Oleh: Gasper Muabuay*
Sebagai negara berdaulat, Indonesia dapat menjalin hubungan bilateral dan multilateral yang netral, bersahabat dengan negara mana pun. Tanpa batas, tanpa intervensi dan tanpa dipengaruhi oleh siasat politik negara tertentu, dan wajib dihormati dalam budaya diplomasi internasional.
Diplomasi Indo-Pasifik AS lebih kuat dari BRI China?
Apakah diplomasi geopolitik Indo-Pasifik AS lebih kuat dan berpengaruh di kawasan, yang juga sedang dijelajahi China melalui misi Geopolitik GDI dan BRI-nya? Jawabannya adalah ya, dan mungkin!
Lantas apa ciri AS yang menunjukkan pengaruh kuatnya? AS selama ini melakukan segala cara diplomatik, baik secara politik, ekonomi, dan perdagangan, maupun pertahanan-militer, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dia tetap punya kekuatan abadi sebagai negara “super power”.
Dengan itu, AS menunjukkan supremasinya sebagai negara maju terkemuka, dan tetap punya pengaruh yang kuat dalam melawan China. Dengan mengkampanyekan visinya untuk meyakinkan dunia, bahwa dengan diterimanya konsep Indo-Pasifik di kawasan, maka akan terjamin kestabilan-kemakmuran.
AS juga menegaskan sikapnya bahwa dia akan terus sebagai penjaga dan pengawas keamanan yang langgeng di dunia.
Dan Amerika menjauhkan kemungkinan terjadi ketidakstabilan keamanan yang tidak perlu di Indo-Pasifik, seperti misalnya, ketika peristiwa sejarah PD II di Pasifik, Perang Vietnam+daratan Asia, perang Rusia vs Ukraina dan konflik di Timur Tengah – yang dikhawatirkan warga dunia dapat memicu ketidakstabilan lebih luas, baik secara keamanan, maupun politik dan ekonomi.
Dengan itu, maka terlihat AS cukup cerdik dalam memainkan diplomatisasi sebagai negara “super power” tak tertandingi abad ini.
Sehubungan itu, negara-negara Uni Eropa yang merupakan blok AS, secara tak langsung tertarik ke dalam pengaruh kuat AS. Dan melalui Inggris sebagai sekutu AS yang juga tengah memainkan pengaruh di Indo-Pasifik. Terutama melalui India yang berdaratan terluas di Asia Selatan yang wajib dipegang tangannya dalam misi Indo-Pasifik.
India pun memiliki relasi tradisional dalam kelompok Commonwealth Inggris, sehingga melalui Inggrislah kekuatan/pengaruh visi Indo-Pasifik AS leluasa menembus poros India.
Inggris terhubung pula dengan Indonesia, ASEAN, kelompok Asia Selatan, Asia timur-Jepang-Korea-Taiwan dan Kepulauan Pasifik dalam isu Indo-Pasifik.
Sehubungan itu, di tingkat kelompok negara kepulauan Pasifik, termasuk Jepang, diskusi dan kerja sama tentang Indo-Pasifik juga terus berlangsung.
Keterlibatan Indonesia melalui Kemlu RI juga aktif dalam forum diskusi Indo-Pasifik bersama negara-negara mitra. Misalnya, Indonesia sebagai kekuatan ASEAN 2023, melalui AIPF (ASEAN Indo-Pasifik Forum) pada 5-6 September 2023 oleh Presiden Joko Widodo, juga mempertegas kerja sama Indo-Pasifik bersama ASEAN, untuk menciptakan Indo-Pasifik yang damai, stabil dan sejahtera.
Tujuan utamanya, yakni untuk “kerja sama konkret mewujudkan ASEAN epicentrum of growth“. Portal Kemlu RI juga mengumumkan, Menlu RI Retno Marsudi juga ketika East Asia Summit (EAS) di Jakarta (14/7/2023), yang menghimpun 18 menlu dari dari ASEAN dan para mitra dari AS, RRT, Rusia, Jepang, India, Australia, Korea, dan Selandia Baru, mengatakan, bahwa Indo-Pasifik jangan sampai menjadi medan perang, kawasan ini harus tetap stabil.
Dengan itu, maka pengaruh AS atas konsepsi politis Indo-Pasifiknya, terbangun dengan cukup baik melalui mitranya di kawasan ini.
Ada pula konstruksi “kuat pengaruh” diplomasi geopolitik AS lainnya di Indo-Pasifik, misalnya, melalui program yang eksistensial oleh pemerintah Amerika Serikat, seperti United States Agency for International Development (USAID) dengan negara-negara di dunia.
