Nabire, Jubi — Penanganan masalah di Papua tidak harus dilakukan melalui kekerasan atau penggunaan senjata. Hal ini disampaikan Edison Gwijangge, mantan Penjabat Bupati Nduga, terkait pembebasan Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens.
Gwijangge, yang menjadi negosiator utama dalam pembebasan Mehrtens, menekankan bahwa pendekatan persuasif bisa menjadi solusi utama dalam penyelesaian konflik di Papua.
“Pembebasan pilot Philip menunjukkan bahwa konflik di Papua bisa diselesaikan tanpa kekerasan, menjadi contoh bagi seluruh Indonesia,” ujar Gwijangge, Senin (23/9/2024).
Ditunjuk sebagai ketua tim negosiasi oleh Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo pada Mei 2023, Gwijangge berhasil membebaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu setelah lebih dari 19 bulan disandera oleh kelompok TPNPB OPM yang dipimpin Egianus Kogoya.
Pendekatan yang digunakan Gwijangge menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengatasi konflik. “Semua ini dilakukan dengan hati dan di bawah koordinasi pemerintah daerah, dengan dukungan Forkopimda, TNI, dan Polri,” jelasnya.

Isu mengenai peran Satgas Operasi Damai Cartenz dalam pembebasan Mehrtens sempat beredar. Namun, Gwijangge menegaskan dirinyalah yang langsung menjemput pilot tersebut menggunakan helikopter.
“Saya sendiri yang menjemput Philip dari Yuguru, tanpa campur tangan Satgas. Aparat keamanan hanya standby di Bandara Timika,” ujarnya.
Menurut Gwijangge, peran kepala daerah lebih efektif dalam mengatasi situasi konflik di Papua ketimbang mengerahkan satuan tugas (satgas). “Bupati harus menjadi pengendali di daerah, bukan Satgas. Kepercayaan kepada kepala daerah harus ditingkatkan,” katanya tegas.
Brigjen Faizal Ramadhani, Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz 2024, menjelaskan strategi pendekatan lunak (soft approach) digunakan dalam upaya pembebasan Mehrtens. Pendekatan ini dipilih karena masyarakat Papua menjunjung tinggi adat dan kekerabatan, yang menjadi kunci dalam proses negosiasi.
“Pendekatan ini bertujuan untuk meminimalisir korban jiwa, baik dari aparat maupun masyarakat sipil, sekaligus menjaga keselamatan Pilot Philip,” kata Faizal.
Profiling adat dan hubungan kekerabatan diidentifikasi sebagai bagian penting dari strategi negosiasi, dengan melibatkan tokoh-tokoh lokal seperti Kapolres Timika AKBP I Komang Budiartha dan Edison Gwijangge.
Meski masa jabatan sebagai Penjabat Bupati Nduga berakhir pada Mei 2024, Gwijangge terus membangun komunikasi dengan Egianus Kogoya, menggunakan pendekatan kemanusiaan dan kedekatannya dengan masyarakat.
“Saya bekerja empat bulan ini dengan penuh tanggung jawab, demi daerah dan masyarakat yang saya cintai,” ujar Gwijangge.
Sebagai ketua PMI Kabupaten Nduga, ia memanfaatkan perannya untuk membantu masyarakat dan mempermudah komunikasi dengan kelompok penyandera. Gwijangge juga menegaskan bahwa pembebasan Philip merupakan hasil kerja tim yang melibatkan pemerintah daerah dan aparat keamanan.
“Kami bekerja di bawah koordinasi TNI dan Polri. Jika Satgas mengklaim ini adalah kekuatan negara, silakan, karena ini kerja bersama,” tegasnya.

Keluarga Kapten Philip Mehrtens mengungkapkan rasa syukur atas pembebasan pilot tersebut setelah 19 bulan disandera. Mereka menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat, termasuk Egianus Kogoya dan kelompoknya yang menjaga keselamatan Philip selama masa penyanderaan.
“Kami berterima kasih kepada Jenderal Kogoya dan pasukannya karena telah menjaga Phil tetap aman sesuai kemampuan mereka, dan karena mengizinkan Phil menyampaikan pesan kepada kami selama periode ini,” ujar keluarga Mehrtens dalam keterangan yang dikutip dari Kementerian Luar Negeri Selandia Baru.
Gwijangge berharap pembebasan Mehrtens menjadi pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia dalam menangani konflik di Papua. “Penyelesaian konflik dengan senjata hanya akan memperburuk situasi. Pendekatan kemanusiaan dan persuasif harus menjadi prioritas di masa depan,” tutupnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!