini tidak mau dengar dan pihak pemerintah juga tidak mau tertibkan. Padahal kita para sopir angkut sudah sering kali tegur mereka sampai mendatangi ke kantor dinas terkait dan pernah sampaikan ke DPRD juga. Tapi mereka hanya jawab iya-iya katanya akan mau diterbitkan tapi faktanya sampai saat ini belum ada penertiban,” katanya.
Saat ini para tukang ojek sudah bangun pangkalan ojek di wilayah terminal sehingga semua penumpang lari ke ojek. Akhirnya penumpang angkot jadi sepi atau sedikit bahkan sering kosong.
“Kita ini antri mobil mulai pagi sejak pukul 6.00 – 4.00 sore tapi kadang pulang kosong. Artinya tidak dapat uang sama sekali. Karena tidak dapat penumpang kadang sehari itu kita dapat uang hanya Rp 100-200 ribu dan paling tinggi Rp.300 ribu tidak bisa lebih dari itu. Sebelum ada ojek yang mangkal di area terminal dan angkut penumpang di jalur-jalur taksi itu kita bisa dapat paling sedikit 500-700 ribu bahkan bisa sampai satu juta perhari,” ujar Wenda.
Dengan pendapatan seperti itu lanjut Wenda, “Kita para sopir tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi hanya dapat uang 100-200 ribu itu sangat tidak cukup sekali mau beli Bahan Bakar Minyak (BBM) atau mau setoran ke bos. Apalagi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari untuk keluarga di rumah sangat tidak cukup,” katanya
Untuk tarif angkutan A 1 sendiri dari Pasar Sinakma ke Pasar Lama itu Rp5.000 ribu, Namun para sopir merasa cari penumpang ini sangat susah. Harga itu sudah ditetapkan saat Obenius Wenda diangkat sebagai Ketua Terminal A 1 yakni sejak 2004 -sekarang
“Kita minta pangkalan ojek yang ada di area terminal pas pintu keluar pasar bagian utara itu pemerintah segera tertibkan atau dibongkar segera sebelum kami para sopir taksi ribut sama tukang ojek,” ujar Wenda.
Sementara itu Ketua Terminal A 2 Kadis Yikwa, mengatakan para sopir angkot A 2 juga selama ini mengalami kesulitan cari penumpang sebab semua jalur yang selama ini di lewati mobil angkot semuanya ada pangkalan ojek.
Menurut Yikwa, ojek resmi itu hanya ada di pasar Potilek, Pasar Misi, Pasar Jibama, Jalan Irian Atas, Panti Asuhan Misi, Bandara Wamena, Post lantas Jalan Irian dan beberapa tempat lainnya.
“Karena itu saya minta kepada pihak pemerintah segera tertibkan keberadaan pangkalan ojek yang liar ini karena mereka ambil penumpang secara liar,” ujar Yikwa
Lebih lanjut Yikwa mengatakan untuk tarif A 2 dari kota Wamena ke Pasar Jibama ini Rp.10.000 lebih murah dari ojek yang patok harga 20-30 ribu tapi penumpang lebih memilih menggunakan ojek.
Di lain sisi, penumpang memilih menggunakan ojek karena ojek bersedia mengantarkan sampai ke rumah. Misalnya, salah satu penumpang ojek mama Siska Gombo yang sehari-hari berjualan pinang di Jalan Irian mengaku bahwa ia lebih memilih naik ojek dari pada angkutan umum alasannya karena ojek langsung antar sampai ke tempat tujuan dalam waktu yang singkat.
“Saya tinggal di lokasi tiga Hom-hom tiap hari jualan pinang di jalan Irian dan pulang pergi selalu naik ojek meskipun bawa barang jualan banyak” katanya
Jadi tiap hari lanjut kata mama Siska Gombo ia keluarkan uang Rp.30 ribu untuk pulang pergi bayar ojek. Walaupun jika menggunakan angkot ia hanya mengeluarkan Rp20 ribu tapi ia lebih memilih naik ojek karena ojek dari lokasi tempat jualan pinang sampai ke rumah. Sementara kalua ia menggunakan angkot ia harus memikul barang ke terminal kemudian turun di jalan raya dan pikul barang ke rumah.
“Terlalu repot,” ujar mama Siska Gombo. (*)
Discussion about this post