Dan beragam program internasional AS lainnya. Seperti satu contoh yang menarik dicermati, misalnya, yang penulis mengartikan sebagai “program cerdas sosial media”. Program ini dilakukan melalui bidang “digital ekonomi” di negara-negara Indo-Pasifik.
Pemerintah AS pada tahun 2022 melalui Departemen Perdagangan AS menggandeng 14 perusahaan berbasis “digital ekonomi” terkemuka AS, seperti Amazon dan Amazon Web Services, American Tower, Apple, Cisco, Dell Technologies, Edelman Global Advisory (EGA), Google, HP, IBM, MasterCard, Microsoft, PayPal, Salesforce, dan Visa, untuk terlibat dalam program inisiatif peningkatan keterampilan digital ekonomi di negara-negara kawasan Indo-Pasifik.
Dengan sebutan “Indo Pasifik Economic Framework for Prosperity” (IPEF) yang menjangkau tujuh juta perempuan dan anak perempuan di Brunei, Fiji, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Itu artinya pihak AS secara cerdas masuk ke basis kerakyatan negara-negara IPEF ini melalui misi pembangunan “digital ekonomi” yang juga tengah menjadi “isu kuat persaingan” dengan China. Yang akhirnya secara sosial (orang-orang/people to people), opini mengenai misi Indo-Pasifiknya, AS secara langsung terinfiltrasi dalam “benak masyarakat kaum perempuan” sebagai penyambung pesannya.
Menurut penulis, program sosial luar negeri AS bidang “ekonomi digital” ini, jika sukses, maka merupakan satu dari sekian kinerja diplomasi efektif dan cerdas tingkat tinggi luar negeri AS, untuk mempengaruhi “the root base of society” (basis akar masyarakat) dunia terhadap misi Indo-Pasifiknya.
Kemudian, satu contoh paling mutakhir dari misi-misi Amerika Serikat, yakni melalui perusahaan SpaceX milik Elon Musk yang berinvestasi di berbagai negara, termasuk Indonesia di bidang layanan teknologi internet komunikasi tercanggih melalui StarLink–yang memiliki kecepatan unduh sebesar 40-220 Mbps dan berorbit rendah.
Di Indonesia, walaupun terjadi pro-kontra antara “perusahaan internet yang merasa tersaingi versus konsumen internet”, para netizen lebih pro pada kehadiran layanan terbaik seperti StarLink ini.
Dengan adanya dukungan mayoritas dari konsumen internet ini, termasuk komunitas yang berada di daerah terpencil, maka ini merupakan satu langkah nyata sukses AS melalui “tangan kuat” perusahaan komunikasinya, dalam misi membangun pengaruh dan memenangkan opini pada “basis akar masyarakat” di Indo-Pasifik.
Simpulan dan sadar zaman
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kondisi psikologis geopolitik dua adidaya AS-China. Dan jika diajukan pertanyaan, siapa yang paling berpengaruh di Indo-Pasifik? Silakan pembaca memperkirakan sendiri dan menganalisisnya!
Terkait semua itu, semoga konsepsi Indo-Pasifik yang diusung AS terus menjadi isu penjaga kedamaian dan kemakmuran, serta bukan untuk persaingan ketidakamanan kawasan, seperti kisah Perang Dunia II di Pasifik, yang pernah melibatkan negara-negara besar, seperti koalisi AS versus Jepang yang meletupkan ketidakstabilan politik-keamanan di Indo-Pasifik waktu itu, termasuk di pulau Papua.
Hal ini agar di masa depan wilayah Indo-Pasifik ini, terus stabil dan nyaman, baik secara geopolitik, maupun secara sosial, ekonomi, hak-hak asasi manusia dan sebagainya. Sesuai perubahan perilaku dari “sifat masa lalu” (perang) ke “sifat masa baru” (pembangunan) sebagai komitmen geopolitik untuk merawat keamanan dan kestabilan Indo-Pasifik untuk masa depan kemakmuran dunia!
Dengan demikian, isu Indo-Pasifik sejatinya bukan hanya wajib menjadi porsi pengamatan para profesional, diplomat atau akademisi dengan mahasiswanya. Masyarakat awam pun perlu memperhatikan isunya.
Sebab, masa kini adalah zaman geopolitik dan ekonomi Indo-Pasifik dan zaman geopolitik-ekonomi jalur Sutra China, yaitu “Belt and Road Initiative”. Selesai. (*)
*Penulis adalah pemerhati isu sosial, tinggal di Papua