Jayapura, Jubi – Amnesty Internasional Indonesia mendesak prajurit TNI Kodim 1702/Jayawijaya, terduga penganiayaan dan penembak Frengky Kogoya, warga Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan diadili di peradilan umum.
Peristiwa yang menyebabkan korban meninggal dunia itu terjadi di Wamena, Rabu 11 November 2025.
Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyampaikan duka cita mendalam, dan mengecam dugaan kekerasan dan penembakan terhadap Frengky Kogoya.
“Ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Kejadian ini kembali menunjukkan rapuhnya perlindungan warga sipil di Tanah Papua,” kata Usaman Hamid dalam siaran pers tertulisnya, Jumat (14/11/2025) malam.
Usman mengatakan, dalam berinteraksi dengan warga sipil, aparat keamanan memiliki tanggung jawab menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, termasuk hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya.
Katanya, bahkan dalam kondisi darurat ataupun perang sekalipun, kedua hak tersebut tidak boleh dilanggar sama sekali.
Menurutnya, penjelasan Dandim 1702/Jayawijaya atas terjadinya dugaan kekerasan dan penembakan oleh Sertu S tidak boleh berhenti pada klarifikasi sepihak.
Kata Usman, klaim bahwa korban hanya ditembak dengan senapan angin dan penyebab kematian adalah pukulan atau hantaman benda tumpul di beberapa bagian tubuh, harus diuji melalui proses penyelidikan menyeluruh.
“Untuk memastikan peradilan yang adil, maka investigasi menyeluruh, imparsial dan transparan harus dilakukan oleh lembaga yang independen di luar TNI. Kami juga meminta Komnas HAM dan lembaga independen lainnya, secara aktif menginvestigasi kasus ini, guna menjamin transparansi, imparsialitas, dan keadilan bagi keluarga korban,” ujarnya.
Usman Hamid mengatakan, pelaku harus diadili melalui peradilan umum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Langkah ini penting untuk memastikan terpenuhinya prinsip equality before the law dan menghindari impunitas, yang selama ini kerap menjadi pola ketika aparat keamanan melakukan kekerasan di Papua.
Sebab kejadian ini dianggap tidak berdiri sendiri. Rentetan kekerasan serupa merupakan konsekuensi dari pendekatan militeristik yang terus dipertahankan pemerintah dalam menangani konflik berkepanjangan di Papua.
Menurut Usman, sudah saatnya negara mengevaluasi pendekatan militeristik di Tanah Papua serta mengutamakan dialog, pembangunan berbasis HAM, dan pendekatan kemanusiaan.
“Hanya melalui perubahan strategi tersebut, perlindungan hak hidup, martabat, dan keamanan warga di Tanah Papua, terutama Orang Asli Papua (OAP), dapat benar-benar dijamin,” ucapnya.
Seorang warga di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan bernama Frengky Kogoya meninggal dunia, diduga akibat penembakan dan penganiayaan oleh seorang anggota TNI dari Kodim 1702/Jayawijaya, berinisial Sertu S pada 11 November 2025.
Sehari kemudian, keluarga korban membawa jenazah ke Markas Kodim 1702/Jayawijaya dan meminta pertanggungjawaban kepada Kodim/1702 Jayawijaya.
Komandan Kodim (Dandim) 1702/Jayawijaya, Reza Mamoribo, kepada media membenarkan adanya insiden penembakan tersebut.
Ia juga menyebut Sertu S telah diperiksa Subdenpom Wamena dan diterbangkan ke Jayapura untuk diperiksa selanjutnya di Pomdam XVII/Cenderawasih.
Dandim menyebut korban dua kali melempari rumah dinas Sertu S pada 11 November 2025, dan Sertu S membalasnya dengan pukulan ke korban masing-masing sekali.
Dandim juga menyebut Sertu S menembak korban dengan senapan angin milik kerabatnya setelah mengaku dilempari batu oleh korban. Tembakan itu diklaim hanya melukai pinggang korban.
Korban meninggal dunia pada malam hari setelah dibawa keluarganya ke RSUD Wamena. Dandim mengklaim bahwa berdasarkan hasil visum, penyebab utama korban meninggal adalah pukulan atau hantaman benda tumpul di beberapa bagian tubuh, bukan akibat tembakan. (*)












