Jayapura, Jubi – Petani jagung di Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura mengeluhkan hasil penjualan jagung lebih rendah dibanding modal pembelian bibit. Hal itu disebabkan mayoritas petani di sana, lebih memilih menanam jagung ketimbang sayuran lainnya.
“Semua petani di sini tanam jagung, jadi banyak saingan pemasaran. Sekarang itu semua tanam jagung, jadi kalau ada yang beli di ladang, kami jual Rp50 ribu per karung, kami rugi. Tapi mending bisa terjual daripada tidak sama sekali,” kata seorang petani jagung, Suliyem (52), saat ditemui Jubi di ladangnya di Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua pada Senin (6/1/2025).
Suliyem menuturkan, jagung merupakan tanaman komoditi unggulan yang paling banyak ditanami ratusan petani di Koya Barat dan Koya Timur. Menurutnya hal itu menyebabkan anjloknya harga jagung pada harga Rp50 ribu, jika produktivitas tanaman jagung pada fase normal atau masa panen para petani tidak bersamaan.
“Kalau panennya bersamaan, jagung mungkin terjual tapi hanya Rp30 ribu per karung, Semua petani di sini mengeluh penjualan jagung rendah. Saya sendiri lebih pilih tanam sayuran lain seperti terong, tomat, cabai, dan sawi supaya kalau jagung tidak terjual masih ada pemasukan, untuk beli bibit lagi,” Tuturnya.
Suliyem yang berasal dari Kabupaten Sragen, Jawa Tengah itu menambahkan, para petani di sana menyewa lahan Rp.6-9 juta per satu hektar untuk dijadikan ladang pertanian. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan para petani untuk membeli bibit jagung dan sayuran lain untuk satu periode penanaman bisa mencapai Rp.500 ribu – Rp.1 juta rupiah namun, pendapatan yang diperoleh pasca panen belum tentu kembali modal.
“Harga bibit jagung di toko bibit, sekarang Rp.120 ribu per bungkus ukuran setengah kilogram. Ditambah [biaya] untuk sayuran lain yang rata-rata juga mendekati seratus ribu itu, sekali belanja bibit paling sedikit habis Rp.500 ribu, paling banyak pasti Rp.1 juta`an. Rata-rata harga jagung dan sayuran lain di pasar juga sama Rp.50 ribu per karung, jadi kalau tidak laku ya dibuang,” katanya.
Seorang petani lain, Yusuf (55) mengatakan, pemerintah Kota Jayapura terus berupaya mendorong wilayah Distrik Muara Tami sebagai daerah ketahanan pangan Kota Jayapura. Menurutnya perlu ada regulasi atau kesepakatan yang mengatur tentang kekhususan area penanaman setiap jenis komoditas. Selain itu juga butuh pembagian kelompok-kelompok tani yang dikhususkan menanam satu jenis tanaman.
“Dibagi, satu wilayah petaninya hanya tanam jagung, wilayah lain juga khusus untuk petaninya tanam terong atau cabe dan lainnya. Jadi kalau dipanen, sampai ke pasar tidak terjadi persaingan seperti ini, sekarang susah karena semua mau tanam jagung, sayuran lain malah kurang,” Katanya.
Sementara itu, Penjabat (PJ) Walikota Jayapura, Christian Sohilait menyatakan, pihaknya terus mendorong pemanfaatan lahan pertanian di wilayah Koya Barat dan Kota Timur sebagai area ketahanan pangan Kota Jayapura, sehingga wilayah tersebut tidak dialihfungsikan sebagai lahan pembangunan pemukiman warga. Menurutnya, wilayah Muara Tami ditetapkan sebagai penghasil pertanian terbaik untuk mendukung stok pangan bagi warga Kota Jayapura.
“Kami minta supaya Dinas Ketahanan Pangan dan PErtanian Kota Jayapura terus mengawasi fungsi lahan di Koya, dengan terus memperhatikan pemberdayaan para petani di sana, pastikan keluhan mereka terpenuhi,” tuturnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!