Jayapura, Jubi – Mulai 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia resmi menaikkan batas usia pensiun bagi pekerja sektor swasta dari 58 menjadi 59 tahun. Kebijakan ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, diterapkan secara nasional, termasuk di Papua.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari upaya meningkatkan perlindungan sosial bagi pekerja. Namun, di Papua, kebijakan ini mengundang diskusi terkait realitas ekonomi lokal dan dinamika dunia usaha.
Harapan dan Tantangan
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Papua, Ronald Antonio Bonai, menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, peraturan ini memberikan perlindungan hukum dan mendorong budaya tanggung jawab perusahaan terhadap pekerja.
“Kami meyakini kebijakan ini bisa menciptakan ekosistem kerja yang lebih sehat dan berkelanjutan di Papua,” ujarnya kepada Jubi.
Namun, Bonai menyoroti tantangan yang dihadapi dunia usaha di Papua. Ia menjelaskan bahwa tingginya biaya operasional sering kali menjadi beban berat, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
“Kebijakan ini dapat menjadi beban tambahan jika tidak ada dukungan dari pemerintah, seperti insentif pajak atau subsidi pelatihan tenaga kerja,” katanya.
Menurut Bonai, sektor-sektor tertentu di Papua, seperti perkebunan, perikanan, dan pertambangan, memiliki sifat pekerjaan yang berbeda, sehingga memerlukan penyesuaian kebijakan. Dalam pekerjaan dengan risiko tinggi, usia pensiun mungkin perlu disesuaikan agar lebih relevan dengan kondisi setempat.
Bonai juga menekankan pentingnya dialog antara pemerintah, pelaku usaha, dan serikat pekerja. Ia berharap kebijakan ini diimplementasikan secara fleksibel agar tidak mengganggu keberlangsungan dunia usaha di Papua.

Potret BPJS Ketenagakerjaan di Papua
Di sisi lain, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Papua Cabang Jayapura, Haryanjas Pasang Kamase, menyatakan kesiapan institusinya dalam mengakomodasi kebijakan baru tersebut. Hingga akhir 2024, terdapat 288 klaim jaminan pensiun di Jayapura dengan total pembayaran Rp4,13 miliar. Kamase memperkirakan jumlah klaim akan meningkat pada 2025 seiring kenaikan usia pensiun.
“Setelah batas usia pensiun dinaikkan, kami prediksi potensi pembayaran pensiun pada 2025 akan lebih besar dibandingkan 2024,” ujar Kamase.
Ia menambahkan bahwa skema pencairan pensiun BPJS kini menyerupai sistem pensiun aparatur sipil negara (ASN), di mana pekerja swasta mendapatkan manfaat bulanan setelah pensiun.
Ia juga menyebutkan bahwa hingga 15 Januari 2025, sudah ada 13 klaim jaminan pensiun yang diproses. Berdasarkan sampling kepada beberapa penerima manfaat, Kamase memastikan tidak ada keberatan terkait kenaikan batas usia pensiun menjadi 59 tahun.
Meski begitu, ia mengungkapkan bahwa kendala regulasi masih menjadi perhatian. Beberapa penerima manfaat yang seharusnya menerima hak pensiun pada Desember 2024 harus menunggu hingga Desember 2025.
“Namun, pekerja yang kami temui mengatakan tidak ada masalah dengan itu,” kata Kamase.
Sementara itu, program jaminan hari tua juga menunjukkan tren yang menarik. Sepanjang 2024, BPJS mencatat 15.619 kasus jaminan hari tua dengan pembayaran Rp245 miliar, turun dibandingkan 2023 yang hampir mencapai Rp400 miliar. Saat ini, jumlah peserta aktif di BPJS Ketenagakerjaan Papua mencapai 233.573 tenaga kerja, termasuk penerima upah, pekerja mandiri, jasa konstruksi, dan pekerja migran.
Respons Pemerintah Daerah
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, Rory C. Huwae, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum menerima keberatan dari badan usaha atau perusahaan terkait kebijakan ini.
“Jika ada keberatan, kami akan sampaikan bahwa ini merupakan kebijakan pemerintah pusat,” ujar Huwae.
Ia memastikan pihaknya siap untuk mensosialisasikan aturan ini lebih lanjut ke setiap perusahaan di Jayapura. Huwae menegaskan, dinas tenaga kerja akan mengacu pada kebijakan pemerintah pusat, yang diteruskan melalui pemerintah provinsi hingga ke kabupaten dan kota.
Lebih jauh, Huwae menyatakan bahwa dinas tenaga kerja berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan kebijakan ini agar berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia juga berharap pelaku usaha dapat beradaptasi dengan perubahan ini tanpa mengurangi perhatian terhadap kesejahteraan pekerja.

Fleksibilitas Implementasi untuk Papua
Meskipun kebijakan ini disambut baik oleh sebagian besar pihak, fleksibilitas dalam implementasi menjadi poin penting, terutama untuk Papua. Dengan karakteristik ekonominya yang unik, wilayah ini membutuhkan pendekatan yang berbeda agar kebijakan tidak menjadi beban tambahan bagi dunia usaha.
Ronald Antonio Bonai dari Kadin Papua kembali menekankan perlunya insentif dan dukungan dari pemerintah untuk mendukung keberlangsungan usaha kecil dan menengah. Selain itu, ia berharap pemerintah dapat memberikan pelatihan kepada tenaga kerja untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.
“Kami berharap kebijakan ini tidak hanya menjadi aturan formal, tetapi juga didukung dengan langkah-langkah nyata yang memperhatikan kondisi lokal di Papua,” ujar Bonai. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!