Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua melalui Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah atau Bappenda mulai 2025 ini akan mengenakan pajak bagi setiap kepemilikan alat berat.
Hal itu dilakukan sebagai upaya menambah pendapatan daerah, apalagi setelah hadirnya Daerah Otonomi Baru atau DOB yaitu Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Selatan mengakibatkan pendapatan Provinsi Papua semakin berkurang.
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pajak pada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Provinsi Papua, Ardy Bengu menyatakan sesuai dengan pelaksanaan Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau HKPD, Bappenda telah mengatur dan menyiapkan aturannya sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 dan mengatur di dalamnya jenis pajak baru yaitu pajak alat berat.
“Pajak alat berat ini efektif dipungut mulai tahun ini,” kata Hans Hamadi kepada Jubi baru-baru ini di ruang kerjanya.
Menyangkut pajak alat berat ini sebelumnya pernah dilakukan pungutan, namun karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang menganulir dimana alat berat sebelumnya dipungut dalam konteks pajak kendaraan bermotor.
Setelah dilakukan uji materi Undang-undang 28 tahun 2009 tentang pengertian kendaraan bermotor, maka frasa yang mengatur tentang pengertian kendaraan alat berat kemudian dihapus, karena alat berat dianggap tidak sebagai kendaraan bermotor.
“Maka putusan MK menganulir itu, kita tidak lagi memungut kendaraan bermotor khusus alat berat. Tetapi di dalam undang-undang baru atau HKPD muncul sebagai jenis pajak yang baru, maka mulai tahun ini dilakukan pungutan,” katanya.
Bahkan sejak 2024 Bappenda Papua telah melakukan pendataan namun memang kurang efektif karena ada cukup banyak perusahaan yang belum melaporkan.
Untuk itu Bappenda juga belum bisa memastikan potensi dari pungutan pajak alat berat seperti apa, karena pendataan belum maksimal.
Namun ada keinginan pemerintah daerah meski masih membutuhkan pembicaraan dengan pihak Direktorat Lalu Lintas Polda Papua dan lain sebagainya dimana setiap alat berat itu ada suatu nomor registernya.
“Artinya ada semacam plat khusus agar mempermudah alat berat itu milik siapa-siapa saja, sehingga mempermudah pendataan. Selain kita tertib dalam jumlah administrasi, tetapi juga tertib dalam register alat berat dari berbagai jenisnya,” katanya.
Maka dari itu Bappenda berharap kepada masyarakat atau badan, perusahaan yang memiliki alat berat untuk melapor setiap unitnya kepada Bappenda melalui kantor Samsat terdekat di wilayah kabupaten dan kota masing-masing.
“Agar segera dilakukan pendataan dan besaran pajaknya, silakan laporkan di delapan Samsat yang ada di Provinsi Papua,” ujar Hamadi.
Diperlukan sosialisasi dan pendataan lebih rinci
Adanya pungutan pajak bagi setiap kepemilikan alat berat itu, bagi Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia atau Gapensi menilai pemerintah Provinsi Papua khususnya Bappenda diharapkan lebih melakukan sosialisasi dan pendataan yang lebih rinci.
Ketua Umum Gapensi Provinsi Papua, Rudy Maurid Waromi menjelaskan bagi setiap perusahaan atau badan usaha pemilik alat berat, ketika membeli setiap unitnya hal itu sudah dikenakan pajak.
“Karena setiap kepemilikan alat berat itu selalu mengurus perizinan dan segala macam ketentuannya ke pemerintah, sehingga hal ini yang tentu akan menjadi pertanyaan bagi perusahaan pemilik alat berat, karena perusahaan tersebut akan ada pemasukan jika ada pekerjaan, sedangkan kalau tidak digunakan menjadi problem bagi pengusaha khususnya jasa konstruksi,” kata Waromi kepada Jubi, Jumat (10/1/2025).
Menurutnya, saat ini perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa konstruksi bisa dibilang dalam keadaan lesu dari paket-paket pekerjaan yang didapat, jumlah badan usaha yang menurun, kepemilikan alat juga ketika hendak menjual unitnya sulit, apalagi jika bertahan dan harus dikenakan pajak, sehingga hal itu yang mungkin harus menjadi pertimbangan.
“Memang saya sempat mengikuti sosialisasinya, diantaranya termasuk penjelasan pajak alat berat. Kalau itu peraturan pemerintah memang harus dipatuhi, namun jika melihat kondisi saat ini kalau alat berat tidak beroperasi kemudian dikenakan pajak, pajaknya dalam apa dan itung-itungannya yang harus lebih diperinci dan bisa disosialisasi kepada pemilik alat berat itu sendiri,” katanya.
Di sisi lain, ia juga menyebut bahwa setiap pemilik alat berat dan perusahaan besar selalu mendaftarkan alat berat hingga operatornya, untuk suatu kegiatan ke kementerian maupun dinas tenaga kerja sebelum melakukan suatu paket pekerjaan.
“Jadi Bappenda juga harus berkoordinasi dengan kementerian maupun dinas tenaga kerja, sehingga akan mendapatkan jumlah besaran kepemilikan alat dari suatu perusahaan. Bisa tahu berapa banyak alat yang beroperasi, biaya yang dikenakan,” katanya.
Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Provinsi Papua, Hans Y Hamadi membenarkan selain akan mengupayakan pungutan pajak dari alat berat, pihaknya ingin menggenjot pendapatan dari retribusi, termasuk retribusi penggunaan aset daerah oleh pihak ketiga.
“Kami lagi dorong retribusi, karena retribusi kami memang belum maksimal, padahal itu potensi [pendapatan daerah]. Memang terkadang harus berhadapan dengan pihak ketiga yang kurang memahami hal itu, namun pelan akan segera ke tahap itu,” kata Hamadi. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!