Sentani, Jubi – Generasi muda sekarang harusnya kembali dan lebih banyak meluangkan waktu untuk membaca buku daripada mengutak-atik handphone atau gawai sepanjang hari. Demikian disampaikan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Jayapura Alpius Demena ketika diwawancarai Jubi di ruang kerjanya, Selasa (1/10/2024).
Menurut Demena ada dampak negatif dari penggunaan gawai secara berlebihan, meskipun saat ini gawai menjadi sumber semua informasi dan aktivitas manusia setiap saat.
“Contoh nyata, akibat radiasi handphone anak-anak muda saat ini sudah banyak yang menggunakan kacamata baca,” ujarnya.
Ia mengatakan dari penggunaan gawai secara masif saat ini, banyak generasi muda, bahkan orang dewasa, yang meninggalkan buku sebagai bahan bacaan untuk mendapat informasi dan teknologi yang berkembang saat ini.
Menurutnya kebiasaan seperti ini terlihat untuk wilayah perkotaan. Padahal, katanya, dinasnya sudah banyak menyebarkan bahan sosialisasi dan kampanye agar masyarakat kembali untuk membaca buku dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia.
“Minat dan keinginan ini yang sangat rendah, tetapi hal ini agak berbeda di bagian pinggiran kota, masyarakat umum dan generasi muda saat ini lebih memilih buku daripada handphone,” katanya.
Pegiat literasi, kata Demena, atau pemilik perpustakaan, rumah baca, serta taman baca di sejumlah kampung di Kabupaten Jayapura terlihat sedang berjalan aktif.
“Inisiatif pengurus atau pemilik rumah baca terus meningkat dari sisi jumlahnya untuk mengajak dan memberi kesempatan kepada masyarakat,” ujarnya.
Demena mengatakan ada 10 ribu buku dari Perpustakaan Nasional yang sudah disalurkan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Jayapura ke sejumlah kampung.
Dia juga mengakui, sekalipun ada banyak buku yang disalurkan ke setiap fasilitas tempat baca atau perpustakaan, minat baca dari masyarakat di Kabupaten Jayapura masih sangat rendah. Menurutnya dari total 131 ribu jiwa penduduk Kabupaten Jayapura, di setiap kampung yang gemar membaca hanya 2-3 orang.
“Khusus di kampung, dampaknya sedikit terasa, misalnya bidang pertanian, perkebunan dan perikanan serta multi teknologi yang lain diperoleh informasinya dari buku-buku di perpustakaan atau rumah baca di kampung tersebut,” ujarnya.
Demena berharap dengan gerakan pembagian buku ke kampung-kampung minat baca generasi muda di Kabupaten Jayapura bisa tumbuh dan lebih aktif lagi.
“Peran orang tua sangat diharapkan di sini sehingga ada waktu yang ditetapkan untuk bisa membaca buku setiap hari,” kata mantan kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Jayapura itu.
Kepala Bidang Perpustakaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Jayapura Rudi Julius Sokoy menjelaskan pihaknya telah membina 86 perpustakaan yang tersebar di 19 distrik dan 139 kampung di Kabupaten Jayapura.
“Rencananya, ada dua perpustakaan atau taman baca yang akan dibuka di Kampung Malili dan Aurina di Distrik Airu,” katanya.
Penyebarannya, kata Julius, untuk Wilayah Pembangunan 1 ada 36 unit dan Wilayah Pembangunan 2 ada 25 unit, serta Wilayah Pembangunan 3 ada 25 unit.
Sokoy menyampaikan pembukaan perpustakaan atau rumah baca datang dari usulan dan keinginan masyarakat di kampung yang melihat kondisi pendidikan anak-anak mereka yang sangat rendah.
“Melalui bantuan dari Perpustakaan Nasional, setiap perpustakaan binaan kami mendapatkan bantuan 100 buku bacaan dan dua rak buku yang besar, karena itu kami berharap bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Kami juga berharap kehadiran perpustakaan juga memicu anak-anak untuk meningkatkan minat baca mereka,” katanya.
Dua tahun lalu, kata Julius, ada beberapa sekolah di perkotaan yang dijadikan sampel penyaluran buku untuk dilihat bagaimana dan seberapa besar minat baca mereka selama berada di sekolah.
“Ternyata, hal yang diharapkan tidak begitu berjalan dengan baik, karena pengaruh handphone yang sudah terbiasa di tangan mereka,” katanya.
Tetapi pembinaan untuk perpustakaan di sekolah, tambahnya, saat ini masih berjalan di wilayah perkotaan dan sebagian di pinggiran kota. Sekolah itu adalah SMAN 1 Sentani, SMPN 1 Sentani, SMKN 1 Sentani, SD dan SMP Advent Doyo Baru, SMPN 3 Dosai, dan SD Yokiwa.
“Target sejak 2023 untuk pembentukan perpustakaan dan taman baca di 43 kampung sudah terpenuhi, 43 di tahun ini, dan tahun depan akan bertambah 25 kampung berikutnya,” ujar Sokoy
Lebih lanjut, Sokoy menjelaskan, Kampung Tablasupa, Amay, Hyansip, Sumbe, Besum, Sosiri, Bring, Demta, Depare, Nendali, Yoboi, Sereh, Yokiwa, dan masih banyak lagi yang lain, adalah kampung-kampung yang saat ini sedang meningkatkan literasi bagi anak-anak.
“Kita juga mendorong agar Pemkab Jayapura, secara khusus dinas teknis yang menangani pendidikan dapat berkoordinasi dan bekerja sama untuk membiasakan anak-anak membaca, menulis, dan berhitung (calistung) sejak dini dengan memanfaatkan fasilitas perpustakaan kampung,” katanya.
Kendalanya, kata Sokoy, bisa dibilang mudah, tetapi juga sulit. “Tinggal saat ini siapa yang bekerja dengan tulis, karena ada pengurus perpustakaan di kampung yang mengambil alih tugas guru-guru formal yang meninggalkan tugas dan tanggung jawab mereka di kampung sebagai tempat tugas mereka,” ujarnya.
Anak muda di Kampung Tablasupa, Demianus Kromsiang (23) mengaku sangat senang dengan adanya Perpustakaan Waribu di kampungnya.
Demianus memanfaatkan ratusan buku yang tersedia dan membacanya sambil menunggu pengunjung yang akan mengamati burung cenderawasih saat pagi maupun menjelang sore.
“Taman Baca Waribu ini dekat dengan tempat pengamatan burung, sambil baca buku biasa juga menunggu para pengunjung yang datang,” katanya.
Ia mengatakan buku yang sering ia baca adalah tentang konservasi alam, lingkungan, serta teknologi terbarukan seperti inovasi perikanan dan pertanian.
“Buku-buku di sini sangat banyak dan cukup membantu,” ujarnya.
UNESCO baru-baru ini menyebutkan hanya 0,001 persen masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Itu artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang saja yang gemar membaca.
Berdasarkan survei Program of Internasional Student Assessment (PISA) Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara yang disurvei minat bacanya. Indonesia masuk dalam 10 negara yang memiliki literasi rendah.
Sementara di Papua hingga saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik termasuk dalam minat baca paling rendah di Indonesia. Bahkan sebanyak 30 persen anak usia sekolah di Papua belum bisa membaca. (*)