Jayapura, Jubi – Di Kaledonia Baru, proses dialog mengenai masa depan politik wilayah Pasifik Prancis terus berlanjut, meski berjalan lambat. Hal ini terjadi bersamaan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Prancis, Manuel Valls, yang bertemu seluruh pihak dalam spektrum politik setempat.
Valls tiba di Kaledonia Baru pada Selasa, 29 April 2025, dalam upaya terbaru untuk melanjutkan sekaligus menyelesaikan pembahasan terkait status politik Kaledonia Baru. Informasi ini dikutip Jubi dari laman RNZ Pasifik, Sabtu (3/5/2025).
Pada Jumat (2/5/2025), berlangsung pertemuan tertutup di Nouméa yang secara lokal disebut sebagai “langkah awal menuju negosiasi”, berbeda dari putaran sebelumnya yang hanya dianggap sebagai diskusi biasa.

Pertemuan berlangsung di Komisi Tinggi Prancis di Nouméa dan dihadiri seluruh partai politik. Namun, sesi pleno tersebut hanya berlangsung kurang dari dua jam sebelum ditunda hingga pekan depan. Sesi ini kemudian digantikan dengan pertemuan bilateral antara pemerintah Prancis dan partai-partai pro-kemerdekaan.
Penundaan ini disebabkan oleh meningkatnya ketegangan antar pemangku kepentingan politik. Beberapa partai menyatakan mereka belum memiliki mandat dari para pendukung untuk membuat komitmen lebih lanjut.
Valls dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pada Senin (5/5/2025), dengan rencana menyerahkan dokumen proposal Prancis terkait masa depan politik Kaledonia Baru. Dokumen tersebut mencakup hubungan dengan Prancis, status kewarganegaraan, serta pengalihan kewenangan penting seperti pertahanan, hukum dan ketertiban, mata uang, urusan luar negeri, dan peradilan dari Paris ke Nouméa.
Ini merupakan kunjungan ketiga Valls ke Kaledonia Baru sejak Februari 2025. Ia mengatakan akan tetap berada di wilayah itu “selama diperlukan” demi tercapainya kesepakatan yang inklusif dan komprehensif.
Secara pragmatis, masa tinggalnya dapat diperpanjang hingga 8 Mei 2025, dengan tiga hari pertemuan pleno yang dijadwalkan pada 5–7 Mei.
Valls mengibaratkan situasi saat ini sebagai “berjalan di atas tali di atas bara api.” Ia menyatakan, “Pilihannya adalah antara kesepakatan atau kekacauan,” dalam wawancara dengan media lokal.
Di kedua sisi meja negosiasi, partai-partai menunjukkan kehati-hatian lebih besar dari sebelumnya. Mereka menyatakan belum siap menandatangani kesepakatan dalam bentuk apa pun, mengingat perbedaan tuntutan yang tajam, terutama antara kelompok pro-kemerdekaan dan pro-Prancis.
Le Franc Tinggalkan Jabatan Komisaris Tinggi
Sesi singkat pembicaraan pada Jumat (2/5/2025) juga menjadi yang terakhir dihadiri oleh Komisaris Tinggi Prancis, Louis Le Franc, yang mengakhiri masa jabatannya lebih dari dua tahun di French Pacific.
Le Franc menjadi tamu kehormatan dalam acara perpisahan pada malam harinya. Masa jabatannya ditandai oleh kerusuhan pada 13 Mei 2024, yang menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Kelompok pro-kemerdekaan menuduhnya bertindak berlebihan melalui penerapan jam malam, keadaan darurat, dan pelarangan senjata. Mereka secara konsisten menuntut agar ia dicopot dari jabatannya.
Sebaliknya, kubu pro-Prancis memuji kebijakan Le Franc yang dianggap berhasil menyelamatkan nyawa dan menstabilkan situasi.
Larangan demonstrasi publik di kawasan Nouméa Raya baru dicabut pada April 2025, dan larangan konsumsi alkohol diberlakukan kembali pada Mei 2025 menjelang peringatan kerusuhan 13 Mei.
