Filep Karma, buku, dan Bintang Kejora

Filep Karma
Mendiang Filep Karma dengan baju dinas ASN dan Bintang Kejora. – Jubi/IST

Jayapura, Jubi – Filep Jacob Semuel (FJS) Karma atau lebih dikenal Filep Karma, menempuh pendidikan hampir sebagian besar di Kota Jayapura. Ia lahir di Jayapura, 14 Agustus 1959, saat ayahnya bertugas sebagai Kepala Distrik Demta Kabupaten Jayapura di zaman Nederlands Nieuw Guinea.

Tak heran kalau Filep Karma juga mendengar langsung dari ayahnya Andreas Karma saat pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969. Waktu itu jabatan ayahnya sebagai Wakil Bupati Kabupaten Jayapura. Bupati Jayapura saat itu, Anwar Ilmar, mantan Wagub DKI Jakarta zaman Orde Baru. Tentu Filep Karma sangat paham dan tahu betul tentang seleksi para anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) di Kabupaten Jayapura.

Oleh karena itu tak heran kalau seluk beluk tentang sistem pemerintahan zaman Belanda hingga Indonesia, Filep Karma mendapat referensi langsung dengan melihat dari dekat.

Terutama ia belajar dari ayahnya yang seorang birokrat dan amtenar zaman Nederlands Nieuw Guinea. Filep Karma sendiri melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.

Filep Karma sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kota Jayapura sangat tertarik dengan buku-buku sejarah. Bahkan berani mengeritik sejarah yang dianggap terlalu mengada-ada misalnya kekuasaan Kerajaan Majapahit bisa sampai ke Tanah Papua.

Bacaan buku-buku pun sangat bervariasi, mulai dari buku tentang Lord Baden Powel terjemahan bahasa Melayu zaman Nederlands Nieuw Guinea tentang kegiatan Pandu dan kegiatan mencari jejak serta morse dan semapur. Buku koleksi lainnya saat masih di SMP juga tentang Rabindranath Tagore, Yose Rizal – pahlawan kemerdekaan Filipina, dan Mahatma Gandhi.

Menariknya lagi, sejak muda Filep Karma sudah membaca buku tentang Rabindranath Tagore, sangat tebal bukunya dan gambar Rabindranath Tagore yang berjanggut.

Lalu siapa itu Rabindranath Tagore. Ia adalah seorang penyair, dramawan, filsuf seniman, musikus, dan sastrawan Bengali. Tagore merupakan orang Asia pertama yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra pada 1913.

Tagore juga mendapat penawaran gelar bangsawan dari Kerajaan Inggris pada 1915; yang diterimanya, namun belakangan dilepaskan sebagai bentuk protes terhadap pembantaian massal di Amritsar, di mana tentara kolonial melakukan penembakan terhadap rakyat sipil tanpa senjata, membunuh sekitar 379 orang. Tagore juga memberikan dukungan pada gerakan kemerdekaan India dan bertema dengan Mahatma Gandhi.

Filep Karma juga memiliki buku tentang Mahatma Gandhi, tokoh pejuang kemerdekaan India dengan nama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi. Masyarakat India sangat mengagungkan Gandhi karena kegigihannya menentang penindasan dan kekerasan.

Karma bahkan sangat menyenangi dan mungkin menjiwai gerakan moral Ahimsa dari Gandhi. Pasalnya Ahimsa lahir melalui sejarah panjang dan telah teruji melalui pelbagai peristiwa kekerasan, penjajahan, dan diskriminasi.

Ahimsa sendiri berarti tidak menyakiti, melukai, menyiksa atau membunuh.

“Tindakan tanpa kekerasan ini dilakukan tidak saja kepada manusia tetapi juga diberlakukan kepada alam dan seluruh makhluk hidup lainnya” demikian dikutip dari Ahimsa sebagai gerakan moral menurut Mahatma Gandhi suatu refleksi filsafat oleh I Nyoman Yoga Segara.

Salah satu tokoh pejuang lainnya berasal dari Filipina yaitu Yose Rizal, Filep Karma pun sangat suka dengan pejuang asal Filipina ini. Yose Rizal juga menulis buku novel berjudul Noli Me Tangere. Buku novel ini berisi kritik terhadap gereja Katolik dan pemerintahan kolonial Spanyol. Jose Rizal dikenang oleh warga Filipina untuk kecerdasan, keberanian, perlawanan damai untuk tirani, dan anjuran kasih sayang.

Perubahan besar terjadi bagi Filep Karma setelah kembali dari Manila Filipina pada 1998 dan langsung ikut berdemo di Jakarta serta mengibarkan bendera Bintang Kejora di menara di Biak, 1998.

Filep Karma oleh para aktivis disebut sebagai Nelson Mandela orang Papua sebut saja misalnya Juru Bicara Front Nasional Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta Ginting.

Dia mengatakan Filep Karma adalah sosok Nelson Mandela Papua, yang mampu mendidik generasi muda Papua dan Indonesia tentang perjuangan yang membebaskan manusia dari penjajahan.

Ginting mengatakan Filep Karma adalah tokoh Papua yang juga merupakan inspirator, bukan hanya untuk orang Papua tetapi juga aktivis muda Indonesia.

Mengutip tulisan berjudul https://alif.id/read/rifqi-fairuz/melihat-papua-dari-kacamata-filep-karma-b222355p menyebutkan cukup dari Filep Karma secara pribadi menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang sabar dan seorang pembelajar.

Soal bendera Bintang Kejora, Filep Karma adalah generasi Papua era 1970an hingga 1980an, di mana tahun itu sangat jarang orang Papua melihat bendera Bintang Kejora.

Namun Filep Karma punya koleksi bendera nasional Kuba.

“Warna bendera Kuba mirip dengan bendera Papua, hanya saja bentuknya segitiga dan strip biru dan putih hanya tiga saja tetapi mirip,” katanya kala itu.

Apalagi zaman itu kalau mau bilang kata Papua sudah pasti kena pukul dari aparat.

Terlepas dari pro dan kontra kehadiran Filep Karma dalam kancah perjuangan Papua, Ia telah mengajari semua orang untuk menepis perbedaan antar suku ras dan agama serta melawan kekerasan dengan kedamaian.

“Dia seorang pemimpin Papua  yang rendah hati,” kata Veronika Koman seraya menambahkan banyak belajar dari Filep Yacob Semuel Karma. (*)

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250