Sentani, Jubi – Salah satu agenda rutin Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura adalah Festival Danau Sentani atau FDS yang digelar sejak 2007 hingga sekarang. FDS dilaksanakan sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat melalui usaha kuliner dan kerajinan tangan, serta promosi budaya dan wisata daerah.
FDS tahun ini diadakan di tempat yang sama sejak FDS pertama, yaitu di kawasan pantai wisata Khalkote, Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, waktu dan lokasi kegiatan ini juga tidak mengalami perubahan sejak awal. FDS digelar selama lima hari, Rabu-Minggu, 19-23 Juni 2024.
Beberapa pihak menilai kegiatan FDS semakin tahun semakin sepi. Ada juga yang menilai FDS mulai kehilangan esensi dan nilai utamanya. Sebab pada setiap penyelenggaraan yang mengemuka hanya pameran hasil pembangunan di setiap distrik yang ada di Kabupaten Jayapura dan pameran produk-produk dagang yang layaknya berada di pasar umum, bukan festival. Selain itu, jalan masuk arena FDS juga dipenuhi lapak makanan dan minuman berbagai jenis.
Menjelang pembukaan FDS XIV/2024, Pemerintah Kabupaten Jayapura terus mematangkan persiapan. Sejumlah pertemuan bersama panitia pelaksana dilaksanakan. Pertemuan-pertemuan tersebut merupakan bagian koordinasi antara OPD teknik yang terlibat dalam mempersiapkan sarana dan prasarana, serta infrastruktur pendukung lainnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura Ted Yones Mokay yang juga ketua Panitia FDS XIV tahun 2024 menjelaskan pihaknya sedang dalam persiapan dengan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak terkait. Selain itu, juga sudah ada pambagian tugas secara teknis yang dikerjakan langsung oleh setiap perangkat daerah.
“Misalnya soal kebersihan lokasi kegiatan dibebankan kepada Dinas Lingkungan Hidup melalui Bidang Kebersihan Lingkungan, begitu pula dengan infrastruktur lain seperti penerangan, instalasi air bersih, toilet, hingga bangunan stan di tempat kegiatan,” ujar Ted Mokay di Sentani, Senin (17/6/2024).

Menurut Ted Mokay kesiapan panitia saat ini sudah mencapai 85 persen dan sisanya adalah persiapan lokasi yang akan ditempati para peserta yang nantinya juga terlibat langsung dalam penyelenggaran FDS tahun ini.
Ia menjelaskan pada pertemuan terakhir di kediaman Penjabat Bupati Jayapura beberapa hari lalu, ada 17 bangunan permanen yang setiap bangunannya dibagi sekat menjadi 6 stan sehingga ada 87 stan yang siap di lokasi kegiatan atau di kawasan Pantai Khalkote.
Kemudian ditambah sisanya tenda dari beberapa vendor yang turut mendukung Festival Danau Sentani, seperti Yamaha, Hydrococo, dan Ichitan. Juga ada tenda dari Dinas Koperasi dan UMKM dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Jayapura.
“Untuk tenda-tenda yang didirikan di tempat kegiatan nanti berkisar 50 hingga 60 tenda dan setiap tenda akan di bagi dalam tiga stan. Sehingga yang terlibat langsung sebagai pelaku usaha semuanya bisa mencapai kurang-lebih 500 pelaku usaha,” ujarnya.
Selain pelaku usaha, tambahnya, ada 19 pemerintah distrik di Kabupaten Jayapura, 139 pemerintah kampung, dan 5 kelurahan yang juga terlibat di dalam FDS 2024.
“Termasuk komunitas anak muda, kerukunan keluarga dari sejumlah daerah yang telah mendaftarkan diri untuk terlibat, pihak swasta, dan perbankan di Kabupaten Jayapura,” katanya.

Mokay mengatakan tujuan besar Festival Danau Sentani selama ini bagaimana melestarikan nilai-nilai budaya lokal di tengah masyarakat agar tidak punah begitu saja.
“Selain itu juga mengembangkan potensi pariwisata di daerah sehingga Kabupaten Jayapura bukan hanya sebagai tempat singgah, tetapi juga sebagai tempat tujuan orang untuk berkunjung,” katanya.
Mokay berharap semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan FDS 2024 dapat memberikan dukungan penuh, termasuk masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat. Pemkab Jayapura, katanya, menyiapkan anggaran sebesar Rp2 miliar untuk menyukseskan FDS dan itu merupakan tugas berat.
“Kita akui masih ada kekurangan yang harus dibenahi sebelum hari pelaksanaan pembukaan FDS, tema tahun ini adalah Isosolo our culture,” ujarnya.
Pendapatan menurun dari tahun ke tahun
Tresia Ohee (40 tahun), pengusaha ekonomi kreatif di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur menilai FDS yang meriah dan ramai pengunjungnya hanya FDS pertama, kedua, dan ketiga. Setelah itu, menurutnya kegiatan FDS sepi pengunjung dan terlihat seperti kegiatan seremonial yang biasa dilakukan di lingkungan pemerintah daerah.

“Kitong (kita) jujur-jujur saja, sebagai pengusaha lokal khususnya, peningkatan ekonomi dan pendapatan sangat menurun setelah FDS ketiga,” ujar Tresia di ‘art galery’ miliknya di Kampung Harapan.
Ibu empat anak yang sudah sering diundang Pemkab Jayapura mengikuti berbagai kegiatan pameran kerajinan tangan dan ekonomi kreatif ini mengaku usaha yang ditekuninya selama ini dari sisi pendapatan tidak begitu stabil. Kadang meningkat ketika ada pesanan dalam jumlah besar. Tapi terkadang pernah juga tidak ada pemasukan selama sebulan.
“Setiap FDS berlangsung, bahan atau barang jualan di galeri tidak banyak yang berkurang. Misalnya pada dua atau tiga FDS sebelumnya, saya buatkan tas tangan, tas HP, topi, bahkan baju dari bahan kulit kayu, tidak banyak yang laku terjual,” ujarnya.
Ia mengaku penyelenggaraan Festival Danau Sentani tidak memengaruhi pendapatan galerinya. Padahal aksesori dan produk lainnya di galerinya dibuat sangat bervariasi. Harganya juga menurutnya terjangkau.
Topi, tas HP, tas tangan, map, dan tas untuk buku tulis harganya berkisar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu. “Ada yang lebih mahal seperti tas tangan mencapai Rp500 ribu dan kostum atau pakaian dari kulit kayu yang mencapai harga Rp1 juta hingga Rp2 juta,” katanya.

Pemasukan Ohee terkait dengan jumlah pengunjung dan pemesan. Pendapatan kotornya setiap bulan Rp3 juta dan setahun Rp35 juta.
“Setelah FDS keempat hingga yang empat belas ini, selama lima hari pelaksanaannya pemasukan saya paling tinggi Rp3 juta,” katanya.
Albert Kaigere, warga Kampung Harapan yang setiap tahun kegiatan Festival Danau Sentani membuat pondok jualan di pinggir jalan masuk kawasan Pantai Kalkote menilai Pemkab Jayapura dan Panitia FDS kurang kreatif dalam melaksanakan festival tersebut
“Namanya juga festival, tetapi kondisinya tidak berubah, tidak ada yang baru. Panitia atau penyelenggara sama sekali tidak kreatif, setiap tahun pasti masyarakat datang untuk bangun pondok-pondok usaha selama lima hari di sepanjang jalan masuk, pemerintah dong tra punya hati dan perasaan sekali. Tetapi, kita tetap bersyukur, mau harap siapa lagi,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!