Dalam wawancara dengan Radio Rythme Bleu pada 18 April 2025, Le Franc mengatakan, “Saya melakukan apa yang harus saya lakukan. Saya yakin kita telah mencegah perang saudara.”
Le Franc akan menjabat sebagai Prefek di departemen Finistère, Prancis. Ia menyatakan akan kembali ke Kaledonia Baru karena putrinya menikah di sana.
Penggantinya, Jacques Billant (65 tahun), seorang pejabat dengan latar belakang militer, dijadwalkan tiba di Nouméa pada Sabtu (3/5/2025).
Sinyal Positif untuk Perdamaian
Pada Kamis (1/5/2025), Wakil Perdana Menteri Selandia Baru merangkap Menteri Luar Negeri, Winston Peters, juga berada di Nouméa dan bertemu Valls serta Presiden Kaledonia Baru, Alcide Ponga, yang terpilih pada Januari 2025.

Peters menyatakan bahwa Selandia Baru mendukung kelanjutan dialog tentang masa depan kelembagaan Kaledonia Baru dan memandang pembicaraan ini sebagai sinyal positif bagi perdamaian dan stabilitas kawasan Pasifik.
“Selandia Baru secara konsisten mengatakan bahwa kekerasan bukanlah solusi, dan kemajuan hanya bisa dicapai melalui dialog yang inklusif,” ujar Peters.
Latihan Militer “Croix du Sud”
Selama berada di Kaledonia Baru, Peters juga meninjau partisipasi Angkatan Pertahanan Selandia Baru dalam latihan militer “Croix du Sud 2025” yang diselenggarakan oleh Angkatan Bersenjata Prancis.
Latihan dua tahunan ini fokus pada bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana. Tahun ini, untuk pertama kalinya, latihan juga diadakan di Wallis dan Futuna. Sebanyak 2.000 personel dari 19 negara, termasuk Australia, Amerika Serikat, Papua Nugini, Fiji, dan Tonga, turut ambil bagian.
Simulasi mencakup tanggap darurat akibat badai tropis, dengan pengerahan kekuatan udara, laut, dan darat, serta relawan yang memerankan korban terdampak.
Upacara penutupan “Southern Cross 2025” dijadwalkan berlangsung akhir pekan ini di Nouméa.
Waspadai Campur Tangan Asing
Dalam pembicaraan bilateral, Peters dan Valls menegaskan pentingnya kerja sama jangka panjang di bidang keamanan regional dan kewaspadaan terhadap “campur tangan asing” di Pasifik.
Valls merujuk pada dugaan keterlibatan negara asing dalam kerusuhan 13 Mei 2024 yang menewaskan 14 orang dan menyebabkan kerugian sebesar €2,2 miliar. Laporan dari lembaga pengawasan digital Prancis, VigiNum, menyebutkan nama Azerbaijan berulang kali dalam penyelidikan yang dilakukan pada akhir 2024.
Kunjungan Peters dikawal oleh sejumlah pejabat, termasuk Konsul Jenderal Selandia Baru di Nouméa Mary Thurston, Duta Besar Prancis untuk Selandia Baru Laurence Beau, dan Duta Besar Prancis untuk Pasifik Véronique Roger-Lacan.
Roger-Lacan menyatakan bahwa Prancis dan Selandia Baru memiliki nilai-nilai yang sama, termasuk dalam isu Ukraina maupun dalam mendukung penyelesaian damai di Kaledonia Baru.
Peters kembali ke Selandia Baru pada Jumat (2/5/2025). Sebelumnya, ia dijadwalkan berkunjung pada Mei 2024, namun ditunda akibat situasi yang tidak menentu dan baru dijadwal ulang pada Desember 2024.
Sementara itu, delegasi pemimpin Forum Kepulauan Pasifik juga telah berkunjung ke Kaledonia Baru dalam misi pencari fakta pada Oktober 2024. Laporan mereka akan disampaikan pada pertemuan puncak Forum Kepulauan Pasifik di Honiara, Kepulauan Solomon, akhir 2025. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!