Sentani, Jubi – Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Perwakilan Papua Dr Methodius Kossay SH MHum meluncurkan atau me-launching buku karyanya berjudul ‘Dinamika Penghubung Komisi Yudisial dalam Pengawasan Hakim di Indonesia’ dan sekaligus mengadakan bedah buku melalui Zoom Meeting, Kamis (23/4/2024).
Methodius Kossay menjelaskan tujuan penulisan buku itu untuk memberikan informasi dan sebagai sumber pengetahuan bagi masyarakat.
“Khususnya bagi para pencari keadilan di seluruh Indonesia, lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial sebagai lembaga negara dalam menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau KEPPH,” katanya.
Ia mengatakan dalam penulisan buku menggunakan metode studi kepustakaan dan kajian literatur dengan menggunakan empat pendekatan perspektif Hukum Tata Negara sebagai pisau analisis. “Yaitu pendekatan yuridis, sosiologis, historis, dan perbandingan,” ujarnya.
Methodius Kossay yang biasa disapa Metho menyebutkan, penulisan buku tersebut dilatarbelakangi oleh pengalamannya yang sedikit-banyak telah mengalami proses pembelajaran di bidang pengawasan berdasarkan amanah jabatan yang diembannya, yaitu Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Republik Indonesia wilayah Papua.
“Saya berusaha untuk menjadikan setiap hal sebagai pembelajaran yang dapat membawa manfaat dan sebagai salah satu insan peradilan. Saya merasa bersyukur dapat menimba ilmu tentang pengawasan kode etik hakim sebagai Koordinator Penghubung Komisi Yudisial di wilayah Komisi Yudisial Republik Indonesia tahun 2022,“ katanya.
Membandingkan dengan 10 negara
Kossay mengatakan, dalam bukunya ia juga mencoba membandingkan penegakan hukum di Indonesia, terutama pada perspektif Komisi Yudisial di Indonesia dengan Komisi Yudisial atau KY yang ada di berbagai negara maju dan negara berkembang.
Ia mengambil contoh perbandingan di 5 negara maju dan 5 negara berkembang terkait Komisi Yudisial dan penegakan hukumnya. KY negara maju yang dijadikan perbandingan adalah KY di Prancis, Belgia, Belanda, Denmark, dan Singapura. Sedangkan KY negara berkembang adalah KY di Kroasia, Filipina, Bulgaria, Afrika Selatan, dan Mongolia.
Kesimpulannya, “Dilihat dari segi kewenangan di Indonesia relatif terbatas, sedangkan di luar negeri justru mempunyai kewenangan yang lebih luas. Kalau di Indonesia jabatan-jabatan tertentu saja dan segi kesejahteraan juga terbatas,” katanya.
Kossay menjelaskan dalam konstitusi tugas Komisi Yudisial adalah menjaga martabat dan marwah perilaku hakim dengan melakukan fungsinya, yaitu pengawasan. KY berperan sangat penting dalam memastikan tegaknya supremasi hukum, peradilan yang bersih dan berwibawa, serta memiliki rasa keadilan.
Dan Komisi Yudisial, tambahnya, lahir dari respon dan tuntutan reformasi yang menjadi salah satu agenda utama reformasi di bidang penegakan hukum di Indonesia. Komisi Yudisial Republik Indonesia mendukung terwujudnya kemandirian kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum dan keadilan.
“Tugas dan wewenang Komisi Yudisial dijamin dalam perundang-undangan yang berhak mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap Hakim Agung dan hakim peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung,” katanya.
Ia mengatakan penghubung Komisi Yudisial di daerah sebagai ujung tombak dan perpanjangan tangan Komisi Yudisial di Jakarta dalam menjalankan tugas pokok dan kewenangannya konsisten memberikan pelayanan prima bagi pencari keadilan.
Penghubung KY, tambahnya, hadir untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam menyampaikan laporan pengaduan terkait dugaan pelanggaran KEPPH, meningkatkan efektivitas pemantauan persidangan, efektivitas dan efisiensi kerja, ketersediaan sumber daya, dan jejaring di daerah serta sosialisasi kelembagaan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim.
“Sehingga dituntut untuk bekerja secara profesional, jujur, dan bertanggung jawab dalam mewujudkan peran dan kewenangan Penghubung KY tersebut, perlu didukung dalam berbagai aspek sebagaimana yang diulas dalam buku ini, sehingga menjadi spirit dan dasar legitimasi pegawai penghubung KY di daerah dalam performa kinerja dan kariernya,” ujarnya.
Doktor termuda orang Papua
Ansel Deri, jurnalis Odiyaiwuu.com, didaulat sebagai pembicara pada acara Bedah Buku karya Methodius Kossay itu. Ia mengapresiasi sejumlah pencapaian yang telah dilakukan Methodius Kossay yang disebutnya doktor termuda orang Papua. Kossay kelahiran Wamena, 16 Mei 1991 (kini 33 tahun) meraih gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Trisaksi, Jakarta.
Menurut Ansel Deri, pencapaian Metho dapat dilihat dari 5 karya buku yang telah ditulisnya. Ia membandingkan banyak pejabat di Papua jarang sekali menulis buku, padahal di Papua segudang masalah dan juga banyak sumber informasi dan pengetahuan yang bisa diolah jadi tulisan yang bermanfaat.
“Saya menyampaikan apresiasi kepada Sobat Metho yang menuangkan banyak pikiran sulit ini dari anak muda Papua yang fenomenal. Dalam Konteks Papua tentu buku ini menjadi penting bagi masyarakat dan juga aparat penegak hukum atau pencari keadilan untuk memahami secara baik Komisi Yudisial,“ katanya.
Menurut Deri buku karya Metho tersebut menjadi karya yang menarik karena bisa membuka ruang bagi banyak orang untuk perlu memahami bahwa keterbukaan menjadi sangat penting di Papua, karena penegakan hukum dan keadilan di Papua masih jauh dari harapan.
“Padahal Papua ini menjadi rahasia publik sebagai tempat yang paling seksi bagi semua pihak bermain di Papua,” katanya.
Ia menambahkan hal itu dalam artian sisi positif dan negatif, karena Papua mempunyai banyak keunikan dan banyak kelebihan.
“Saya selalu mengatakan kesalahan orang Papua yang paling besar itu terlalu berbuat baik sehingga dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Papua banyak menyimpan berbagai potensi yang luar biasa, tetapi mungkin belum dikapitalisasi negara di level nasional,” ujarnya. (*)
Discussion about this post